بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Sabtu, 05 Desember 2015

MENYIKAPI SMS BERANTAI



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saat menyampaikan kajian rutin di Ruang Rapat Dosen Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, seorang rekan sejawat (dosen Teknik Elektro FT. UTA. ‘45 Sby) telah menyampaikan informasi bahwa beliau pernah mendapatkan sms* dari seseorang yang sepengetahuan beliau, orang tersebut adalah orang yang taat beribadah serta mempunyai ilmu agama yang baik. Sms tersebut kurang lebih berisi tentang seruan tertentu, kemudian beliau diminta untuk menyebarkannya ke beberapa orang. Di akhir sms ada iming-iming jika melaksanakannya, maka akan mendapat sejumlah keberuntungan. Tetapi kalau tidak melaksanakannya, ada ancamannya yaitu akan mendapat musibah atau petaka, dst. Beliau telah menanyakan bagaimana kita dalam menyikapi sms seperti itu.

Saudaraku,
Jika kita sampai meyakini bahwa seruan serta kutukan/ancaman dalam sms tersebut adalah benar adanya, artinya jika kita benar-benar meyakini bahwa jika kita melaksanakannya (menyebarkannya ke beberapa orang) maka akan mendapat sejumlah keberuntungan, tetapi kalau tidak melaksanakannya akan ada ancamannya yaitu akan mendapat musibah atau petaka dst., maka jelas hal ini bisa membahayakan aqidah kita. (Na’udzubillahi mindzalika!).

Mengapa demikian?
Karena sesungguhnya hanya Allah-lah yang bisa menolak mudharat dan memberi manfaat. Dialah yang memiliki kerajaan, pemberian, pencegahan. Dialah yang memiliki segala perintah, Dialah pemilik segala ciptaan. Keputusannya pasti terlaksana, ketentuannya pasti terjadi. Tidak ada yang bisa menahan apa yang Dia berikan, tidak ada yang bisa memberikan apa yang Dia tahan, dan tidak ada yang bisa menolak apa yang Dia putuskan. Dialah satu-satunya yang bisa melenyapkan setiap bencana dan menghilangkan setiap kesulitan. Para malaikat, para nabi, orang-orang shalih, para wali serta semua makhluk lainnya (apalagi hanya sebuah sms), tidak ada yang bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat!

مَا يَفْتَحِ اللهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِن بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿٢﴾
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Faathir. 2)

قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ قُلِ اللهُ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُم مِّن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَــٰتُ وَالنُّورُ أَمْ جَعَلُواْ لِلّٰهِ شُرَكَاءَ خَلَقُواْ كَخَلْقِهِ فَتَشَـــٰــبَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللهُ خَــٰـلِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ ﴿١٦﴾
“Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah." Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS.Ar Ra’d. 168).

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ ﴿٣٨﴾
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”. (QS. Az-Zumar. 38).

Oleh karena itu jika kita mendapatkan sms seperti itu, sekalipun sms tersebut berasal dari seseorang yang sepengetahuan kita adalah orang yang taat beribadah serta mempunyai ilmu agama yang baik, maka sebaiknya abaikan saja sms tersebut, segera hapus sms tersebut dan tidak usah kita sebarkan kepada saudara-saudara kita yang lainnya.

Sedangkan kepada orang yang telah mengirimi sms tersebut kepada kita, tentunya menjadi tugas kita untuk meluruskannya, yaitu dengan menyarankan kepadanya untuk bersegera kepada ampunan dari Allah SWT. dan tidak mengulangi lagi perbuatannya dalam menyebarkan sms tersebut kepada saudara-saudara kita yang lainnya.

