بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 27 Maret 2008

Sebaiknya Memilih Sikap Positif

Assalamu’alaikum wr. wb.

Mas Nafil dan Mas Fulan adalah dua orang alumnus sebuah SMA di Blitar. Meski rumah keduanya tidak berdekatan dan baru saling mengenal pada saat keduanya sama-sama menempuh pendidikan di SMA, namun persahabatan antara keduanya tetap dapat terjalin dengan indahnya. Rasanya, dimana ada Mas Nafil disitu pula ada Mas Fulan.

Namun setelah lulus dari SMA, keduanya tidak bisa bersama-sama lagi. Mas Nafil melanjutkan pendidikan tinggi di Unibraw Malang, sedangkan Mas Fulan menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi swasta, nun jauh di ujung barat pulau Jawa. Meskipun demikian, persahabatan antara keduanya tetap dapat terjalin dengan baik, karena komunikasi antara keduanya tetap bisa berjalan, baik lewat telepon, SMS maupun lewat e-mail.

Hingga akhirnya ”petaka” itu datang. Mas Fulan yang selama ini setia dan senantiasa meluangkan waktu untuk menjalin komunikasi dengan Mas Nafil, tiba-tiba ”menghilang” begitu saja. Beberapa waktu kemudian, barulah Mas Nafil mengetahui penyebabnya. Ternyata Mas Fulan telah wafat dalam sebuah kecelakaan yang menimpanya beberapa waktu yang lalu.

Melihat kenyataan ini, Mas Nafil hanya bisa mengeluh dan menyesalinya. Seolah, Mas Nafil tidak bisa menerima kenyataan ini, hingga hari-hari dia lalui dengan wajah yang selalu murung, frustasi dan penuh dengan keputus-asaan. Karena rasa frustasi itu terus berkepanjangan, hingga pada akhirnya berdampak negatif pada perkembangan jiwanya.

Saudaraku…,
Pada kisah di atas, apapun sikap Mas Nafil – apakah dia mengeluh dan menyesalinya atau dia menerima dengan lapang dada – yang pasti Mas Fulan telah berpulang menghadap Sang Pencipta. Sikap apapun yang diambil oleh Mas Nafil, hal ini tetap tidak akan mengubah keadaan, karena wafatnya Mas Fulan adalah sebuah fakta/kenyataan.

Saudaraku…,
Jika memang demikian, mengapa Mas Nafil memilih sikap negatif? Mengapa tidak memilih sikap yang positif saja? Bukankah kedua sikap tersebut sama-sama tidak mampu mengubah fakta/kenyataan bahwa Mas Fulan telah wafat?

Jika Mas Nafil memilih sikap negatif (mengeluh dan menyesalinya, tidak bisa menerima kenyataan, selalu murung, frustasi, putus asa, dst.), maka hal ini dapat menjadikannya senantiasa berburuk sangka kepada-Nya sehingga jiwanya menjadi tidak tenang dan tanpa disadarinya – perlahan namun pasti – Mas Nafil dapat semakin jauh dari Allah. Na’udzubillahi mindzalika!

Sebaliknya, jika Mas Nafil memilih sikap positif (menerimanya dengan lapang dada), maka hal ini dapat menjadikannya untuk senantiasa berbaik sangka kepada Sang Pencipta sehingga mampu membawanya untuk semakin dekat kepada-Nya dan hatinya menjadi tenang.

Dengan memilih sikap positif, maka Mas Nafil menjadi tidak terlalu berduka cita terhadap apa yang luput darinya. Karena sesungguhnya Allah-lah pemilik seluruh alam semesta beserta isinya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al Qur’an berikut ini: “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira** terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al Hadiid. 23). **) Yang dimaksud dengan terlalu gembira disini adalah gembira yang telah melampaui batas, yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan, dan lupa kepada Allah.

Semoga bermanfaat.

NB.
Mas Nafil dan Mas Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Senin, 10 Maret 2008

Tujuan Utama Hidup Kita

Assalamu’alaikum wr. wb.

Kang Fulan adalah seorang pemuda dari Blitar yang saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Teknik Industri ITS. Semasa di Blitar, dia telah bersahabat dengan Kang Nafil. Persahabatan antara keduanya telah berlangsung sejak lama. Maklum, disamping rumahnya berdekatan, kebetulan keduanya juga selalu bersekolah di sekolah yang sama, mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA.

Namun setelah lulus dari SMA, keduanya tidak bisa bersama-sama lagi. Kang Fulan yang kebetulan dari keluarga berada dapat melanjutkan kuliah, sedangkan Kang Nafil tetap tinggal di Blitar, mengerjakan sawah ayahnya yang tidak seberapa luas sambil ‘angon’ kambing (maksudnya: menggembala kambing). Meskipun demikian, persahabatan antara keduanya tetap terus berlanjut karena biasanya setiap awal bulan Kang Fulan pulang kampung mengambil ‘jatah bulanan’ dari ortu tercinta, sehingga keduanya masih dapat bertemu walau hanya sebentar. Pertemuan memang hanya bisa dilakukan setiap bulan, karena Kang Nafil ternyata tidak punya telepon atau HP sehingga tidak bisa saling bertukar cerita lewat udara.

