بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 01 November 2024

BENARKAH WANITA DALAM KEADAAN HAID TIDAK BOLEH MEMBACA AL QUR'AN YANG MUSHAFNYA CETAK KERTAS TETAPI DIBOLEHKAN MEMBACA DARI TABLET/DIGITAL?

 
Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang sahabat (staf pengajar/dosen senior di Universitas Trunojoyo Madura) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Pak Imron, saya mendengar ada penceramah yang mengatakan jika wanita dalam keadaan haid tidak boleh membaca Al Qur'an yang mushafnya cetak kertas tetapi dibolehkan membaca dari tablet/digital. Bukankah keduanya sama-sama Al Qur'an? Mohon penjelasannya, matur nuwun”.
 
Tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an kecuali sudah bersuci
 
Saudaraku,
Orang yang berhadats itu (baik hadats besar maupun hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur'an. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Waaqi’ah ayat 79 serta penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik (hadits no. 419) dan Daruquthni (hadits no. 432) berikut ini:
 
لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ ﴿٧٩﴾
Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (QS. Al Waaqi’ah. 79).
 
حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ أَنَّ فِي الْكِتَابِ الَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ أَنْ لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ
Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari [Abdullah bin Abu Bakr bin Hazm] bahwa di antara isi surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang beliau tulis untuk 'Amru bin Hazm adalah: “Tidak ada yang boleh menyentuh Al Qur'an kecuali yang telah bersuci”. (HR. Imam Malik, no. 419).
 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ , نا ابْنُ زَنْجُوَيْهِ , حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ , نا مَعْمَرٌ , عَنْ عَبْدِ اللهِ , وَمُحَمَّدٍ ابْنِي أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ , عَنْ أَبِيهِمَا , أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ كِتَابًا فِيهِ: وَلَا تَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرًا
Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ibnu Zanjuwaih mengabarkan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami, dari Abdullah dan Muhammad keduanya putra Abu Bakar bin Hazm, dari ayah mereka: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim sebuah surat, di dalamnya (disebutkan): “Dan tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang telah suci”. (HR. Daruquthni, no. 432).
 
Sebagai catatan, yang dimaksud dengan larangan di sini adalah larangan menyentuh mushaf secara langsung. Sedangkan jika menggunakan pembatas (selama pembatas tersebut bukan bagian dari mushaf seperti sampul), maka yang disentuh adalah pembatasnya dan bukan mushafnya sehingga boleh dilakukan. Misal, dengan menggunakan sarung tangan.
 
Hakikat membaca
 
Saudaraku,
Tidaklah disebut membaca kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir sehingga keluar suara walau hanya terdengar oleh orang yang membacanya saja. Sedangkan orang yang membaca dalam hatinya saja, tidaklah disebut qari' (orang yang membaca).
 
Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 595) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ جَمِيعًا عَنْ سُفْيَانَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. (رواه مسلم)
5.28/595. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Amru an-Naqid serta Ishaq bin Ibrahim semuanya dari Sufyan berkata Abu Bakar telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari az-Zuhri dari Mahmud bin ar-Rabi' dari Ubadah bin ash-Shamit menyatakan hadits tersebut marfu' kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam: “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca al-Faatihah”. (HR. Muslim).
 
Jika kita perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 595) di atas, maka yang dimaksud dengan membaca surat Al Faatihah adalah membaca tanpa melalui media apapun (membaca Al-Qur’an dengan hafalan).
 