Jika kita mempunyai kekuasaan untuk meluruskannya, hendaknya kita luruskan dengan kekuasaan kita. Namun jika tidak mampu dengan tangan/kekuasaan kita, maka dengan lisan kita. Artinya jika kita mempunyai bekal ilmu yang cukup, sebaiknya kita ajak untuk berdiskusi dengan menyertakan hujjah (keterangan, alasan, bukti, atau argumentasi) yang kuat disertai dengan dalil-dalil yang mendasarinya, dengan harapan semoga yang bersangkutan bisa bersegera memohon ampunan Allah SWT. serta tidak mengulangi lagi perbuatannya dalam menyebarkan sms tersebut kepada saudara-saudara kita yang lainnya. Sedangkan jika dengan lisanpun kita tidak mampu, maka dengan hati kita. Artinya jika kita tidak mempunyai bekal ilmu yang cukup (sebagaimana penjelasan di atas), setidaknya hati kita tidak setuju dengan tindakan/sikapnya.

Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Demikian penjelasan yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*)  SMS adalah singkatan dari Short Messaging Service atau yang sering disebut dengan pesan singkat atau pesan pendek.

Kamis, 03 Desember 2015

MENERIMA DO’A DARI NON MUSLIM


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat telah bertanya: “Pak Imron, saya mau bertanya. Bagaimana kita sebaiknya bersikap saat ada non muslim yang mendo’akan kebaikan untuk kita? Saya ada teman Katholik, dia kerap mendo’akan kesehatan dan kesuksesan untuk saya. Terima kasih atas jawaban Bapak”.

Terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebelum membahas pertanyaan saudaraku tersebut, marilah kita perhatikan uraian berikut ini:

Saudaraku,
Syariat Islam mengajarkan kaum muslimin untuk selalu meningkatkan kecintaan terhadap saudara sesama muslim, merekatkan persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim. Dan untuk mewujudkan hubungan persaudaraan dan kasih sayang ini, maka syariat Islam memerintahkan kita untuk menyebarkan salam.

... فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ اللهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٦١﴾
“... Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. An Nuur. 61).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْشِ السَّلَامَ، وَأَطْعِم ِالطَّعَامَ، وَصِلِ الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، وَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
“Tebarkanlah salam, berilah (orang) makanan, sambunglah karib kerabat (silaturrahim), berdirilah (shalat) di malam hari ketika manusia tidur, dan masuklah kamu ke dalam surga dengan selamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Hurairah(.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا, وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا, أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم) 
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian bisa saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan terhadap satu amalan yang bila kalian mengerjakannya kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim).

Saudaraku,
Ucapan salam, yaitu kalimat:

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” artinya: “Semoga keselamatan (dilimpahkan) atasmu, dan rahmat Allah serta berkah-Nya (juga dilimpahkan kepadamu)”.

Hal ini menunjukkan bahwa salam berarti do’a. Artinya ketika saudara kita sesama muslim telah mengucapkan salam kepada kita, maka sesungguhnya dia telah mendo’akan kita dengan do’a: “Semoga keselamatan dilimpahkan atas kita, dan semoga rahmat Allah serta berkah-Nya juga dilimpahkan kepada kita”.

Mendapat salam dari saudara kita seperti ini, maka kita juga harus membalasnya dengan salam yang lebih baik (atau minimal sama). Artinya kita juga harus mendo’akan saudara kita tersebut dengan do’a yang lebih baik (atau minimal dengan do’a yang sama).

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيباً ﴿٨٦﴾
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”. (QS. An Nisaa’. 86).

Lalu bagaimana jika yang menyampaikan salam tersebut adalah orang non muslim? Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits berikut ini:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ قَالَ قُولُوا وَعَلَيْكُمْ. (رواه مسلم)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: “Sesungguhnya Ahli Kitab memberi salam kepada kami, bagaimana kami menjawabnya?” Jawab Beliau: “Ucapkan: Wa'alaikum”. (HR. Muslim no. 4025).

