بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Senin, 05 Januari 2015

TIDAK ADA PAKSAAN UNTUK MEMELUK AGAMA ISLAM



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kebenaran itu datangnya dari Allah SWT. Maka barangsiapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman. Dan barangsiapa yang ingin kafir, silahkan ia kafir!

وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَاءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا ﴿٢٩﴾
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al Kahfi. 29).

Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Al Qur'an itu adalah sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil. Tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, karena Al Qur'an itu benar-benar diturunkan dari Allah SWT., Tuhan semesta alam.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ...﴿١٨٥﴾
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) ...” (QS. Al Baqarah. 185).

وَمَا كَانَ هَـذَا الْقُرْآنُ أَن يُفْتَرَى مِن دُونِ اللهِ وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لاَ رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٣٧﴾
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya: Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Qur’an itu pula.

Saudaraku…,
Ketahuilah pula, bahwa sesungguhnya Kitab Suci Al Qur'an itu adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia.

هَـذَا بَلَاغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ وَلِيَعْلَمُواْ أَنَّمَا هُوَ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ ﴿٥٢﴾
“(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).

Lebih dari itu, sesungguhnya agama Islam itu sendiri adalah agama yang benar-benar sempurna dimana semua problematika kehidupan ini telah diatur di dalamnya. Islam menjadi agama yang sempurna karena Allah telah menyempurnakannya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Maa-idah pada bagian akhir dari ayat 3 berikut ini:

... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا ... ﴿٣﴾
“… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ...”. (QS. Al Maa-idah. 3).

Saudaraku…,
Karena Allah telah menurunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil, ditambah dengan kesempurnaan yang ada dalam agama Islam (yang mana hal ini tidak akan pernah kita temukan pada agama yang lain), maka sebenarnya telah jelas-lah jalan yang benar daripada jalan yang sesat.

... قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ ... ﴿٢٥٦﴾
“... sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat ...”. (QS. Al Baqarah: 256).

Maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir. Jadi, tidak ada paksaan sedikitpun untuk memasuki/memeluk agama Islam (artinya keputusan sepenuhnya ada pada diri manusia sendiri).

... فَمَن شَاءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ... ﴿٢٩﴾
“... maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir ...". (QS. Al Kahfi. 29).

لَآ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ... ﴿٢٥٦﴾
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); ...”. (QS. Al Baqarah: 256).

Bisa dibayangkan, seandainya Allah telah memaksa seseorang untuk tidak beriman kepada-Nya kemudian pada akhirnya Allah menghukumnya pula di neraka nantinya, maka tentulah Allah benar-benar tidak adil dalam hal ini.

Subhanallah,
Maha Suci Allah dari sifat yang demikian!

Saudaraku…,
Tidak mungkin bagi Allah untuk berbuat demikian. Karena bagi siapa saja yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap dalam keadaan beriman, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kecuali bagi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Na’udzubillahi mindzalika!).

مَن كَفَرَ بِاللهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (QS. An Nahl. 106)

... إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٧٣﴾
“... Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Baqarah. 173).

Lebih dari itu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak akan meng`azab sebelum Allah mengutus seorang rasul.

... وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا ﴿١٥﴾
“..., dan Kami tidak akan meng`azab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS. Al Israa’. 15).

-----

Ya… Tuhan kami,
Tunjukilah kami, sehingga kami senantiasa dapat menjaga cahaya kebenaran ini setelah pengetahuan datang kepada kami hingga akhir hayat kami.

... رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
"... Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At Tahrim. 8).

رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنزَلَتْ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ ﴿٥٣﴾
“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". (QS. Ali ‘Imran. 53).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berdo’a:

وَيَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِك. (رواه الترمذى)   
“Wahai Dzat Yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. At-Tirmidzi).

Semoga bermanfaat.

NB.
Batasan terpaksa sebagaimana penjelasan surat An Nahl ayat 106 di atas adalah jika sampai mengancam jiwa kita. (Wallahu a'lam).