Demikian pula dengan penjelasan hadits berikut ini, bahwa yang dimaksud dengan membaca surat Al Faatihah maupun surat-surat yang lainnya dalam Al Qur’an adalah membaca tanpa melalui media apapun (membaca Al-Qur’an dengan hafalan).
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: {إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ. ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَا ئِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ سْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا}. أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ وَلإِبْنِ مَاجَهْ بِإِسْنَادِ مُسْلِمٍ: {حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَائِمًا}.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap qiblat, lalu bertakbir, bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an, kemudian ruku’lah secara thuma’ninah, lalu bangkit sampai lurus berdiri, kemudian sujud sampai thuma’ninah, kemudian bangkit hingga duduk dengan thuma’ninah, kemudian sujud kembali hingga thuma’ninah, kemudian lakukanlah yang demikian itu pada shalatmu seluruhnya”. Dikeluarkan oleh tujuh dan ini lafadz Al Bukhari. Dan riwayat Ibnu Majah dengan sanad Muslim: “Hingga berdiri dengan thuma’ninah”. (Shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari (6251) dalam Al Istidzaan, Muslim (397) dalam Ash Shalaah, Abu Dawud (856) dalam Ash Shalaah, At Tirmidzi (303) dalam Abwaab Ash Shlaah, An Nasa’i (884), Ibnu Majah (1060) dalam Iqaamatush ash Shalaah was Sunnah fiha, Ahmad (9352). At Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih”).
 
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa tidaklah disebut membaca kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir sehingga keluar suara walau hanya terdengar oleh orang yang membacanya saja. Sedangkan orang yang membaca dalam hatinya saja, tidaklah disebut qari' (orang yang membaca).
 
Jadi haruslah ada suara yang keluar agar bisa disebut membaca. Dan itu tidak akan bisa terjadi kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir. Kecuali orang bisu, ia berudzur untuk melakukan itu. Cukuplah baginya beramal sesuai kemampuannya dan berusaha keras sehingga ia tahu telah sampai pada yang dimaksudnya.
 
Karena apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kita suatu perkara maka beliau hanya memerintahkan kita untuk menunaikannya semampu kita. Demikian penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada hadits no. 6744 berikut ini:
 
فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه البخارى) 
“Maka jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhi dia, dan apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka tunaikanlah semampu kalian.” (HR. Al-Bukhari, no. 6744)
 
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 6744) selengkapnya adalah sebagai berikut:
 
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه البخارى)
76.19/6744. Telah menceritakan kepada kami Ismail Telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka. Maka jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhi dia, dan apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka tunaikanlah semampu kalian”. (HR. Bukhari).
 
Boleh membaca Al Qur’an dalam keadaan tidak bersuci
 
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 177) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ مَخْرَمَةَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ بَاتَ لَيْلَةً عِنْدَ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ خَالَتُهُ فَاضْطَجَعْتُ فِي عَرْضِ الْوِسَادَةِ وَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْلُهُ فِي طُولِهَا فَنَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا انْتَصَفَ اللَّيْلُ أَوْ قَبْلَهُ بِقَلِيلٍ أَوْ بَعْدَهُ بِقَلِيلٍ اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ ثُمَّ قَرَأَ الْعَشْرَ الْآيَاتِ الْخَوَاتِمَ مِنْ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ ثُمَّ قَامَ إِلَى شَنٍّ مُعَلَّقَةٍ فَتَوَضَّأَ مِنْهَا فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقُمْتُ فَصَنَعْتُ مِثْلَ مَا صَنَعَ ثُمَّ ذَهَبْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِي وَأَخَذَ بِأُذُنِي الْيُمْنَى يَفْتِلُهَا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى أَتَاهُ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ. (رواه البخارى)
4.46/177. Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Makhramah bin Sulaiman dari Kuraib mantan budak Ibnu 'Abbas, bahwa 'Abdullah bin 'Abbas mengabarkan kepadanya, bahwa ia pada suatu malam pernah bermalam di rumah Maimunah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan bibinya dari pihak ibu.
 
Katanya: “Aku berbaring di sisi bantal sementara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan isterinya berbaring pada bagian panjang (tengahnya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu tidur hingga pada tengah malam, atau kurang sedikit, atau lewat sedikit, beliau bangun dan duduk sambil mengusap sisa-sisa kantuk yang ada di wajahnya dengan tangan. Beliau kemudian membaca sepuluh ayat terakhir dari Surah Ali 'Imran. Kemudian berdiri menuju tempat wudlu, beliau lalu berwudlu dengan memperbagus wudlunya, lalu shalat”.
 
