Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang teman telah memberi
komentar terhadap artikel yang berjudul “Persaksian Bahwa Tiada Tuhan
Selain Allah (I)”
dengan komentar sebagai berikut:
Bagus. Semoga tidak salah dalam menjelaskan ayat-ayat Al
Qur'an karena ada kaidah & metodologi sebagai berikut: menurut ahli Tafsir
Qur'an kalau seseorang mengutip ayat-ayat tidak mengetahui asbabul nujul &
asbabul wuru' nya bisa fatal.
-----
Sebelumnya kusampaikan ucapan terimakasih atas masukan/peringatan
yang telah diberikan. Semoga perhatian yang telah diberikan dapat dilihat oleh
Allah SWT. sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan saudaraku
kepada-Nya.
Saudaraku…,
Sebelum menanggapi masukan yang telah saudaraku sampaikan
tersebut, pada kesempatan ini akan kusampaikan terlebih dahulu beberapa koreksi
atas pernyataan yang telah saudaraku sampaikan tersebut.
1. Mungkin yang saudaraku maksudkan adalah asbaabun
nuzuul ( أَسْبَابُ النُّزُوْل ), bukan “asbabul nujul” sebagaimana yang telah saudaraku tulis. Sedangkan
yang dimaksud dengan “asbaabun nuzuul” sendiri adalah sebab-sebab diturunkannya suatu ayat/beberapa ayat dalam Al
Qur’an. Dengan mengetahui asbaabun nuzuul dari suatu ayat, maka hal ini akan
memudahkan para mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari
balik kisah diturunkannya ayat tersebut.
Saudaraku…,
Satu hal yang harus kita ketahui, bahwa meskipun
dikatakan sebagai sebab-sebab diturunkannya suatu
ayat dalam Al Qur’an, peristiwa yang terjadi
tersebut bukan secara otomatis menjadi penyebab turunnya ayat yang membicarakan
kasus itu. Oleh sebab itu, para ahli tafsir mengatakan bahwa hubungan peristiwa
yang terjadi dengan turunnya ayat yang membicarakan peristiwa tersebut bukan
dalam hubungan kausalitas (sebab-akibat), tetapi memang Allah SWT. ingin
menurunkan ayat itu pada saat atau sedang terjadinya peristiwa tersebut.
Lebih dari itu, sesungguhnya ayat
yang diturunkan Allah SWT berkaitan dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu
(ayat-ayat yang ada asbaabun nuzuul-nya), ayat
seperti ini jumlahnya tidak banyak. Menurut Prof. Roem Rowi (seorang ahli
tafsir Al Qur’an; S1 Universitas Islam
Madinah, S2 – S3 Universitas Al-Azhar) yang beliau
sampaikan saat memberi kajian rutin ba’da maghrib di Masjid Al Falah
Jl. Raya Darmo 137A Surabaya, ayat-ayat yang ada asbaabun nuzuul-nya hanya
sekitar 10% saja. Dan dari 10% tersebut, hanya sekitar separuhnya saja yang
riwayatnya shahih. Hal ini menunjukkan bahwa jika untuk memahami setiap
ayat-ayat Al Qur’an “disyaratkan” harus mengetahui asbaabun nuzuul-nya terlebih
dahulu, maka bisa dipastikan sebagian besar ayat-ayat Al Qur’an tidak akan bisa
dipahami.
Mengapa demikian? Karena sebagian besar ayat-ayat Al Qur’an diturunkan tanpa ada peristiwa yang
terjadi ketika ayat itu diturunkan oleh Allah SWT. Turunnya ayat atau beberapa
ayat ini semata-mata merupakan petunjuk Allah SWT kepada manusia. Kehendak-Nya
untuk memberi petunjuk kepada manusia inilah yang menjadi asbab dari ayat atau
beberapa ayat tersebut, walaupun tidak atau belum diketahui konteks peristiwa
turunnya ayat itu dalam sejarah.
2. Mungkin yang saudaraku maksudkan adalah “asbabul wurud”, bukan asbabul wuru' sebagaimana
yang telah saudaraku tulis. Asbabul wurud berarti
sebab-sebab kedatangan. Yang dimaksudkan di sini adalah: beberapa hal yang
menyebabkan lahir atau munculnya hadits Nabi Muhammad SAW.
Asbabul wurud
sendiri disamakan dengan asbaabun nuzuul pada
ayat-ayat Al Qur’an. Sama seperti halnya pada ayat-ayat Al Qur’an, hadits-hadits
juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu hadits-hadits yang memiliki asbab
al-wurud dan hadits-hadits yang tidak memiliki asbab al-wurud.
Pada
umumnya, hadits yang memiliki asbab al-wurud terdiri atas hadits-hadits yang
berkaitan dengan perbuatan manusia/hukum. Sedangkan hadits-hadits yang tidak
berkaitan dengan perbuatan manusia tidak banyak yang memiliki asbab al-wurud. Hal
ini disebabkan, kebanyakan hadis itu muncul karena adanya pertanyaan sahabat
tentang hukum suatu kejadian atau perbuatan yang mereka saksikan.
Pada
hadis-hadis yang memiliki asbab al-wurud, adakalanya asbab al-wurud-nya disebut
dalam matan/teks hadits yang bersangkutan, dan adakalanya tidak disebut dalam
teksnya sendiri, melainkan disebut pada tempat lain.
