Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa ketika seseorang sedang mengalami kecelakaan lalulintas hingga mobil kesayangannya ringsek parah hingga tak bisa diperbaiki lagi, maka pada saat itu dia sedang mengalami kecelakaan besar.
Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sesungguhnya kebersamaan mobil tersebut dengan pemiliknya hanyalah sebentar saja. Yah….., kalau bukan mobil itu yang meninggalkan pemiliknya (karena kecelakaan dan rusak parah, karena hilang, dll.), maka pemiliknya-lah yang akan meninggalkannya (karena pemiliknya wafat). Disamping itu, dengan upaya dan kerja keras, suatu saat juga masih bisa membeli mobil lagi.
Saudaraku…,
Mungkin kita juga menyangka bahwa ketika seseorang sedang menyaksikan rumah kesayangannya habis tak bersisa karena terjadi kebakaran, maka pada saat itu dia sedang mengalami musibah yang besar. Betapa tidak, hanya dalam hitungan beberapa jam, seluruh harta benda yang dikumpulkan bertahun-tahun hancur begitu saja.
Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sesungguhnya kebersamaannya dengan seluruh harta kekayaannya hanyalah sebentar saja. Yah….., kalau bukan harta kekayaannya yang meninggalkannya (karena terjadi kebakaran, gempa bumi, dll.), maka dia-lah yang akan meninggalkannya (karena telah wafat). Disamping itu, dengan upaya dan kerja keras, suatu saat juga masih bisa mengumpulkannya lagi.
Saudaraku…,
Mungkin kita juga menyangka bahwa ketika seseorang sedang ditimpa bencana alam (banjir, gempa bumi, dll.) hingga seluruh anggota keluarganya wafat / hilang, maka pada saat itu dia sedang mengalami musibah yang sangat besar. Betapa tidak, kini dia harus menjalani sisa hidupnya sebatangkara, tanpa ada lagi saudara / orang-orang tercinta yang menemaninya.
Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sesungguhnya cepat atau lambat, toh pada akhirnya kita semua juga akan kembali kepada-Nya.
“Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)-mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan”. (QS. As Sajdah. 11).
“Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al Jumu’ah. 8).
Lalu apakah gerangan musibah terbesar yang jauh lebih besar dari semuanya itu? Ketahuilah, bahwa sesungguhnya musibah terbesar yang jauh lebih besar dari semuanya itu, ternyata adalah ketika seseorang telah jatuh ke dalam lembah kemusyrikan.
Saudaraku…,
Sekali lagi, musibah terbesar yang jauh lebih besar dari semuanya itu, ternyata adalah ketika seseorang telah jatuh ke dalam lembah kemusyrikan. Karena ketika seseorang telah jatuh ke dalam lembah kemusyrikan, maka sesungguhnya dia telah tersesat sejauh-jauhnya. Dan Allah tidak akan pernah mengampuninya, sehingga dia akan kekal di dalam api neraka. Na’udzubillahi mindzalika!
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik*, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48). *) Syirik = mempersekutukan Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS. An Nisaa’. 116).
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”. (QS. Az Zumar. 3).
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al An’aam. 82).
"Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”, (QS. Al Mumtahanah. 4).
"Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At Tahrim. 8). Amin…!
Semoga bermanfaat!
Bapak Fulan mengatakan:
BalasHapusAss.wr.wb
Terima kasih pencerahannya. Mumpung masih belum 40 hari meninggalkan tanah
suci. Masih hangat di ingatan saya, saya melihat kelakuan2 saudara kita
terhadap Kaabah. Apakah bagian dari musrik itu sendiri menghayati rumah
Tuhan baitullah se-akan-2 Tuhan hidup didalamnya. Betapa tidak mereka
menggosok-2an sorban mereka didinding kaabah untuk sekedar dapat
berkahNya. Pada hal dalam pengertian yang disampaikan ini, keberadaan
Tuhan ada di bathin setiap muslim itu sendiri, sangat dekat tidak perlu
mencari Tuhan dimana-2 dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan Allah
hanya di depan Kaabah? Bagaimana menurut Bung Imron. Pertanyaan saya:
musrik-kah kelakuan orang itu dan lalu lokasi Tuhan dimana??