Pada suatu saat – seperti biasanya – Kang Fulan pulang kampung mengambil ‘jatah bulanan’ dari ortu tercinta dan menyempatkan diri untuk bertemu dengan Kang Nafil. Pada pertemuan kali ini – sambil menyerahkan sejumlah uang – Kang Nafil titip pesan kepada Kang Fulan supaya dibelikan suatu alat yang ternyata hanya ada di Pasar Wonokromo Surabaya, dengan harapan bulan berikutnya alat itu sudah ada di tangan Kang Nafil. Begitu pentingnya alat itu bagi Kang Nafil, sehingga bisa dimaklumi jika dia berkali-kali mengingatkan Kang Fulan supaya jangan sampai lupa membelikannya. Sementara itu, karena sudah tiga hari berada di Blitar, ortu-nya Kang Fulan terus mengingatkannya agar segera kembali ke Surabaya.

Dari kisah di atas dapat kita simpulkan, bahwa tujuan utama kepergian Kang Fulan ke Surabaya adalah mencari/menuntut ilmu di Jurusan Teknik Industri ITS. Meskipun demikian – sebagai sahabat yang baik – pada saat yang sama dia juga senantiasa mengingat pesan Kang Nafil supaya jangan sampai lupa membelikan alat pesanannya. Sekali lagi, tujuan utama kepergian Kang Fulan ke Surabaya bukanlah untuk membelikan alat pesanan Kang Nafil, melainkan untuk mencari/menuntut ilmu di Jurusan Teknik Industri ITS.

Saudaraku…,
Marilah kita perhatikan penjelasan Al Qur'an dalam surat Al Qashash berikut ini: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al Qashash. 77).

Dalam surat Al Qashash ayat 77 tersebut, diperoleh keterangan bahwa kita diperintahkan untuk mencari kebahagiaan negeri akhirat. Meskipun demikian, pada saat yang sama juga jangan sampai lupa/melupakan keni`matan duniawi. Jika kita melihat kembali pada kisah di atas, maka dapatlah kita simpulkan bahwa – berdasarkan surat Al Qashash ayat 77 – tujuan utama kita dalam hidup ini adalah mencari kebahagiaan negeri akhirat, meski pada saat yang sama juga jangan sampai lupa/melupakan keni`matan duniawi. Sekali lagi, tujuan utama kita dalam hidup ini bukanlah untuk mengejar keni`matan duniawi, melainkan untuk mencari kebahagiaan negeri akhirat. Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga bermanfaat.

NB.
Kang Fulan dan Kang Nafil pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Minggu, 09 Maret 2008

Semuanya Bergantung Kepada Diri Kita Sendiri

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Mas Fulan dan Mas Nafil adalah dua orang pemuda yang berasal dari sebuah desa yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Begitu terpencilnya, sehingga untuk menuju ke desa tersebut hanya bisa ditempuh/dilalui dengan berjalan kaki hingga beberapa hari. Di desa itu tidak ada penerangan listrik, televisi, telepon, dll.

Pada suatu saat, kedua pemuda tersebut pergi ke kota. Karena ini adalah pengalaman pertama, maka banyak kejadian serta hal baru yang mereka jumpai. Tidak lama kemudian, keduanya memutuskan untuk kembali pulang ke desanya. Sesampainya di desa, keduanya bercerita tentang pengalamannya selama berada di kota kepada teman-temannya yang belum pernah ke kota. Hingga akhirnya, keduanya bercerita tentang “armada bus”. Mas Fulan bercerita bahwa bus itu ternyata sejenis kendaraan yang bentuknya empat persegi panjang. Namun, Mas Nafil membantahnya. Dengan penuh keyakinan, Mas Nafil mengatakan bahwa bentuk bus adalah bujur sangkar, bukan empat persegi panjang sebagaimana penjelasan Mas Fulan.

Demikianlah, karena teman-temannya yang lain belum ada yang pernah melihat bus, maka perdebatan itu terus berkepanjangan tiada akhir. Masing-masing pihak merasa benar dan menyalahkan pihak lainnya. Maklum, pada saat Mas Fulan melihat bus, dia hanya sempat melihatnya dari arah samping. Sementara Mas Nafil juga hanya sempat melihatnya dari arah belakang.

Saudaraku…,
Jika kita melihat kisah di atas, maka dengan mudah kita dapat menyimpulkan, bahwa sekalipun penjelasan/pendapat Mas Fulan nampak bertentangan dengan pendapat Mas Nafil, namun sebenarnya pendapat keduanya adalah sama-sama benarnya. Perbedaan itu terjadi semata-mata karena keduanya telah melihat/memandang bus tersebut dari arah/sudut pandang yang berbeda.

Dari sini, pada akhirnya kita juga bisa menyimpulkan, bahwa ternyata ”suatu hal/kejadian yang sama, bisa dipandang berbeda jika kita memandangnya dari sudut pandang yang berbeda pula”.

Harta kekayaan, misalnya. Bisa dipandang sebagai anugerah, bisa juga dipandang sebagai bencana. Dipandang sebagai anugerah, jika harta kekayaan tersebut dipandang sebagai modal untuk mendukung perjuangan kita dalam rangka menggapai ridho Illahi Robbi. Juga dapat dipandang sebagai anugerah jika dapat menjadikan kita untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya atas segala limpahan harta kekayaan yang telah diberikan-Nya kepada kita, sehingga dapat menjadikan kita semakin dekat kepada-Nya.

