بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 05 Mei 2009

HIDUP SEDERHANA (TIDAK BERLEBIH-LEBIHAN)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Adz Dzaariyaat ayat 56 serta surat Yaa Siin ayat 61 sebagai berikut: ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzaariyaat. 56). ”dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus”. (QS. Yaa Siin. 61).

Dari dua ayat tersebut, dengan sangat jelas kita telah diberitahu langsung oleh Allah, bahwa sesungguhnya Allah tidak menciptakan kita (termasuk jin) melainkan supaya kita semuanya beribadah / menyembah Allah. Karena hanya inilah satu-satunya jalan yang lurus.

Sedangkan dalam surat Al An’aam ayat 162, Allah juga telah berfirman: “Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, (QS. Al An’aam. 162). Jadi, berdasarkan ayat ini, maka apapun yang kita lakukan, harus kita niatkan semuanya hanya karena Allah semata.

Saudaraku…,
Karena Allah telah menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan kita melainkan supaya kita semuanya hanya beribadah / menyembah Allah semata. Sedangkan Allah juga telah memerintahkan kita semua agar apapun yang kita lakukan, harus kita niatkan semuanya hanya karena Allah semata. Maka semua pengeluaran yang kita lakukan yang tidak karena Allah (sekalipun nilainya kecil) adalah termasuk kategori berlebih-lebihan. Sebaliknya, semua pengeluaran yang kita lakukan karena Allah (sekalipun nilainya besar) tidaklah termasuk kategori berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidaklah menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. “… dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An’aam. 141).

Sebagai ilustrasi, seseorang tidak tidur semalaman hanya karena telah larut dalam bermain “game” di komputer kesayangannya. Sebenarnya orang tersebut hanya melakukan pengeluaran yang sedikit (pengeluaran utama hanyalah sejumlah biaya untuk pemakaian listriknya). Meskipun demikian, dia telah melakukan kegiatan yang sia-sia sehingga dia termasuk golongan orang-orang yang berlebih-lebihan. Apalagi jika sampai melakukan perbuatan maksiat. Akan lebih baik jika dia bangun malam untuk melakukan sholat malam atau sama-sama asyik di depan komputer, namun yang dia lakukan adalah mempelajari hal-hal yang bermanfaat yang semuanya itu diniatkan hanya karena Allah semata.

Sebaliknya, seseorang telah mengeluarkan biaya hingga puluhan juta rupiah untuk bepergian ke tanah suci. Jika hal ini dia lakukan semata-mata karena memenuhi perintah Allah (untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah), maka hal ini justru merupakan perbuatan yang mulia. Namun jika hal ini dia lakukan bukan karena Allah (karena riya kepada manusia, karena ingin mendapat pujian) maka diapun telah melakukan kegiatan yang sia-sia sehingga termasuk golongan orang-orang yang berlebih-lebihan.

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at**.” (QS. 2. 254). **) Yang dimaksud dengan syafa`at ialah: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfa’at bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. (QS. Al Israa. 26).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al Baqarah. 277). Wallahu a'lam.

Saudaraku...,
Sebagai seorang muslim, seharusnya rujukan utamanya adalah Al Qur’an dan Al Hadits. “(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).

Semoga bermanfaat!

Wassalam.
Dari saudara seiman: Imron Kuswandi M.

NB:
Tulisan yang berjudul: "HIDUP SEDERHANA (TIDAK BERLEBIH-LEBIHAN)" di atas adalah sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan dari seorang sahabat (dosen ITS) berikut ini:

-----

SEDERHANA SEPERTI APA?

Asalamu 'alaina.

Tolong dibantu menjawab pertanyaan di mail-list teman saya ini. Sepertinya mereka kok rasional banget ya? Lebih dapat menerima pendapat non agamis mungkin? Apa tidak lebih tepat ditanyakan "sederhana itu apa?"

Syukron.
Wasalamu 'alaina.