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ قَالَ قُولُوا وَعَلَيْكُمْ قَالَ أَبُو دَاوُد وَكَذَلِكَ رِوَايَةُ عَائِشَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجُهَنِيِّ وَأَبِي بَصْرَةَ يَعْنِي الْغِفَارِيَّ. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami Amru bin Marzuq berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Anas berkata, "Para sahabat sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada beliau, "Orang-orang ahli kitab memberi salam kepada kami, lalu bagaimana kami memberi jawaban?" beliau menjawab: "Ucapkanlah 'Wa Alaikum (dan atas kalian)." Abu Dawud berkata, "Seperti itu pula riwayat 'Aisyah, Abu 'Abdurrahman Al Juhanni dan Abu Bashrah – maksudnya Abu Bashrah Al Ghifari –". (HR. Abu Daud no. 4531)

Saudaraku,
Dari dua hadits tersebut, diperoleh penjelasan bahwa ketika yang menyampaikan salam tersebut adalah orang non muslim, maka kita diperintahkan untuk menjawab/mengucapkan “wa’alaikum” saja, tanpa ada tambahan apapun di belakangnya. Wa’alaikum artinya “dan atas kalian”. Kalimat seperti ini tidak berarti apa-apa (tidak bisa diartikan sebagai do’a). Berbeda dengan kalimat wa’alaikumussalam, yang artinya “dan semoga keselamatan (juga) atas kalian”.

Hal ini mengisyaratkan bahwa kitapun diperintahkan untuk membalas sikap baik mereka dengan sikap yang baik pula dengan membalas salam yang mereka sampaikan kepada kita (bisa dibayangkan, apa jadinya jika kita tak pernah menanggapi salam yang telah mereka sampaikan kepada kita) tanpa disertai dengan do’a yang sama/tanpa mendo’akan balik dengan do’a yang sama kepada mereka karena kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita, apalagi hanya rekan sejawat/teman kerja, dst.

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).

Kecuali jika kita berdo’a agar mereka mendapat hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dimana Beliau SAW. pernah berdo’a agar Allah memberi hidayah kepada salah seorang dari dua lelaki, yaitu Abu Jahal atau Umar bin Al-Khattab.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا خَارِجَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar dan Muhammad bin Rafi' keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi telah menceritakan kepada kami Kharijah bin Abdullah Al Anshari dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa: "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu diantara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal atau Umar bin Khaththab." Ibnu Umar berkata; "Dan ternyata yang lebih Allah cintai di antara keduanya adalah Umar bin Khaththab." Abu Isa berkata; "Hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib dari hadits Ibnu Umar."(HR. Tirmidzi no. 3614).

-----

Saudaraku,
Merujuk pada uraian di atas, maka ketika ada non muslim yang mendo’akan kebaikan untuk kita (mendo’akan kesehatan dan kesuksesan untuk kita), sebaiknya juga kita balas sikap baiknya dengan sikap yang baik pula tanpa disertai dengan do’a yang sama/tanpa mendo’akan balik dengan do’a yang sama kepadanya. Misalnya kita balas dengan ucapan: “Terimakasih atas perhatiannya”, tanpa disertai adanya tambahan kata/kalimat apapun di belakang kalimat tersebut.

Kalaupun harus ditambahi dengan do’a, maka do’akanlah agar dia mendapat hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada hadits di atas (baik secara explisit maupun implisit). Misalnya kita balas dengan ucapan: “Terimakasih atas perhatiannya. Semoga anda tetap diberi kesehatan sehingga tetap mampu untuk berbuat baik kepada sesama sehingga pada akhirnya anda bisa mendapatkan kesuksesan dalam hidup yang jauh lebih baik daripada yang telah anda raih selama ini”.

Pada kalimat tersebut, secara implisit kita berdo'a semoga yang bersangkutan bisa mendapat hidayah dari Allah dan menemukan Islam di hari kemudian. Ini tersirat dalam kalimat: “dan pada akhirnya anda bisa mendapatkan kesuksesan dalam hidup yang jauh lebih baik daripada yang telah anda raih selama ini”. (Tentunya tiada yang lebih baik daripada yang telah dia raih selama ini, selain mendapat hidayah dari Allah dan menemukan Islam di kemudian hari).

Dalam contoh tersebut, kita juga do’akan agar dia diberi kesehatan dengan harapan peluang untuk mendapatkan hidayah masih terbuka (jadi ujung-ujungnya kita tetap berdo’a agar dia diberi hidayah, sebagaimana tertulis pada bagian akhir kalimat tersebut). Karena jika kemudian dia sakit parah sehingga wafat dalam keadaan tidak beriman, maka dia akan tetap dalam kekafiran untuk selama-lamanya. Karena setelah ajal menjemput seseorang, pintu taubat telah tertutup untuknya (demikian pula pintu hidayah) dan taubatnya tidak akan diterima untuk selama-lamanya. (Na’udzubillahi mindzalika!).