Sebaliknya, harta kekayaan tersebut dapat menjadi bencana jika kita memandangnya justru sebagai sarana untuk menyombongkan diri, mambanggakan diri, dst. “... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS. 4. 36). Juga dapat menjadi bencana jika dengan harta kekayaan tersebut justru malah melalaikan kita dari mengingat Allah. ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. (QS. 63. 9).

Demikian juga halnya dengan ilmu pengetahuan yang telah kita miliki. Hal ini bisa dipandang sebagai anugerah, bisa juga dipandang sebagai bencana. Dipandang sebagai anugerah, jika ilmu pengetahuan yang telah kita miliki tersebut dipandang sebagai modal untuk mendukung perjuangan kita dalam rangka menggapai ridho-Nya. Juga dapat dipandang sebagai anugerah jika ilmu yang kita miliki tersebut dapat menjadikan kita senantiasa bersyukur kepada-Nya, juga kita sebarkan kepada saudara-saudara kita yang lain, sehingga tidak hanya bermanfaat untuk kita sendiri tetapi juga bermanfaat untuk saudara-saudara kita yang lain. Semoga, hal ini semua dapat menjadikan kita semakin dekat kepada-Nya. Amin!

Sebaliknya, ilmu pengetahuan yang telah kita miliki tersebut dapat menjadi bencana jika dengan ilmu pengetahuan yang telah kita miliki tersebut justru menjadikan kita sombong, bangga terhadap keluasan ilmu yang kita miliki, membuat kita memandang rendah orang lain, dst. ”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. 31. 18).

Saudaraku…,
Di sisi lain, kekurangan harta kekayaan sebenarnya juga dapat dipandang sebagai anugerah. Bukankah pada saat kita berada dalam kekurangan harta, biasanya kita berada dalam keadaan yang sangat lemah sehingga kita dapat merasakan bahwa ternyata kita sangat membutuhkan-Nya? Sehingga kita dapat senantiasa berharap hanya kepada Allah semata? Bukankah “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (QS. 112. 2)?.

Juga, dengan kekurangan harta kekayaan tersebut, kita dapat semakin menyadari bahwa: “Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Anfaal. 40). “Dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Tahriim. 2).

Pada saat yang sama, kekurangan harta tersebut juga dapat dipandang sebagai bencana. Hal ini bisa terjadi, jika kekurangan harta tersebut justru membuat kita semakin frustasi, bahkan menjadikan kita berburuk sangka kepada-Nya, seolah-olah Dia tidak berbuat adil kepada kita. Na’udzubillahi mindzalika! Ingatlah wahai saudaraku, bahwa dalam salah satu hadits qudsi, Ahmad, Ibn Majah dan Albaihaqi meriwayatkan, bahwa Allah berfirman: “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia berprasangka baik, maka untung baginya. Dan jika berprasangka buruk, maka ia akan terkena bahayanya”.

Saudaraku…,
Demikianlah seterusnya. Hal apapun atau peristiwa/kejadian apapun yang ada / yang menimpa diri kita, semuanya bisa dipandang sebagai anugerah, bisa juga dipandang sebagai bencana. Semuanya kembali pada diri kita masing-masing. Jika kita senantiasa memandangnya dari sisi positif, maka hal ini dapat menjadikan kita untuk senantiasa berbaik sangka kepada Sang Pencipta. Amin! Sebaliknya, jika kita memandangnya dari sisi negatif, hal ini dapat menjadikan kita berburuk sangka kepada-Nya. Na’udzubillahi mindzalika!

Semoga bermanfaat!

NB.
Mas Fulan dan Mas Nafil pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Sabtu, 08 Maret 2008

Dahsyatnya Tipu Daya Syaitan

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pada awalnya, Si Fulan hanyalah seorang karyawan di sebuah instansi di kota Surabaya dengan penghasilan Rp 2.000.000,- sebulan, dimana istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa (tidak bekerja). Tentunya dengan penghasilan tersebut, akan sangat sulit bagi Si Fulan untuk dapat hidup layak di kota terbesar kedua di negeri ini. Hingga suatu saat, ketika kesempatan sudah mulai ada, dia mulai mencoba untuk melakukan kecurangan sedemikian rupa sehingga dia dapat memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp. 3.000.000,- sehingga total pendapatannya saat ini mencapai Rp 5.000.000,-

Tentu saja Si Fulan sangat gembira dengan hal ini. Dengan penghasilan yang jauh lebih besar, dia bisa lebih leluasa dalam menjalani hidupnya. Banyak hal yang dulu hanya berupa mimpi, sekarang bisa menjadi kenyataan.

Namun, lama kelamaan Si Fulan sudah mulai terbiasa dengan penghasilan sebesar Rp 5.000.000,- tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Yah…, dia sudah tidak sanggup lagi jika harus menjalani hidup ini dengan penghasilan hanya Rp 2.000.000,- sebulan. Karena tanpa dia sadari, dia telah menempatkan diri dan keluarganya pada strata ekonomi yang lebih tinggi, melebihi gajinya yang asli.