Sederhana Seperti Apa?
------------------------Anwar Holid
Sederhana itu tricky.
--Budi Warsito
Ada dua buku yang secara khusus membicarakan sederhana. Pertama ialah The 7 Laws of Happiness (Arvan Pradiansyah) dan Simplify Your Working Life (Fergus O'Connell). Kedua orang itu menggunakan sederhana sebagai hukum, bahkan merupakan ajaran moral yang sepatutnya dipatuhi, karena dari sanalah hakikat masalah bisa dilihat. Ibaratnya, sederhana adalah atom, inti sesuatu—minus penemuan bahwa atom pun ternyata masih punya unsur lagi.
Arvan Pradiansyah dengan tegas menyatakan bahwa sederhana ialah kemampuan menemukan inti masalah; sementara Fergus O'Connell--terutama dalam konteks kerja dan karir--menekankan bahwa yang pertama-tama harus dilakukan untuk bekerja cerdas ialah orang harus menemukan cara kerja paling sederhana. Menurut Tujuh Hukum Bahagia Arvan, sederhana merupakan poin ketiga rahasia mencapai hidup bahagia. Penulis lain, Jack Foster dalam buku Ideaship juga mengamini pendirian seperti itu, baik dalam konteks karir maupun kepuasan pribadi.

Di dunia seni, ada aliran kubisme dan abstrak ekspresionisme yang sangat menjunjung luhur-luhur makna sederhana. Bagi penganutnya, alam ini bisa diabstraksi menjadi garis, bujur sangkar, lingkaran, segi tiga, dan bentuk-bentuk dasar lain, sehingga itulah yang mereka geluti. Bila kita perhatikan dari lukisan Pablo Picasso atau Piet Mondrian, bentuk-bentuk dasar itu begitu dominan, meski setelah jadi, di tangan mereka lukisan itu menjadisesuatu yang kompleks, harmonis, sekaligus kabur dan penuh luapan perasaan.

Di dunia arsitektur (Ludwig Mies van der Rohe) dan sastra (Robert Browning) sama-sama punya adagium yang membuat mereka begitu terkemuka, yaitu: Less is more (sedikit itu lebih bagus.) Di ranah ekonomi juga begitu; E. F. Schumacher (1911 - 1977), pemikir ekonomi Inggris kelahiran Jerman, sangat sering dikutip pemikir ekonomi Indonesia karena menulis buku dengan judul sangat provokatif: Small is Beautiful (kecil itu indah.)

Di dunia gerakan, filsafat, apalagi agama, begitu banyak orang yang mati-matian menekankan pentingnya sederhana. Perhatikan gerakan sederhana dan damai yang dilakukan Gandhi, Martin Luther King, Jr., Mandela, Aung San Suu Kyi, juga Lech Walesa. Jangan lupa juga dengan tokoh bersahaja yang datang lebih dulu: Henry David Thoreau, Isa Al-Masih, Francis Assisi, dan lain-lain. Orang Muslim biasanya suka mengagung-agungkan kesederhanaan pahlawan mereka--antara lain Muhammd Saw, Ali bin Abi Thalib, Imam Khomeini, dan sekarang Ahmed Dinejad--sebagai orang yang betul-betul sederhana.

Sekarang, anggaplah kita beriktikad kuat mau melakukan hal serupa karena kita sudah lama terpesona oleh kesederhanaan. Apa yang seharusnya kita lakukan?

Pertama-tama, mungkin kita langsung berpendapat bahwa sederhana berbeda dengan miskin. Baiklah, saya setuju. Semua orang yang paling kaya pun konon bisa sederhana--katakanlah seperti Warren Buffett. Boleh jadi pendapat kita tentang sederhana sebenarnya menunjukkan bahwa kita keberatan dengan hidup sederhana versi Isa Al-masih dan Gandhi. Kita ingin sederhana versi Buffett atau Bill Gates. Kita ingin sederhana yang kaya, bukan sederhana yang kere. Kita ingin meneladani sederhana yang mungkin lebih tepat dan kontekstual dengan dunia kini yang berkembang karena kapitalisme dan diikuti budaya konsumerisme.
Jadi, silakan definisikan sederhana Anda masing-masing, biar nanti kita bisa melanjutkan diskusi.