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٨﴾
”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه الترمذى)   
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla akan menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi).

Saudaraku,
Ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan terkait do’a yang telah dia sampaikan kepada kita. Yaitu kita tidak perlu mengamini do’anya karena do`a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. Demikian penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ra’d pada bagian akhir ayat 14:

... وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ ﴿١٤﴾
“... Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka”. (QS. Ar Ra’d. 14).

Surat Ar Ra’d ayat 14 selengkapnya adalah sebagai berikut:

لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُم بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ ﴿١٤﴾
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do`a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka”. (QS. Ar Ra’d. 14).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Juga mohon maaf atas keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada ‘alim / ‘ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan, karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.

Semoga bermanfaat.

Selasa, 01 Desember 2015

KETIKA DIDZALIMI ORANG LAIN


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat telah bertanya: “Maaf sebelumnya Pak, saya mau tanya. Kira-kira kalau kita merasa sudah didzolimi oleh orang lain yang jelas-jelas orang tersebut amat pintar tentang ilmu agama, kira-kira apa yang mesti dilakukan ya, Pak? Kalau ada pembahasannya, tolong di share ya, Pak. Sukron”.

Santai saja, wahai saudaraku. Sikapi saja dengan tenang!

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً ﴿٢٨﴾
”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al Kahfi. 28).

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبٌ ﴿٢١٤﴾
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah. 214).

“Lha kalau saudaraku diperlakukan seperti itu, terus bagaimana?”.

Masih ada Allah, wahai saudaraku!

Saudaraku,
Tiada artinya pujian dari orang lain, jika pada saat yang sama ternyata kita mendapat murka dari-Nya karena kita telah keluar dari jalan-Nya yang lurus, namun kita telah memakai “topeng”, sehingga seolah-olah dihadapan orang lain kita terlihat sebagai orang-orang yang terpuji.

Sebaliknya; biarpun orang-orang telah menghina kita, memalingkan mukanya dari kita, mencela kita, meninggalkan kita, dst., namun jika pada saat yang sama justru kita bisa menggapai ridho-Nya karena kita telah berjalan sesuai dengan jalan-Nya yang lurus, maka seharusnya kita tidak perlu pusing dengan sikap mereka itu...!!!

Jika kita mampu untuk memaafkan mereka, maafkanlah. Semoga kelapangan dada kita dalam menghadapi keadaan yang demikian sulit ini, dapat dilihat oleh Allah sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan kita kepada-Nya. Amin!

Namun jika kita tidak mampu untuk memaafkan mereka, maka kembalikan semua urusan ini hanya kepada-Nya. Yakinlah, bahwa Allah akan memberikan keputusan terbaik diantara kita. Karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana, sebagaimana janji-Nya dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 18:

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ ﴿١٨﴾
”Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al An’aam. 18).

Sedangkan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6 (yang artinya adalah):

وَعْدَ اللهِ لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾
"(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum. 6).

-----

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿٥﴾
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al Mumtahanah. 5).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan/kesalahan.

Beliau mengatakan: “Sukron sudah berkenan menjawab pertanyaan saya. In sya Allah bermanfaat ilmunya. Jazakallahu khairan katsiran”.

Alhamdulillah, Ya Rabb!
Engkau telah memberi kesempatan kepada hamba untuk berbagi ilmu kepada saudara hamba. Semoga Engkau berkenan memberi kekuatan kepada hamba, sehingga hamba tetap mampu untuk terus menebar kebaikan kepada sesama, hingga akhir hayat hamba. Amin, ya rabbal ‘alamin!

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ...، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Jabir r.a berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “..., Dan sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”. (HR. at-Thabrani)

Demikian hasil dialog ini,
Semoga bermanfaat.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