Nah, karena kebutuhan hidupnya kini sudah mencapai Rp 5.000.000,- sementara gajinya hanya Rp 2.000.000,- maka dia senantiasa harus mencari tambahan untuk menutupi kekurangannya. Dan karena dia hanya bisa menutupinya dengan melakukan kecurangan, maka itu artinya dia harus terus melakukan kecurangan demi kecurangan. Pada tahapan ini, tentunya sudah bukan kebahagiaan / kesenangan / kegembiraan lagi yang dia dapatkan. Tetapi (tanpa dia sadari) dia telah diperbudak oleh kebutuhan hidupnya. Dia telah diperbudak oleh nafsunya sendiri. Dan…, dia telah masuk dalam perangkap syaitan.

Saudaraku…,
Ternyata kemalangan Si Fulan tidak berhenti sampai di sini saja. Disamping dia senantiasa harus bekerja ekstra keras memikirkan bagaimana caranya agar terus bisa melakukan kecurangan demi menutupi kebutuhan hidupnya, ternyata dia juga harus memikirkan uang haram yang telah dinikmatinya selama ini. Siapa tahu, tiba-tiba kecurangan yang telah dilakukannya selama ini terbongkar dan kemudian dibawa ke meja pengadilan! Betapa bayang-bayang kehancuran benar-benar bisa datang sewaktu-waktu?

Saudaraku…,
Sampai pada tahapan ini, jelaslah bahwa kebahagiaan / kesenangan / kegembiraan yang selama ini dia impikan, malah berbuah kesengsaraan. Sekalipun (mungkin) masyarakat melihatnya sebagai sosok yang sukses berkarier dengan limpahan harta yang bisa membuat iri setiap orang. Na’udzubillahi mindzalika!

Saudaraku…,
Jika kita melihat kisah di atas, maka dapat disimpulkan, betapa dahsyatnya tipu daya syaitan itu. Pada mulanya dinampakkan berbagai kesenangan serta kemegahan. Namun pada akhirnya, kehancuranlah yang kita dapatkan.

Saudaraku…,
Segera bertaubatlah, jika secara kebetulan kita melakukan hal yang sama / mirip dengan yang dilakukan oleh Si Fulan, mumpung belum terlambat. Istighfarlah, mohon ampunlah kepada Allah, mumpung kesempatan untuk itu masih ada.

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Faathir. 5).

Semoga bermanfaat.

NB.
Si Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon maaf jika secara kebetulan ada kemiripan / kesamaan nama!

Jumat, 07 Maret 2008

Ilmu Dunia Hanyalah Alat Bantu ’Tuk Menggapai Kebahagiaan Hakiki

Assalamu’alaikum wr. wb.

Mas Fulan* adalah seorang pemuda dari Blitar yang saat ini telah menjadi staf pengajar / dosen Fakultas Teknik di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkemuka di Surabaya. Sebagai seorang dosen, hari-hari dia lalui dengan kegiatan-kegiatan mengajar, membimbing praktikum, membimbing serta menguji tugas akhir/skripsi, seminar, dll.

Sejak memutuskan untuk berkarier sebagai seorang dosen, Mas Fulan juga telah melakukan upaya-upaya untuk menghasilkan karya-karya ilmiah di bidangnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis berkaitan dengan pengembangan keilmuannya. Hingga saat ini sudah banyak karya ilmiah yang Mas Fulan tulis. Beberapa karya ilmiahnya telah berhasil terpublikasi di beberapa jurnal/majalah ilmiah nasional maupun internasional.

Dengan terus berupaya untuk menghasilkan karya-karya ilmiah tersebut, maka Mas Fulan dapat langsung mempraktekkan ilmu/mata kuliah yang dia bina di lapangan. Terutama untuk publikasi di jurnal ilmiah nasional yang sudah terakreditasi DIKTI (terlebih lagi publikasi di jurnal ilmiah internasional) dimana terjadi persaingan yang sangat ketat untuk bisa publikasi, maka hal ini menuntut Mas Fulan untuk banyak membaca literatur maupun hasil-hasil penelitian lainnya. Hal ini harus Mas Fulan lakukan sebagai upaya untuk menambah wawasan keilmuannya sehingga dapat memperkuat daya inovasi pada penelitiannya. Dengan pengalaman penelitian tersebut, maka hal ini akan sangat bermanfaat pada saat mengajar di kelas, dimana Mas Fulan tidak hanya mengandalkan teori-teori yang ada di buku-buku literatur, tetapi juga dapat Mas Fulan perkaya dengan pengalaman penelitian di lapangan.

Namun setelah sekian banyak karya ilmiah di bidang / ilmu teknik yang dia tulis, maka semakin sadarlah dia bahwa ilmu teknik yang selama ini dia tekuni ternyata hanyalah merupakan alat saja, bukan tujuan utama hidupnya. Karena ilmu teknik yang kini semakin dia kuasai, ternyata tidak mampu menjamin masa depannya yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan hakiki di negeri akhirat. Hingga pada suatu saat, teringatlah dia pada masa-masa ketika masih di Blitar dahulu, dimana dia sempat mengenyam pendidikan di sebuah madrasah.