Saya sendiri masih sulit mendefinisikan dengan persis sederhana yang ideal. Meski saya beriktikad sederhana, toh saya gagal berhenti mengumpulkan banyak barang yang boleh jadi tak saya butuhkan. Saya punya masih puluhan kaset, CD, bahkan ribuan buku, belasan potong baju dan celana. Dari sisi itu saja, saya jelas tidak sederhana, alias berlebihan. Untuk apa saya punya puluhan kaset, bila sebenarnya saya tidak menyetel kaset itu tiap saat? Untuk apa saya punya belasan potong baju dan celana, padahal kita bisa cukup punya 2 potong baju dan celana? Yaitu satu dipakai dan satunya lagi jadi cadangan? Kenapa harus punya cadangan belasan potong?

Dalam beberapa hal barangkali saya boleh dibilang sederhana. Misalnya, saya punya satu istri. Itu masih cukup. Kacamata saya juga cuma satu. HP saya satu, begitu juga dengan rumah, televisi, rapido, earphone, dan kulkas. Dulu saya punya cd player dan walkman; tapi sekarang sudah dijual. Dulu saya hanya punya satu flash disk; tapi akhirnya dihadiahi 2 flash disk oleh dua institusi, kini saya jadi punya tiga.

Karena tidak punya mobil, motor dan ipod; bolehkah saya mengklaim diri saya sederhana? Mungkin Anda langsung protes, eits, tunggu dulu.

Ternyata dengan contoh saya saja, sungguh sulit menyatakan dan melakoni hidup sederhana. Bila saya bersikeras mengatakan hidup sederhana dengan makan di warteg murahan, mungkin orang-orang akan tertawa sinis. Itu bukan sederhana, itu pelit dan cari penyakit. Perhatikan dong bahan makanannya, cara memasaknya, zat-zat yang digunakannya, kualitas bumbu yang mereka cecerkan. Alih-alih sederhana, kamu akan lebih cepat mati dan penyakitan.
Setahu saya, orang sederhana nggak takut mati.

Bila tiba waktunya--entah karena sudah waktunya atau karena jotosan preman--orang pasti melepas nyawa.

Kini ibu-ibu pada ramai menggunakan bahan makanan organik, yang menurut saya harganya lebih mahal. Kalau saya bilang, sederhana saja, pilihlah yang lebih murah, mereka akan berkata sengit: "Yang organik itu lebih sehat, akan bikin kita lebih panjang umur, tambah fit, mencegah penyakit, dan segudang khasiat lain." Segera saya bingung, bukankah yang sederhana itu lebih baik? Kalau kamu ditakdirkan sehat dan panjang umur, mungkin dengan makan akar-akaran dari hutan juga kamu tetap sehat wal afiat.

Kegagalan melaksanakan hidup sederhana membuat saya berani menyatakan bahwa saya mengidap penyakit bernama: Didera Serba Kekurangan (DSK), dan entah bagaimana cara menyembuhkan atau menerapinya. Saya bahkan menganggap gejala penyakit ini malah harus dimaklumi alih-alih diperiksa. Buktinya ialah bahwa saya ternyata lebih bersemangat mengejar kekurangan tersebut, alih-alih mengurangi kebutuhan atau meminimalkan maupun terus-terus berperilaku dan memilih hidup bersahaja.

Katakanlah saya ingin merayakan satu dekade pernikahan dan ingin melangsungkannya dengan sederhana; apa yang seharusnya saya lakukan? Merayakan syukuran sendiri, dengan doa, atau memilih mengajak anak-istri ke warteg paling murahan di dekat rumah, atau ke restoran eksklusif yang hanya dikunjungi bila keuangan kita berlebihan atau pikiran sedang nggak waras? Semua jawaban tampak salah.