Sabtu, 03 Januari 2015

KETIKA PUJIAN DATANG MENYAPA



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa ketika ada orang lain sedang memuji kita, maka hal itu terjadi karena mereka belum mengetahui kelemahan kita. Dengan kata lain, karena pada saat itu Allah SWT. sedang menutupi kelemahan kita. Hal itu menunjukkan bahwa orang yang memuji kita tersebut pada dasarnya tidak mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya. Karena orang yang memuji kita tersebut pada dasarnya hanyalah menduga-duga saja terhadap apa yang tampak dari diri kita.

Dengan demikian jika kita menikmati pujian orang lain, berarti kita sudah bersikap tidak jujur kepada diri kita sendiri. Karena tanpa kita sadari, kita telah membenarkan apa yang telah dikatakannya. Padahal tidak ada satupun diantara kita yang bersih dari perbuatan maksiat, tidak ada satupun diantara kita yang mampu untuk terus menerus menjaga kebersihan hati kita serta tidak ada satupun diantara kita yang mampu untuk terus menerus menjaga ketundukan hawa nafsu kita pada bimbingan Allah SWT. Sehingga wajar jika ada ungkapan dalam Bahasa Arab: “Al-insaanu mahallu al-khatha’ wa an-nisyaan” yang artinya adalah bahwa “manusia itu tempatnya salah dan lupa”.

Kecuali para nabi dan rasul saja yang ma’shum. Mereka para nabi dan rasul itu pasti ma’shum (terpelihara dari dosa / kemaksiatan / kesalahan / kekhilafan). Sebab jika para nabi dan rasul tidak ma’shum (dalam hal penyampaian risalah), maka rusaklah nilai kenabian dan kerasulan secara keseluruhan karena risalah yang seharusnya berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang lurus, telah menyimpang. Hal ini juga berarti: Allah telah membiarkan para utusannya untuk menyesatkan umat manusia. (Subhanallah, Maha Suci Allah dari sifat yang demikian!).

Saudaraku…,
Al Qur'an telah menjelaskan bahwa segala apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak lain adalah wahyu semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkata-kata tidaklah mengikuti hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada Beliau.

قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" (QS. Al Anbiyaa’. 45).

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى ﴿١﴾ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى ﴿٢﴾ وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ﴿٤﴾ عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى ﴿٥﴾ ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى ﴿٦﴾
(1) “Demi bintang ketika terbenam”, (2) “ kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru”, (3) “dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya”. (4) “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”, (5) “yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat”, (6) “Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli”. (QS. Najm. 1 – 6).

Saudaraku…,
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa seharusnya pujian itu malah menjadikan diri kita malu karena mereka (orang yang memuji kita) telah menyangka sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri kita. Sehingga menikmati pujian akan sama saja dengan menikmati sesuatu yang tidak ada pada diri kita, dengan kata lain kita sudah berbuat bohong pada diri kita sendiri. (Na’udzubillahi mindzalika!).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حُبُّ الثَّنَاءِ مِنَ النَّاسِ يُعْمِى وَيُصِيْمُ (رواه الديلمى)
"Menyukai sanjungan dan pujian dari manusia membuat orang buta dan tuli." (HR. Ad-Dailami).

Saudaraku…,
Disamping hal itu, ada yang lebih berbahaya dari menikmati pujian. Jika kita terlanjur menikmati pujian (bahkan membenarkan apa yang telah dikatakannya), maka hal ini justru bisa membuat kita terpenjara oleh pujian itu. Misal: kita telah menikmati/membenarkan pujian orang yang telah memuji kita sebagai orang yang dermawan. Maka hal ini bisa membuat kita terus menjaga citra kita sebagai orang yang dermawan. Sehingga sedekah yang senantiasa kita lakukan, tiada lain hanyalah agar tetap mendapat pujian agar citra kita sebagai orang dermawan dapat tetap terjaga. (Na’udzubillahi mindzalika!).