Pada akhirnya Mas Fulan menyadari bahwa ternyata ada dua sumber ilmu lain yang selama ini telah dia lupakan, yaitu Al Qur’an serta Al Hadits. Hingga akhirnya Mas Fulan mulai mempelajarinya kembali. Dan ketika Mas Fulan baru sedikit saja mempelajari kedua sumber ilmu tersebut, maka dia nampak tercengang!!! Karena ternyata begitu banyak ilmu pengetahuan yang teramat tinggi nilainya/mutunya yang telah dia dapatkan, satu hal yang selama ini tidak pernah dia pikirkan. Apalagi jika hal ini dia kaitkan dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 269 berikut ini: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al Baqarah. 269).

Sedangkan dalam sebuah hadits, Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, katanya Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي الدِّيْنِ. (رواه البخارى و مسلم)
"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti tentang agamanya (Allah akan memberikan kepadanya pemahaman tentang agama)". (HR. Bukhari dan Muslim).  

Dengan berjalannya waktu, maka semakin bertambah pula kefahamannya tentang Al Qur'an dan As Sunnah / Al Hadits. Hingga hal ini dapat membuatnya semakin yakin bahwa hanya dengan kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah-lah yang akan mampu menjamin masa depannya yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan hakiki di negeri akhirat.

Sedangkan pada saat yang sama, sebagai seorang dosen Fakultas Teknik, dia juga tetap berupaya untuk menghasilkan karya-karya ilmiah di bidangnya (ilmu teknik) sebagai konsekuensi logis berkaitan dengan pengembangan keilmuannya. Ibarat hendak menuju suatu tempat**, maka Al Qur'an dan Al Hadits adalah petunjuk jalannya, sedangkan ilmu teknik yang saat ini semakin dia kuasai tak ubahnya seperti kendaraan yang dapat dijadikan sebagai alat bantu sehingga perjalanan tersebut dapat menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Adapun yang dimaksud dengan suatu tempat** di sini adalah kebahagiaan hakiki di negeri akhirat. Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat!

NB.
*) Mas Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Sekali lagi, itu hanyalah cerita fiktif yang berasal dari anganku. Dan aku ingin mengambil hikmah dari cerita fiktif itu.

Kamis, 06 Maret 2008

BETAPA PELITNYA KITA UNTUK BERSYUKUR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Bung Fulan adalah seorang pemuda alumnus sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkenal di Surabaya yang baru saja diterima sebagai staf pengajar/dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terkemuka di kota yang sama. Dengan gaji tetap per bulan, dia sudah merasa sangat bahagia dan menikmati profesinya sebagai seorang dosen.

Kini setelah menjadi dosen, dia semakin sibuk dengan kegiatan mengajar, membimbing praktikum, membimbing/menguji tugas akhir/skripsi, dll. Sebagai tuntutan profesi, dia juga mulai menyibukkan diri dengan kegiatan penelitian. Berbagai kegiatan seminar penelitian di tingkat nasional sudah mulai dia ikuti sebagai salah satu sarana untuk mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya. Tak lupa, dia juga aktif dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu wujud kepeduliannya kepada masyarakat.

Demikianlah, hari-hari dia lalui dengan berbagai kesibukan. Hingga pada akhirnya, gaji tetap yang biasa/rutin dia nikmati per bulan, tanpa dia sadari seperti berlalu begitu saja. Dia baru merasa mendapatkan rezeki jika ada penghasilan tambahan, yaitu ketika hr. pembimbing/penguji skripsi cair, meski jumlahnya tidak sebanding dengan gaji bulanan yang dia terima. Demikian juga saat hr. pembimbing praktikum, hr. mengajar, hr. koreksi UTS/UAS serta penghasilan lainnya yang sifatnya incidental.

Saudaraku…,
Apa yang dialami oleh Bung Fulan tersebut, bisa saja terjadi pada diri kita, terutama bagi kita yang bekerja sebagai karyawan dengan gaji tetap per bulan. Tanpa kita sadari, bisa jadi kita baru merasa mendapatkan rezeki ketika ada penghasilan tambahan yang sifatnya incidental, meski jumlahnya tidak sebanding dengan gaji bulanan yang kita terima.

Demikianlah, sesuatu yang biasa/rutin kita peroleh/kita nikmati, seolah hal itu berlalu begitu saja. Padahal semuanya tidaklah datang dengan sendirinya. Karena semuanya merupakan nikmat pemberian Allah Yang Maha Pemurah, yang seringkali kita lupakan. Dan tanpa kita sadari, seringkali kita baru merasa mendapatkan nikmat/rezeki dari-Nya ketika ada nikmat/rezeki tambahan yang sifatnya incidental, meski nilainya tidak sebanding dengan nikmat/rezeki yang biasa/rutin kita peroleh/kita nikmati. Ah… betapa pelitnya kita untuk bersyukur…!

“... Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur”. (QS. Al Baqarah. 243). “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)”. (QS. Ibrahim. 34).