Semua orang saya yakin akan bilang, "Sederhana itu tidak berarti kamu harus merayakan hari pernikahan di warteg. Pilihan di restoran steak terkemuka malah lebih baik, karena itu hari istimewa kamu! Kalau kamu merayakan di warteg, ketahuan betapa pelit kamu pada keluarga!" Entah kenapa jawaban itu membuat saya merasa gagal jadi orang sederhana. Saya pikir, apa bedanya makan di warteg dan restoran, kalau kita bisa merasakan nikmat dan kenyang dengan kualitas setara? Orang-orang yang tahu apa arti bahan makanan bagi tubuh dan selera jelas menolak jawaban ini.

Iktikad hidup sederhana makin tambah runyam, mendapat tantangan dan ledekan karena kita kini mengenal hasrat bernama konsumerisme. Baru-baru ini saya sekeluarga membela terus-menerus belanja di satu pasar swalayan karena bila belanja dengan nilai tertentu akan mendapat satu kupon yang setelah berjumlah 45 lembar bisa ditukar dengan boneka anjing atau kucing. Bayangkan! Hancur sudah niat sederhana saya karena menuruti iming-iming konsumerisme. Saya membelanjakan uang bukan demi kebutuhan yang benar-benar sulit dihindari, melainkan karena ada pamrih lain di sana. Ternyata cukup mudah menipu keinginan massa. Kelakuan saya itu persis Ilalang (anak saya) yang selalu mengambil snack atau barang lain disertai hadiah di dalamnya.

Karena sederhana beda-beda bentuknya, kita akhirnya bingung akan memilih model mana atau akan membentuk sendiri citra sederhana seperti apa; dan akibatnya sederhana itu makin jauh dari diri kita, makin sulit diikuti, dan perlahan-lahan gantinya kita dipeluk makin erat oleh kebutuhan yang makin banyak dan menumpuk. Kata Arvan, kita makin kerepotan oleh hal remeh-temeh, tetek-bengek, trivia, alih-alih mencari yang hakikat. Persoalannya, bagaimana kita bisa menemukan yang hakikat bila kita kehilangan tujuan dan persoalan yang sebenarnya? Lama-lama sederhana menjadi sesuatu yang eksotik; ia indah, ideal, tapi terlalu jauh dan sukar untuk diraih dan dilaksanakan. Kenapa? Karena kita menganggap sederhana itu terlalu jauh dan sulit berkompromi dengan sebagian besar aspek hidup kita.

Akibatnya bisa diduga: gerakan hidup sederhana yang sejati kehilangan penganut, atau pelakunya terlalu sederhana untuk jadi orang terkemuka dan jadi panutan. Orang-orang yang boleh jadi sudah cukup kaya--katakanlah saya--masih saja mengeluh kekurangan, berkampanye hidup sederhana tetapi sulit membedakan mana hawa nafsu dan mana memenuhi kebutuhan paling dasar. Habis dia ketakutan bahwa hidup sederhana akan menghalanginya bisa menikmati espresso dan kopi Aroma.

Sederhana mungkin makin sulit berkenan di hati kita semua, apalagi sekarang orang senantiasa menargetkan segala hal serba luar biasa, grandiose, harus semakin hebat. Cobalah kalau perusahaan tempat Anda menargetkan misi makin sederhana dan bos Anda meminta capaian lebih sederhana; mungkin Anda akan segera merasa masuk tempat ibadah, tempat para penceramah tiap Jumat atau Minggu meminta orang hidup tambah sederhana, jangan sampai terlena dunia, bersedekah lebih banyak--biar amplop yang dia terima tambah tebal. (Aih, Wartax, kayaknya kamu mudah berburuk sangka!)