Jika ini yang kita lakukan, maka jelas akan menghilangkan rasa keikhlasan kita dalam beramal. Karena dalam beramal kita akan lebih mengutamakan pujian orang, sehingga sudah tidak murni untuk Allah lagi. Padahal hanya amalan yang kita niatkan karena Allah saja yang bisa membuahkan pahala. Sedangkan jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, maka akan rusaklah amalan kita tersebut. Artinya kita tidak akan beroleh apapun dari sedekah yang kita lakukan. (Na’udzubillahi mindzalika!).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَا تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَّا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ ﴿٢٦٤﴾
”Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al Baqarah. 264).

Lebih dari itu semua, bahwa sesungguhnya segala pujian itu hanyalah untuk-Nya.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٢﴾
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam". (Al Qur’an surat Al Faatihah ayat 2).

Saudaraku…,
Kalaupun kita “punya kelebihan”, maka sesungguhnya kelebihan itu adalah sekedar titipan Allah SWT. Karena semua yang ada di langit dan di bumi ini serta segala apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, semuanya adalah milik Allah SWT, tak terkecuali segala “kelebihan” yang yang ada pada diri kita tersebut. Oleh karena itu, janganlah kita mengingkari kenyataan ini. Perhatikan penjelasan Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 126 serta surat Maryam ayat 64 berikut ini:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُّحِيطًا ﴿١٢٦﴾
“Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (QS. An Nisaa’. 126).

وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ﴿٦٤﴾
“Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa”. (QS. Maryam. 64).

Saudaraku…,
Dengan mengakui bahwa semuanya adalah milik Allah, maka terhadap kelebihan apapun yang mungkin ada pada diri kita, tentunya tidak ada sedikitpun alasan/kesempatan bagi kita untuk merasa berhak mendapatkan pujian. Karena sesungguhnya semuanya itu adalah milik-Nya semata, maka segala pujian itu juga hanya untuk-Nya. Sedangkan kita hanyalah insan yang lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa tanpa pertolongan-Nya, tanpa nikmat yang datang dari-Nya.

... وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفًا ﴿٢٨﴾
“..., dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS. An Nisaa’. 28).

Lalu bagaimana halnya jika kita mendapati orang lain sedang memuji kita? Sementara kita tidak bisa menahan atas perbuatan yang bersangkutan? Tentunya hal ini tidak masalah. Yang penting kita jangan terjebak, jangan terkecoh, jangan terbelenggu dengan pujian yang tidak cocok untuk kita tersebut. (Wallahu a'lam).

Semoga bermanfaat.

Kamis, 01 Januari 2015

BELAJAR DARI KISAH NABI IBRAHIM AS DAN NABI ISMAIL AS



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa ketika Nabi Ibrahim AS belum juga dikaruniai putra di usia beliau yang semakin senja, beliaupun berdo’a memohon kepada Allah agar dianugerahkan kepadanya seorang anak yang termasuk orang-orang yang saleh dan Allah-pun mengabulkan mengabulkan do’a Nabi Ibrahim AS tersebut sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat Ash Shaffaat ayat 100 – 101 berikut ini:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ ﴿١٠٠﴾ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ﴿١٠١﴾
(100) "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (101) “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar”. (QS. Ash Shaffaat. 100 – 101).

Namun ketika putra yang dinanti tersebut telah tumbuh hingga mencapai usia tertentu sehingga dapat membantu beliau bekerja (menurut suatu pendapat bahwa umur putranya telah mencapai tujuh tahun, sedangkan menurut pendapat yang lain bahwa pada saat itu putra Nabi Ibrahim AS berusia tiga belas tahun – Tafsir Jalalain), Nabi Ibrahim AS malah mendapat perintah untuk menyembelihnya. Demikian penjelasan Al Qur’an surat Ash Shaffaat ayat 102 berikut ini:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; in sya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. Ash Shaffaat. 102).