Ibnu 'Abbas berkata: “Maka akupun ikut dan melakukan sebagaimana yang beliau lakukan, aku lalu berdiri di sampingnya. Beliau kemudian meletakkan tangan kanannya di kepalaku seraya memegang telingaku hingga menggeserku ke sebelah kanannya. Kemudian beliau shalat dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian witir. Setelah itu beliau tidur berbaring hingga tukang adzan mendatanginya, beliau lalu berdiri dan shalat dua rakaat ringan, kemudian keluar untuk menunaikan shalat Subuh”. (HR. Bukhari).
 
Saudaraku,
Hadist di atas menunjukkan bolehnya membaca Al Qur’an dalam keadaan tidak bersuci, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Qur’an setelah bangun tidur, sebelum beliau berwudhu.
 
Wanita haid boleh membaca Al Qur’an
 
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 294) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَذْكُرُ إِلَّا الْحَجَّ فَلَمَّا جِئْنَا سَرِفَ طَمِثْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي فَقَالَ مَا يُبْكِيكِ قُلْتُ لَوَدِدْتُ وَاللهِ أَنِّي لَمْ أَحُجَّ الْعَامَ قَالَ لَعَلَّكِ نُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ ذَلِكِ شَيْءٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَافْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي. (رواه البخارى)
6.10/294. Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan kepadaku 'Abdul 'Aziz bin Abu Salamah dari 'Abdurrahman bin 'Abdullah Al Qasim dari Al Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah ia berkata, Kami keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak ada yang kami ingat kecuali untuk menunaikan hajji. Ketika kami sampai di suatu tempat bernama Sarif aku mengalami haid. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk menemuiku saat aku sedang menangis. Maka beliau bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?”. Aku jawab: “Demi Allah, pada tahun ini aku tidak bisa melaksanakan haji!” .Beliau berkata: “Barangkali kamu mengalami haid?”. Aku jawab: “Benar”. Beliaupun bersabda: “Yang demikian itu adalah perkara yang sudah Allah tetapkan buat puteri-puteri keturunan Adam. Maka lakukanlah apa yang dilakukan orang yang berhaji kecuali thawaf di Ka'bah hingga kamu suci”. (HR. Bukhari).
 
Saudaraku,
Ibadah haji adalah ibadah yang di dalamnya dibacakan Al Qur’an dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikannya. Ini menunjukkan bolehnya membaca Al Qur’an untuk ‘Aisyah yang pada saat itu sedang haid.
 
Dengan kalimat serupa, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan kepada ‘Asma’ binti ‘Umais yang pada saat itu baru melahirkan anak yang diberi nama Muhammad bin Abu Bakar. Sedangkan ‘Asma’ berada di miqat dalam kondisi haji wada’. Maka hal ini menunjukkan bahwa wanita haid dan nifas boleh membaca Al Qur’an.
 
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ أَنَّهُ سَمِعَ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهُ خَرَجَ حَاجًّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ فَوَلَدَتْ بِالشَّجَرَةِ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِي بَكْرٍ فَأَتَى أَبُو بَكْرٍ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَأْمُرَهَا أَنْ تَغْتَسِلَ ثُمَّ تُهِلَّ بِالْحَجِّ وَتَصْنَعَ مَا يَصْنَعُ النَّاسُ إِلَّا أَنَّهَا لَا تَطُوفُ بِالْبَيْتِ. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah]; telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Makhlad] dari [Sulaiman bin Bilal]; telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] bahwa ia mendengar [Al Qasim bin Muhammad] menceritakan dari [Ayahnya] dari [Abu Bakar], bahwa ia pernah berangkat haji bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditemani oleh isterinya (Asma binti Umais) yang kemudian melahirkan Muhammad bin Abu Bakar di bawah sebuah pohon. Abu Bakar mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mengabari beliau. Maka beliau memerintahkan Abu Bakar agar menyuruh isterinya mandi, kemudian memulai niat haji dan boleh mengerjakan segala apa yang dikerjakan orang-orang (dalam haji) kecuali thawaf di Baitullah. (HR. Ibnu Majah, no. 2903).
 
Mushaf di era digital
 
Di era digital seperti saat ini, mushaf muncul dalam bentuk yang unik. Perangkat elektronik seperti hp/tablet, komputer, laptop, dll. di zaman sekarang sudah sangat canggih dan bisa diinstalkan ke dalamnya software Al Qur’an.
 