Ternyata sederhana beda-beda bentuknya, walaupun hakikatnya boleh jadi sama. Cerita-cerita hikmah tentang sederhana bisa berwujud sesuatu yang mengejutkan kita. Orang silakan saja bilang tentang gaya hidup sederhana namun toh itu tak menghalanginya menyelenggarakan perkawinan anaknya dengan biaya milyaran rupiah. Dengan begitu, sederhana seorang pejabat tinggi negara jelas beda dengan sederhana seorang pekerja out source; meskipun mereka sama-sama bisa berangkat kerja dengan sepeda atau jalan kaki. Baiklah, asal hakikatnya mereka temukan bersama.

Kalau Anda membuka pintu rumah saya dan mendapati ruang tamu kami melompong tanpa meja-kursi--diganti hanya hamparan karpet abjad--mungkin Anda akan terkesan betapa sederhana rumah kami, sampai beberapa tamu terus-terusan berdiri karena merasa bingung harus duduk bagaimana. Boleh jadi kami sedang mempraktikkan less is more atau mode interior dengan furnitur minimalis; meski kenyataannya kami masih saja gagal mencari perabot yang pas, baik dengan bujet maupun kecilnya ruangan. Bandingkan bila Anda masuk ke Rumah Buku, tempat di sana terdapat sejumlah rak yang asli hanya berupa tumpukan batu-bata mengapit bilah papan (contoh gambar ada di halaman situs mereka), tanpa plesteran. Sangat sederhana dan alamiah.

Lantas bandingkan dengan mode interior minimalis yang mungkin jadi pilihan kantor Anda atau rumah kenalan Anda, yang malah memancarkan sifat mewah, mahal, elegan namun tak terjangkau oleh orang dengan penghasilan sederhana. Anda masih mau bersikukuh bahwa itu semua benar-benar bentuk hidup sederhana? Ayolah, Anda harus berani bilang bahwa itu sudah melewati kodrat kesederhanaan, itu sudah berlebihan. Itu adalah bentuk "usaha keras agar sederhana" yang hasilnya justru luapan kemewahan berbalut pemborosan.

Begitu dengan para politisi kita yang sedang kampanye ingin terpilih jadi anggota DPR-RI/D maupun pemimpin pemerintahan. Bagaimana cara kita--orang-orang yang terkadang terlampau sengit memandang politik--meminta agar sederhana di tengah tuntutan belanja kampanye yang begitu mahal? Bagaimana memberi esensi sederhana pada mereka? Kalau esensi menjadi politisi ialah bernegosiasi dengan orang jahat, memelihara perdamaian; maukah mereka mengalihkan dana kampanye yang jelas nggak tersalurkan pada orang miskin dan papa, untuk kesejahteraan sosial bersama-sama? Mari kita tantang mereka: Maukah kamu membagikan dana kampanye itu buat membangun fasilitas umum, membersihkan poster-poster dan spanduk vandal yang mereka pasang sendiri, yang mengotori tempat di mana-mana dan jadi sampah?

Akhirnya kita capek diskusi tentang sederhana, sebab munculnya malah debat seperti apa sederhana itu. Kita menyaksikan menemukan atau merumuskan sederhana ternyata persoalan besar; padahal boleh jadi kita tahu persis arti sederhana dalam persoalan ini. Kita cukup yakin bahwa sederhana bisa meningkatkan kualitas hidup, mengantarkan kita pada sesuatu yang lebih hakiki. Bahkan cukup yakin, siapa tahu sederhana mampu menghapus perbedaan yang terlalu mencolok antara orang kaya dan miskin, gaji yang begitu besar dan orang ngos-ngosan. Mungkin sederhana bisa menghilangkan rumah mewah, apartemen eksklusif, hotel berbintang sekaligus menghilangkan kawasan kumuh, slum, miskin, kotor, dan menjijikkan. Mungkin sederhana bisa mengurungkan niat orang bikin vila di pinggir pantai atau ujung tebing gunung perawan, dan mengalihkannya bagi gelandangan. Kalau sistem ekonomi kita sederhana, tentu perusahaan raksasa tak perlu menjalankan CSR, sebab mereka sudah bisa dengan waras membagi penghasilan kepada kaum miskin.