Saudaraku…,
Kondisi di atas, ternyata juga dapat terjadi pada semua aspek kehidupan kita yang lain. Nikmat pendengaran kita, misalnya. Karena sudah biasa kita terima sejak kita terlahir di dunia ini, maka nikmat pendengaran itu seolah-olah seperti berlalu begitu saja. Sepertinya kita tidak pernah merasa bahwa setiap saat kita telah diberi nikmat pendengaran sehingga kita dapat menikmati keramaian/hiruk pikuknya kehidupan dunia ini.

Demikian pula dengan nikmat penglihatan. Karena sudah biasa kita nikmati sejak kita terlahir di dunia ini, maka seolah-olah nikmat penglihatan itu seperti berlalu begitu saja. Sepertinya kita tidak pernah merasa bahwa setiap saat kita telah diberi nikmat penglihatan sehingga kita dapat menikmati keindahan dunia ini.

Hal yang sama juga terjadi dengan hati kita. Karena sudah kita terima sejak kita terlahir di dunia ini, seolah-olah hal itu seperti berlalu begitu saja. Sepertinya kita tidak pernah merasa bahwa dengannya, kita dapat merasakan bahagianya hidup ini, juga perasaan senang, sedih, gembira, terharu, dst. silih berganti, sehingga menjadikan hidup ini terasa lebih bermakna, tidak monoton dan membosankan.

"Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al Mulk. 23). “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur”. (QS. Al Mu’minuun. 78). “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (QS. As Sajdah. 9).

Saudaraku…,
Demikian pula halnya dengan adanya malam dan siang yang secara teratur silih berganti. Sehingga dengannya kita dapat bekerja dan beristirahat. Bisa dibayangkan jika malam dan siang tidak bergantian secara teratur. Misalnya, tiba-tiba malam berlangsung sangat lama, baru berganti siang. Demikian pula sebaliknya, sehingga sulit diprediksi kapan malam berganti siang, juga siang berganti malam. Kondisi seperti ini pasti akan membuat hidup kita tidak teratur, jauh dari kenyamanan.

Namun, karena malam dan siang yang secara teratur silih berganti tersebut telah biasa kita nikmati sejak kita terlahir di dunia ini, seolah-olah hal itu seperti berlalu begitu saja. Ah… betapa pelitnya kita untuk bersyukur…! “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur”. (QS. Al Furqaan. 62).

Saudaraku…,
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu**, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat)-Ku”. (QS. Al Baqarah. 152). **) Maksudnya: Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu. “Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (QS. Adh Dhuhaa. 11).

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman. 12).

Semoga bermanfaat.

NB.
Bung Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Rabu, 05 Maret 2008

NILAI SEBUAH KESALAHAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pada suatu saat, Pak Fulan – seorang dosen – sedang mempersiapkan diri untuk mempublikasikan hasil penelitiannya melalui sebuah seminar penelitian tingkat nasional. Namun karena kesibukannya, beliau menyerahkan makalahnya kepada Pak Nafil – seorang pengusaha rental komputer – untuk diketikkan dalam format “Power Point” yang akan digunakan untuk presentasi di seminar tersebut. Setelah proses pengetikan selesai, Pak Fulan mengambilnya dan membayar biaya pengetikan sebesar Rp 2.500,- per halaman (sesuai kesepakatan). Selanjutnya, Pak Fulan mengecek hasil pengetikan tersebut, dan ternyata ditemukan kesalahan ketik sekitar satu/dua huruf. Sebenarnya beliau hampir saja marah, namun karena ongkosnya hanya Rp 2.500,- per halaman, maka beliau memandang bahwa ini adalah kesalahan yang seharusnya bisa ditolerir/dima’afkan.

Pada kesempatan yang lain, Pak Fulan juga sedang mempersiapkan diri untuk mempublikasikan hasil penelitiannya. Namun kali ini beliau akan mempublikasikannya melalui sebuah seminar penelitian tingkat internasional. Karena kesibukannya, beliau kembali menyerahkan makalahnya kepada Pak Nafil untuk diketikkan dalam format “Power Point” yang akan digunakan untuk presentasi di seminar tersebut. Pada kesempatan kali ini, beliau bersedia untuk membayar biaya pengetikan sebesar Rp 1.000.000,- per halamannya. Setelah proses pengetikan selesai, Pak Fulan mengambilnya. Dan seperti biasanya, Pak Fulan mengecek hasil pengetikan tersebut, dan ternyata masih juga ditemukan kesalahan ketik sekitar satu/dua huruf. Melihat hal ini, tentunya beliau bisa saja marah besar. Beliau memandang, bahwa ini adalah kesalahan yang sudah tidak bisa dima’afkan lagi. Maklum, kali ini beliau telah bersedia untuk membayar biaya pengetikan hingga sebesar Rp 1.000.000,- per halamannya.

Saudaraku…,
Jika kita melihat kisah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk kesalahan yang sama, ternyata nilai kesalahannya akan semakin tinggi ketika imbalan yang diberikan juga semakin tinggi.

Saudaraku…,
Lalu bagaimanakah Allah kepada kita? Ternyata nikmat yang diberikan-Nya kepada kita adalah tidak terhingga, baik nilainya maupun jumlahnya. Jantung kita misalnya (juga paru-paru kita, hati kita, organ pencernaan kita, apalagi otak kita), tentunya kita tidak akan bersedia jika ditukar dengan sejumlah uang, berapapun banyaknya, karena masing-masing tak ternilai harganya.