Meskipun demikian hp/tablet, komputer maupun laptop berbeda dengan mushaf Al Qur’an yang kita kenal sehari-hari dari segi pengaktifan. Kalau diaktifkan, maka barulah hp/tablet tersebut menampilkan tulisan ayat-ayat Al Qur’an. Sebaliknya, kalau dimatikan atau berpindah ke aplikasi yang lainnya, tentu tulisannya tidak ada lagi. Hal ini berbeda dengan mushaf Al Qur’an yang dicetak di atas kertas yang secara permanen tampak dan terbaca.
 
Terkait hal ini Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA menjelaskan, ketika kita mau masuk WC umum dan terpaksa harus membawa hp/tablet karena takut hilang atau diambil orang, maka cukup kita matikan hp/tablet tersebut atau setidaknya software Al Qur’an yang sudah terinstal harus dimatikan atau dinon-aktifkan terlebih dahulu.
 
Lalu bagaimana dengan memori yang tersimpan di dalamnya? Bukankah ada ayat-ayat Al Qur’an-nya dalam bentuk data digital?
 
Terkait hal ini beliau menjelaskan bahwa hp/tablet yang kita punya itu cara kerjanya mirip sekali dengan otak kita, dimana isi otak kita ini bisa saja terdapat data-data Al Qur’an, baik berupa memori tulisan ataupun suara. Seorang penghafal Al Qur’an misalnya, di dalam kepalanya ada ribuan memori ayat-ayat Al Qur’an.
 
Apakah seorang penghafal Al Qur’an itu diharamkan masuk ke dalam WC dengan alasan bahwa di dalam kepalanya ada data-data Al Qur’an? Lalu apakah kepalanya harus dilepas dulu sebelum masuk WC? Ataukah dia cukup menon-aktifkan saja ingatannya dari Al Qur’an untuk sementara waktu?
 
Beliau menjelaskan bahwa yang paling masuk akal adalah penghafal Al Qur’an tadi cukup menon-aktifkan hafalan Al Qur’annya untuk sementara waktu, baik dalam bentuk suara atau tulisan. Ketika memori data Al Qur’an di dalam otaknya dinon-aktifkan sementara, maka pada dasarnya tidak ada larangan baginya untuk masuk WC.
 
Demikian juga dengan hp/tablet milik kita. Meski ada memori data digital 30 juz baik teks ataupun suara, selama tidak diaktifkan tentu saja tidak masalah. Yang haram adalah sambil nongkrong di WC kita pasang hp/tablet bersuara tilawah Al Qur’an. Jelas perkara seperti ini haram dan harus dihindari.
 
Hal ini berbeda dengan mushaf Al Qur’an yang dicetak di atas kertas yang akan selalu haram untuk dibawa masuk ke dalam WC karena ayat-ayat Al Qur’an-nya secara permanen tampak dan terbaca.
 
Kesimpulan
 
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa wanita haid (serta nifas) boleh membaca Al Qur’an, akan tetapi tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an (membaca dengan menggunakan hafalan Al Qur’an/tidak menyentuh mushaf secara langsung).
 
Sedangkan apabila dia membaca Al Qur’an dengan melihat langsung mushaf Al Qur’an namun dalam keadaan ada orang lain yang memegangkan mushaf Al Qur’an untuknya dan membukakan halaman mushaf untuknya, maka hal ini boleh dilakukannya karena yang dilarang adalah menyentuh mushaf Al Qur’an secara langsung.
 
Adapun wanita haid (serta nifas) yang membaca Al Qur’an dengan menyentuh hp/tablet yang memiliki aplikasi Al Qur’an, maka hal ini diperbolehkan karena hp/tablet yang memiliki aplikasi Al Qur’an tidak dihukumi seperti hukum mushaf Al Qur’an (yang apabila ingin menyentuhnya harus dalam keadaan bersuci terlebih dahulu). Mushaf Al Qur’an yang dicetak di atas kertas ayat-ayat Al Qur’an-nya secara permanen tampak dan terbaca, sedangkan aplikasi Al Qur’an pada hp/tablet baru akan tampak dan terbaca ketika aplikasinya diaktifkan.
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