Hidup sederhana menghasilkan orang seperti Muhammad Yunus, film Not One Less, lagu Yellow, lukisan abstrak ekspresionisme, orang yang memilih sendal jepit. Bahkan mungkin, teknologi canggih yang kita gunakan muncul dari ide sederhana. Bahkan lahir puisi karya Sapardi Djoko Damono dengan bait pertama sangat kuat: "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana."

Sederhana itu sublim.
Kalau begitu, memang tugas kita harus menemukan sederhana sendiri-sendiri, yakni sederhana yang polos, meskipun boleh jadi tricky.[]

Senin, 04 Mei 2009

IMAN ITU HARUS DIJAGA!

IMAN ITU HARUS DIJAGA!
(ORANG YANG BERIMAN ITU HARUS BERHATI-HATI!)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Sesungguhnya Allah hanya akan melihat amal-amal kita, jika semua amal-amal tersebut hanya kita ikhlaskan kepada-Nya (bukan karena riya kepada manusia). Hal ini hanya bisa kita capai jika kita benar-benar bisa menjaga kemurnian iman kita (tidak mencampur-adukkan antara iman dengan kezaliman/syirik). “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al An’aam. 82).

Saudaraku…,
Jika kita tidak bisa menjaga kemurnian iman kita, maka akan sia-sialah semua amal perbuatan kita. ”… Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al Baqarah. 264).

Saudaraku…,
Dalam surat Al Anfaal Allah telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”, (QS. Al Anfaal. 2).

Sedangkan dalam surat Al Ahzab Allah juga telah berfirman: “Dan tatkala orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan”. (QS. Al Ahzab. 22).

Saudaraku…,
Dari surat Al Anfaal ayat 2 tersebut diperoleh keterangan bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman itu apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, akan bertambahlah iman mereka karenanya. Sedangkan dalam surat Al Ahzab ayat 22 juga menunjukkan bahwa iman seseorang bisa bertambah. Nah..., jika iman seseorang bisa bertambah, tentunya hal ini juga menunjukkan bahwa iman seseorang itu juga bisa menurun pada kondisi yang lain. Bahkan (jika tidak berhati-hati) seseorang bisa saja benar-benar telah meninggalkan Allah, yaitu ketika imannya benar-benar telah hilang hingga menuju kepada kekafiran (na’udzubillahi mindzalika).

Oleh karena itu, kita harus selalu berhati-hati. Jangan sampai iman kita terus menurun hingga kita semakin menjauh dari Allah. Ingatlah, bahwa sesungguhnya syaitan itu akan selalu berupaya untuk mendatangi kita dari segala arah, dalam upayanya untuk menyesatkan kita sebagaimana keterangan dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 16-17 berikut ini: “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at)”. (QS. Al A’raaf. 16-17).

Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 39-40, diperoleh keterangan sebagai berikut: ”Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”, (QS. Al Hijr. 39). ”kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis* di antara mereka". (QS. Al Hijr. 40). *) Yang dimaksud dengan “mukhlis” ialah orang-orang yang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah.

Saudaraku…,
Disamping kita harus senantiasa berhati-hati agar jangan sampai iman kita terus menurun hingga kita semakin menjauh dari Allah, pada saat yang sama kita juga harus senantiasa berusaha untuk memperkuat tingkat keimanan kita. Sering-seringlah membaca kalimah "La ilaha illallah". Semoga Allah meneguhkan keimanan kita hingga ajal menjemput kita! Dan semoga kelak kita dapat menggapai "khusnul khotimah". Amin!!!