Saudaraku…,
Satu hal yang harus kita ketahui adalah bahwa mimpi para nabi adalah mimpi yang benar dan semua pekerjaan/perbuatan mereka adalah berdasarkan perintah dari Allah SWT. Sehingga ketika Nabi Ibrahim AS berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”, maka ini adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah SWT.

Maka tatkala Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dari Allah SWT. untuk menyembelih putranya, beliaupun menyampaikannya kepada putranya supaya ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya. Mendengar hal itu, putra Nabi Ibrahim-pun menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; in sya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿١٠٣﴾
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya)”. (QS. Ash Shaffaat. 103).

“Tatkala keduanya telah berserah diri” artinya: tunduk dan patuh kepada perintah Allah SWT. “dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya”. Nabi Ismail AS dibaringkan pada salah satu pelipisnya (setiap manusia memiliki dua pelipis dan di antara keduanya terdapat jidat). Kejadian ini di Mina; kemudian Nabi Ibrahim AS menggorokkan pisau besarnya ke leher Nabi Ismail AS, akan tetapi berkat kekuasaan Allah pisau itu tidak mempan sedikitpun. (Tafsir Jalalain).

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾
(104) “Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim”, (105) “sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”. (106) “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata”. (107) “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash Shaffaat. 104 – 107).

“Dan Kami tebus anak itu”, maksudnya anaknya Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan untuk disembelih yaitu Nabi Ismail AS “dengan seekor sembelihan” yakni dengan domba “yang besar” dari surga, yaitu domba yang sama dengan domba yang dijadikan kurban oleh Habil (anaknya Nabi Adam AS). Domba itu dibawa oleh malaikat Jibril, lalu Nabi Ibrahim AS menyembelihnya seraya membaca takbir. (Tafsir Jalalain).

PELAJARAN YANG BISA KITA PETIK DARI KISAH INI

Saudaraku…,
Dari kisah di atas, nampak jelas betapa Nabi Ibrahim AS benar-benar tunduk patuh terhadap apapun yang datang dari-Nya, sekalipun perintah itu sangat berat dilaksanakan jika memperturutkan hawa nafsu (bagaimana tidak, ketika anak yang dinanti tersebut telah tumbuh hingga mencapai usia tertentu sehingga dapat membantu beliau bekerja, beliau malah diperintahkan untuk menyembelihnya).

Demikian pula halnya dengan tauladan yang telah diberikan oleh sang putra (yakni Nabi Ismail AS). Beliaupun dengan ikhlas menerima apapun ketentuan yang datang dari Allah. Bahkan beliau justru menyampaikan kepada Nabi Ibrahim AS agar tidak ragu-ragu dalam menjalankan perintah Allah tersebut.

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ ﴿١٠٨﴾ سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ﴿١٠٩﴾ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١١٠﴾ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ ﴿١١١﴾
(108) “Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”, (109) “(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". (110) “Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”. (111) “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman”. (QS. Ash Shaffaat. 108 – 111).

Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al An’aam ayat 162 – 163 berikut ini:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
(162) “Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, (163) “tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’aam. 162 – 163).

Ya, apapun yang kita lakukan (shalat kita, ibadah kita, hidup kita dan mati kita), semuanya hanyalah untuk Allah semata. Dan sebagai konsekuensi logis dari hal ini, bahwa apapun yang datang dari-Nya, maka sikap kita adalah:  سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا  (kami mendengar dan kami patuh). Artinya apapun yang datang dari-Nya, kita terima dan kita laksanakan apa adanya (seutuhnya) tanpa adanya tawar menawar sedikitpun, sebagaimana tauladan yang telah diberikan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada kisah di atas.

Allah SWT. berfirman dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 51:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: "Kami mendengar dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An Nuur. 51)

Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab ayat 36, Allah SWT. berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzaab. 36)

Semoga bermanfaat.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