Salam,
Wslm wr.wb
Bapak Nafil memberikan tanggapan:
BalasHapusWa'alaikumussalam wr.wb.
Yth. Pak Fulan
Terimakasih Pak Fulan, atas perhatiannya. Semoga bermanfaat...! Semoga semuanya ini dilihat oleh Allah SWT sebagai amal kebajikan, sehingga dapat menambah ketakwaan kita kepada-Nya. Amin...!
Tentang judul / topik tulisan saya tersebut, sebenarnya itu berasal dari satu kajian (seingat saya di-tv, maaf saya agak lupa karena sudah agak lama) yang membahas topik tersebut. Saya tangkap inti kajiannya. Kemudian saya tuliskan kembali dengan gaya bahasa saya sendiri.
(Lanjutan 1):
BalasHapusSedangkan tentang syirik (setelah berdiskusi dengan teman saya), dengan keterbatasan ilmu saya, hanya berikut ini yang bisa saya berikan:
Tentang orang yang berbuat syirik.
Al-Qur-an telah memuat keterangan tentang hal ini dalam surat Ar-Ruum sbb.
QS. 30. Ar Ruum
31. dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
32. yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.
QS. 3. Annisa
116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Saya kira ini sudah cukup jelas. Kalau ini dianggap kurang jelas, maka mungkin diperlukan sesi khusus untuk mendapat penjelasan dari ahlinya.
Lanjutan 2):
BalasHapusTentang orang-orang yang mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah.
QS. 22. Al Haj
30. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.
31. dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
32. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
Tentang orang yang merugi dengan amalnya
QS 18 Al-Kahfi
103. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
105. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
106. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
Jadi tentang kasus orang yang mencari berkah dengan menggosokkan surbannya pada dinding ka’bah itu, sangat bergantung pada niat dalam hatinya.
1. Bila dia berniat untuk dapat merasakan kedekatan dan kemesraan kepada-NYA melalui bekas bau dinding ka’bah itu, dan kemudian menjadikannya lebih bertakwa kepada-NYA, maka itulah mungkin yang menjadi keberkatan baitullah tersebut sebagaimana nabiullah Ibrahim as telah mendoakan hal tersebut. Memang benar keberadaan Allah tidak bergantung dengan hal tersebut, tetapi tidak semua orang telah sampai pada pemahaman seperti itu. Jadi itu hanya merupakan sebuah proses saja menuju ke tingkat yang lebih tinggi, yakni mengagungkan syi’ar Allah (baitullah) itu menunjukkan ketakwaan hatinya.
2. Bila karenanya dia jadi mengandalkan surban tersebut untuk dapat memenuhi segala hajat hidupnya maka dia telah berada dalam kerugian.
3. Bila dengannya dia menjadi sombong dan membanggakan diri serta memandang rendah orang lain, maka dia telah mepersekutukan Allah karena telah meninggikan dirinya sebagai tandingan Allah. Merasa dirinya benar sendiri dan orang lain salah. Memangnya apa yang diketahuinya tentang keadaan dan isi hati orang lain.
QS. 49. Al Hujuraat
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Terakhir tentang lokasi Allah, maka inilah keterangan dari ustadz saya. Beliau menjawab pertanyaan ini dengan pertanyaan pula:
Kata lokasi berarti ruang yang melingkupi. Apakah ada yang bisa melingkupi-NYA?
Kalau-pun ada baitullah, apakah lalu Allah memerlukan rumah dan DIA kemudian berada di dalamnya? "Di mana tidak ada Allah?". Bukankah justru keberadaan ruang dan waktu ini bergantung pada keberadaanNYA.
Wallahu a'lam bishowab.
Kiranya hanya demikian tanggapan yang bisa saya berikan. Maafkan kedangkalan pengetahuan saya. Mungkin akan lebih bijaksana bila kita berkunjung kepada orang yang ahli dzikir untuk mencari jawaban tentang permasalahan ini.
NB.
BalasHapusNama dalam diskusi tersebut adalah nama samaran. Di sini tidak dituliskan nama yang sebenarnya, karena belum minta ijin kepada yang bersangkutan untuk diposting di blog ini.