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik* seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”, (QS. Ibrahim. 24). *) Termasuk dalam “kalimat yang baik” ialah kalimat tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. Kalimat tauhid seperti kalimat “laa ilaaha illallaah”.

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh* itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. Ibrahim. 27). *) Maksudnya ialah: kalimatuth thoyyibah seperti yang disebutkan dalam QS. Ibrahim ayat 24 di atas. Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat!

Minggu, 03 Mei 2009

MENYIKSA DIRI

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Mas Fulan adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan besar di kota Surabaya. Meskipun Mas Fulan bekerja di sebuah perusahaan besar, namun sebenarnya gajinya tidaklah terlalu besar. Maklum, posisinya di perusahaan tersebut hanyalah pegawai rendahan saja.

Meskipun demikian, di kampung halamannya, Mas Fulan selalu bercerita bahwa dia telah sukses diterima dan bekerja di sebuah perusahaan besar di kota Surabaya dengan gaji yang besar pula.

Untuk meyakinkan bahwa Mas Fulan benar-benar telah sukses berkarier di kota Surabaya (kota terbesar kedua di negeri ini), maka Mas Fulan telah memaksakan diri untuk membeli mobil dengan cara kredit, meskipun belum mempunyai rumah. Dengan membawa mobil setiap pulang kampung, Mas Fulan benar-benar dapat mencitrakan dirinya sebagai orang yang sukses.

Namun pada kehidupan nyata yang dia alami di kota Surabaya, sebenarnya Mas Fulan sangatlah menderita. Dengan beban cicilan / angsuran kredit mobilnya, maka gaji Mas Fulan tinggal tersisa sedikit saja. Dengan beban hidup yang semakin berat, sementara kariernya juga tak kunjung meningkat, pada akhirnya Mas Fulan sudah tidak mampu lagi untuk membayar cicilan / angsuran kredit mobilnya. Sehingga terpaksa Mas Fulan harus menjual mobil kesayangannya tersebut.

Meskipun demikian, di kampung halamannya Mas Fulan tetap bercerita bahwa dia telah sukses bekerja di sebuah perusahaan besar di kota Surabaya dengan gaji yang besar pula. Untuk menutupi kebohongannya, mulai saat itu terpaksa Mas Fulan harus menyewa mobil setiap kali dia pulang kampung karena mobil kesayangannya telah terjual.

Ternyata permasalahan tidak berhenti di sini saja. Ketika Mas Fulan mendapat berita bahwa saudaranya hendak berkunjung ke Surabaya dan menginap di rumah kontrakannya selama beberapa hari, terpaksa Mas Fulan harus menyewa mobil selama saudaranya berada di Surabaya. Hal ini harus Mas Fulan lakukan demi menjaga citranya sebagai orang yang sukses.

Demikianlah keadaan Mas Fulan. Hanya karena ingin menjaga citranya sebagai orang yang sukses, maka Mas Fulan harus hidup dalam kepura-puraan. Mas Fulan harus senantiasa hidup dalam kebohongan. Dan untuk itu semua, seringkali Mas Fulan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sesungguhnya tanpa disadari, Mas Fulan ini benar-benar telah menyiksa diri.

Seandainya sejak awal Mas Fulan bercerita apa adanya, tentunya hal ini akan lebih baik. Karena dia tidak perlu sampai menyiksa diri hanya untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.

Ya… Tuhan kami,
Berilah kekuatan kepada kami, sehingga kami benar-benar dapat ridha dengan apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Cukuplah Engkau bagi kami. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang hanya berharap kepada Engkau. Semoga Engkau berikan karunia-Mu kepada kami. Amin!

وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوْاْ مَا آتَاهُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللهُ سَيُؤْتِينَا اللّهُ مِن فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللهِ رَاغِبُونَ ﴿٥٩﴾
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At Taubah. 59).

Semoga bermanfaat!