Demikian juga halnya dengan nikmat-nikmat yang lain (udara yang kita hirup saat kita bernafas, bumi tempat kita berpijak, air yang kita minum, dll), ternyata semuanya tidak ternilai. Sementara jika kita mencoba untuk menghitung jumlahnya, pasti kita juga tidak akan mampu, karena jumlah nikmat yang diberikan-Nya kepada kita adalah tak terhingga. “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)”. (QS. Ibrahim. 34).

Jika kita melihat kembali kesimpulan kisah di atas (yang menyatakan bahwa untuk kesalahan yang sama, ternyata nilai kesalahannya akan semakin tinggi ketika imbalan yang diberikan juga semakin tinggi), maka logika kita** akan mengatakan bahwa apabila kita melakukan suatu kesalahan yang menurut kita hanyalah kesalahan yang sepele, tentunya nilai kesalahannya adalah teramat besar, bahkan tak terhingga. Hal ini jika dikaitkan dengan pemberian Allah yang tak terhingga kepada kita (wallahu a'lam).

Dengan demikian apabila karena melakukan suatu kesalahan (yang menurut kita hanyalah kesalahan yang kecil), kemudian kita dihukum di neraka dengan siksaan yang tak terperikan selama 1 juta tahun misalnya, selanjutnya kesalahan/dosa kita tersebut dianggap telah terhapus, maka pasti hal ini karena telah dima’afkan oleh Allah Yang Maha Pema’af (wallahu a'lam). Jika tidak, tentunya logika kita** akan mengatakan bahwa akibat kesalahan yang kecil tersebut, maka dihukum di neraka berapa lamapun, hal ini tetap tidak akan mampu menghapus dosa/kesalahan kita tersebut (wallahu a'lam). Bukankah nilai kesalahan kita adalah tidak terhingga?

Nah ....., jika melakukan suatu kesalahan yang kecil saja sudah begitu mengerikan dampaknya di akhirat kelak, lalu bagaimanakah jika kita melakukan kesalahan-kesalahan yang lebih besar (korupsi, kolusi, nepotisme, memfitnah, berjudi, dll.)?

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3).

Yah ....., memang begitulah kenyataannya. Kebanyakan di antara kita benar-benar berada dalam keadaan merugi. Tanpa kita sadari, seringkali kita dengan senang hati, bahkan berusaha keras untuk mencari kesempatan agar kita dapat menukar kesenangan yang sedikit selama masa hidup kita yang teramat singkat di dunia ini, dengan kesulitan yang tiada tara, kelak di alam akhirat nanti!!! Na’udzubillahi mindzalika!

Saudaraku…,
Segera bertaubatlah, jika selama ini masih bergelimang dalam dosa, mumpung kesempatan untuk bertaubat itu masih ada. Segera memohon ma’aflah kepada saudara-saudara kita yang lain, apabila kita telah melakukan kesalahan kepada mereka, mumpung hal itu masih bisa kita lakukan. Hormatilah kedua orang tua kita. Bahagiakanlah mereka berdua. Jangan sakiti keduanya, walau hanya sedikit, supaya kita terhindar dari ancaman adzab-Nya yang teramat dahsyat.

Saudaraku…,
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". (QS. 6. 15).

Dan bersyukurlah atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita. Janganlah kita melupakan nikmat-Nya, supaya kita terhindar dari adzab-Nya yang teramat pedih. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim. 7).

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Pak Fulan dan Pak Nafil pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

**) Setiap kali ’ku tuliskan kalimat (logika kita** akan mengatakan), maka selalu ’ku ikuti dengan kalimat (wallahu a'lam). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan logika kita/ilmu kita adalah sangat terbatas, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85). Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata, karena Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. (QS. Thaahaa. 110). “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Selasa, 04 Maret 2008

SIKAP TAWADHU’ (MERENDAHKAN DIRI)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Sekalipun orang lain (mungkin) mengatakan bahwa kita telah meraih kesuksesan, kita telah mempunyai kedudukan atau kita mempunyai banyak kelebihan, maka janganlah kita terlena dengan semuanya itu. Ingatlah, bahwa ketika orang lain sedang memuji kita, hal itu terjadi karena mereka belum mengetahui kelemahan kita. Dengan kata lain, karena pada saat itu Allah sedang menutupi kelemahan kita! Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya segala pujian itu hanyalah untuk-Nya. "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam", (QS. Al Faatihah. 2).

Saudaraku…,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”. (QS. Al Israa'. 37).

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik”. (QS. Al Furqaan. 63).

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman. 18-19).

”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya orang yang mendahului memberi salam itu terbebas dari sombong”. (H. R. Albaihaqi dan Alkhathib).

Saudaraku…,
“Tawadhu’ (merendahkan diri) itu tidak akan menambah kepada seseorang, kecuali ketinggian. Karena itu bertawadhu’lah kamu, semoga Allah meninggikan derajatmu. Dan pemberian ma’af itu tidak menambah sesuatu bagi seseorang, kecuali kemuliaan. Karena itu ma’afkanlah olehmu, semoga Allah memuliakan kamu. Dan sedekah itu tidak akan mengurangi harta, melainkan akan bertambah banyak. Maka bersedekahlah kamu, semoga Allah merahmati kamu”. (H. R. Ibn Abud Dunia).