-----
Terkait kutipan ayat-ayat serta hadits-hadits pada
tulisan yang berjudul: “Persaksian Bahwa Tiada Tuhan
Selain Allah (I)” tersebut, dua ayat pertama dikutip untuk menunjukkan
bagaimana Ahli Kitab dalam menyikapi kebenaran yang datangnya dari
Allah SWT.
Ayat pertama yang dikutip pada tulisan tersebut adalah surat
Al Baqarah ayat 109:
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم
مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ... ﴿١٠٩﴾
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka
dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki
yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran
...” (QS. Al Baqarah. 109).
Surat Al Baqarah ayat 109 selengkapnya adalah sebagai
berikut:
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم
مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ
بِأَمْرِهِ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٠٩﴾
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka
dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki
yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.
Maka ma`afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah. 109).
Untuk bisa memahami Surat Al Baqarah ayat 109 tersebut,
berikut ini kusampaikan penjelasan yang ada dalam tafsir Jalalain:
“(Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar) 'lau' atau
'agar' mashdariyah, artinya melebur kalimat sesudahnya menjadi mashdar (mereka
dapat mengembalikan kamu pada kekafiran setelah kamu beriman disebabkan
kedengkian) 'maf`ul lah' menunjukkan motif dari keinginan mereka itu (dari diri
mereka sendiri) maksudnya timbul dan didorong oleh jiwa mereka yang kotor
(setelah nyata bagi mereka) dalam Taurat (kebenaran) mengenai diri Nabi. (Maka
biarkanlah mereka) tinggalkan (dan berpalinglah) tak usah dilayani mereka itu,
(sampai Allah mendatangkan perintah-Nya) tentang mereka dengan menyuruh
memerangi mereka. (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu)”.
Asbaabun nuzuul Surat Al Baqarah ayat 109:
Huyay bin Akhtab
dan Abu Jasir bin Akhtab termasuk kaum Yahudi yang paling hasud terhadap orang
Arab, dengan alasan Allah telah mengistimewakan orang Arab dengan mengutus
Rasul dari kalangan mereka. Kedua orang bersaudara ini berusaha keras sekuat
tenaga mereka untuk mengeluarkan manusia dari agama Islam. Maka Allah
menurunkan ayat ini (Surat Al Baqarah ayat 109)
sehubungan dengan perbuatan kedua orang itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
dari Sa'id atau 'Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Ayat kedua yang dikutip pada tulisan tersebut adalah surat
Asy Syuura ayat 14:
وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ
الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ إِلَى
أَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ
مِن بَعْدِهِمْ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيبٍ ﴿١٤﴾
”Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan
sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka*.
Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya
(untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka
telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka
Al-Kitab (Taurat dan Injil)** sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan
yang menggoncangkan tentang kitab itu”. (QS. Asy Syuura. 14).
*) Maksudnya: Ahli-ahli kitab itu berpecah belah sesudah
mereka mengetahui kebenaran dari nabi-nabi mereka. Sesudah datang Nabi Muhammad
SAW dan nyata kebenarannya, merekapun tetap berpecah belah dan tidak
mempercayainya.
**) Yang dimaksud dengan ”orang-orang yang diwariskan
kepada mereka Al-Kitab” adalah ahli kitab yang hidup pada masa Nabi Muhammad
SAW.
Untuk bisa memahami surat Asy Syuura ayat 14 tersebut,
berikut ini kusampaikan penjelasan yang ada dalam tafsir Jalalain:
“(Dan mereka tidak berpecah-belah) yaitu para pemeluk agama-agama
tentang agamanya, umpamanya sebagian dari mereka berpegang kepada ajaran tauhid
dan sebagian lainnya kafir (melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada
mereka) yakni pengetahuan tentang ajaran tauhid (karena kedengkian) yang
dimaksud adalah orang-orang kafir (di antara mereka. Kalau tidaklah karena
sesuatu ketetapan yang telah ada dari Rabbmu dahulunya) untuk menangguhkan
pembalasan (sampai kepada waktu yang ditentukan) yakni hari kiamat (pastilah
telah diputuskan di antara mereka) yaitu diazab-Nya orang-orang kafir di dunia.
(Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Alkitab sesudah
mereka) mereka adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani (benar-benar
dalam keraguan terhadapnya) terhadap Nabi saw. (yang mengguncangkan) yang
menyebabkan keragu-raguan”.
Saudaraku…,
Dari uraian tersebut, insya Allah tidak ada masalah dalam
hal kutipan kedua ayat tersebut (surat Al Baqarah ayat 109 serta surat Asy
Syuura ayat 14) terkait dengan tulisan tersebut.
Sedangkan untuk ayat-ayat serta hadits-hadits berikutnya,
tentunya tidak perlu dibahas dalam kaitannya dengan tulisan tersebut, karena ayat-ayat maupun hadits-hadits tersebut hanya kusampaikan dengan
tujuan agar bisa kita jadikan sebagai bahan renungan saja, artinya
tidak terkait langsung dengan tulisan tersebut.
Demikian yang bisa
kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini
semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}
Terimakasih sudah berkongsi ilmu yang bermanfaat ini.
BalasHapustafsir depag
Salam...
Terimakasih kembali. Semoga bermanfaat.
Hapus