NB.
Mas Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Sabtu, 02 Mei 2009

KEMBALI KEPADA-NYA

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Masih terbayang dalam ingatan kita, masa-masa ketika kita masih SMA dahulu. Dan kini, setelah sekian tahun masa-masa indah itu kita tinggalkan, ternyata begitu banyak hal/peristiwa yang (mungkin) tidak pernah kita sangka sebelumnya.

Ternyata hidup ini penuh misteri. Yang dahulu semasa SMA saling membenci, tidak tahunya malah menjadi suami istri. Yang dahulu sangat berkuasa, sekarang malah menjadi bawahan. Yang dahulu kaya raya, tidak tahunya sekarang malah jatuh miskin. Ada juga yang dahulu sukses dalam sekolah, sekarang malah semakin sukses di dunia kerja.

Demikian seterusnya, setelah sekian lama tidak berjumpa, ternyata banyak hal yang tidak terduga sebelumnya. Ternyata begitu banyak peristiwa yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Namun yang pasti, tiap-tiap kita akan mati dan pada akhirnya kita semua akan dikembalikan kepada-Nya. “Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka”, (QS. Al Ghaasyiyah. 25). ”Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali-(mu)”. (QS. Al ‘Alaq. 8). “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. Al An’aam. 60). Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kita semua untuk menjaga diri dari segala kesesatan.


“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al Maa-idah. 105).

“Hanya kepada-Nyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka”. (QS. Yunus. 4).

“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk)”. (QS. An Nuur. 42).

“Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)-nya kembali; kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. Ar Ruum. 11).

“Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk)”. (QS. Al Mu’min. 3).

Semoga bermanfaat!

Jumat, 01 Mei 2009

BERTETANGGA

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Setelah sekian puluh tahun tidak pernah bertemu (selepas lulus dari SMAN 1 Blitar), Mas Fulan secara tidak sengaja dapat bertatap muka dengan Mas Nafil (sahabatnya ketika masih SMA dahulu) dalam suatu acara yang dihadiri oleh keduanya.

Disela-sela acara, Mas Nafil bercerita bahwa saat ini dia tinggal di Surabaya, bertetangga dengan ‘Mbak Fulanah. Bahkan beberapa tahun sebelumnya, Mas Nafil telah menikah dengan ‘Mbak Nafilah. ‘Mbak Fulanah dan ‘Mbak Nafilah adalah juga teman sekolah semasa masih di SMAN 1 Blitar dahulu.

Mendengar penuturan dari Mas Nafil, Mas Fulan benar-benar terperanjat. Mas Fulan benar-benar tidak menyangka, bahwa Mas Nafil akan hidup bertetangga dengan ’Mbak Fulanah, apalagi hidup serumah dengan ’Mbak Nafilah.
Kepada Mas Nafil, Mas Fulan mengatakan: ”Kadang benar-benar ’nggak disangka. Setelah sekian puluh tahun, ternyata akhirnya kita hidup bertetangga, berkaitan dalam pekerjaan, atau bahkan hidup serumah... sekamar! Dunia memang sempit”.
Mas Nafil-pun menimpali pernyatakan dari Mas Fulan: ”Aku sendiri juga tidak menyangka jika harus bertetangga dengan ’Mbak Fulanah, apalagi hidup serumah (bahkan sering sekamar, he... he...) dengan ’Mbak Nafilah”.

Kepada Mas Fulan, Mas Nafil juga mengatakan: ”Memang, ternyata hidup ini penuh misteri. Namun yang pasti, tiap-tiap kita akan mati dan pada akhirnya, kita semua akan dikembalikan kepada-Nya”.

Yah..., tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan Allah akan menguji kita dengan keburukan dan kebaikan. Hingga akhirnya, kita semua akan dikembalikan kepada-Nya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al Qur’an berikut ini: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al Anbiyaa’. 35).

Semoga bermanfaat.

NB.
Mas Fulan, Mas Nafil, ‘Mbak Fulanah serta ‘Mbak Nafilah pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