Saudaraku…,
Bilakah seseorang dapat disebut tawadhu’? Jawabnya ialah jika ia tidak merasa mempunyai kedudukan atau kelebihan, dan tidak merasa bahwa ada orang yang lebih rendah dari dirinya. (Abu Yazid).

Semoga bermanfaat.

Senin, 03 Maret 2008

BAHAYA SILATURRAHIM

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Banyak sekali hikmah dari silaturrahim sebagaimana telah diuraikan pada tulisan terdahulu {Baca kembali: “HIKMAH SILATURRAHIM” atau klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2008/10/hikmah-silaturrahim.html}.

Meskipun demikian, jika kita tidak waspada, sesungguhnya banyak juga bahaya yang mengintainya. Karena syaitan senantiasa mencari kesempatan untuk menghancurkan / menjerumuskan kita sedemikian rupa sehingga kita semakin jauh dari Allah. Bahkan berada dalam ancaman murka-Nya. Na’udzubillahi mindzalika!

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa “Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Al Hijr. 39).

"Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at).” (QS. Al A’raaf. 16-17).

"Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Shaad. 82). “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka ...” (QS. An Nisaa’. 119).

Saudaraku…,
Bahaya terbesar yang (mungkin) sering terjadi pada saat kita melaksanakan silaturrahim, apalagi jika dikemas dalam suatu acara yang dihadiri banyak orang, khususnya reuni, adalah kecenderungan kita untuk memamerkan / membanggakan kesuksesan kita, memamerkan/membanggakan harta kita, membanggakan karir kita, membanggakan …, membanggakan …, dst. Yang tentunya hal ini bukan saja dapat menghilangkan hikmah silaturrahim yang semula kita harapkan, tetapi justru bisa membawa kita ke dalam jurang kehancuran yang sebenar-benarnya. Na’udzubillahi mindzalika!

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa: “... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS. An Nisaa'. 36). “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman. 18).

Oleh karena itu, waspadalah wahai saudaraku!!! Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga bermanfaat.

Minggu, 02 Maret 2008

HIKMAH SILATURRAHIM

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku...,
Sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat An Nisaa' ayat 1 dan surat Ar Ra'd ayat 21, yang artinya adalah sebagai berikut:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisaa’. 1).

"dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan**, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk". (QS. Ar Ra’d. 21). **) Maksudnya ialah mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan.

Dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW. telah bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan rahimnya (hendaklah ia senantiasa menjaga hubungan silaturrahim).” (Muttafaqun ‘alaih).

Sedangkan dalam Hadits yang lain, Rasulullah SAW. bersabda:
أَفْشِ السَّلَامَ، وَأَطْعِم ِالطَّعَامَ، وَصِلِ الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، وَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
“Tebarkanlah salam, berilah (orang) makanan, sambunglah karib kerabat (silaturrahim), berdirilah (shalat) di malam hari ketika manusia tidur, dan masuklah kamu ke dalam surga dengan selamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Hurairah(.

Saudaraku…,
Semua diantara kita, tentunya tidak ada satupun yang mampu menghindar dari masalah selama kita masih menjalani kehidupan di dunia ini. Bahkan, seringkali yang terjadi justru sebaliknya, dimana tantangan hidup dari hari ke hari terasa kian kompleks.

Kita tidak perlu heran dengan kondisi tersebut, karena pada hakekatnya kehidupan di dunia ini memang sebagai sarana untuk menguji kita, apakah kita dapat menjalaninya dengan baik atau malah sebaliknya. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? ...” (QS. 2. 214).

Saudaraku…,
Jika kita perhatikan, sebagian diantara kita ada yang mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. Namun, begitu banyak diantara kita yang larut dengan masalah yang dihadapinya. Seolah-olah orang yang paling sulit hidupnya hanyalah dirinya sendiri. Demikian beratnya beban hidup yang dia rasakan, sehingga dia menatap masa depan dengan penuh kegelapan. Seolah tiada harapan lagi untuknya hingga rasa putus asa menjadi teman setianya. Na’udzubillahi mindzalika!

Salah satu kunci untuk mengatasi berbagai masalah tersebut adalah dengan membina hubungan ”silaturrahim". Tentunya, kita tidak hanya sekadar mendatangi saudara, kerabat atau kenalan kita (baik datang secara fisik, lewat surat, telepon, sms, e-mail, maupun lewat sarana lainnya) dengan pertemuan yang penuh basa-basi. Namun, pertemuan itu hendaknya untuk mengukuhkan persaudaraan dan untuk saling berbagi pengalaman, berbagi bercerita, serta saling memberi nasehat.

Saudaraku…,
Dengan berbagi, kita menjadi tahu betapapun beratnya masalah yang kita hadapi, sesungguhnya kita tidaklah sendiri. Ternyata orang lain juga menghadapi masalah yang sama, bahkan mungkin lebih berat dengan bentuk yang berbeda. Jika sudah demikian, kita akan bisa lebih tegar menghadapi masalah, dan saling menguatkan, sehingga semangat hidup pun dapat tumbuh kembali.

Saudaraku…,
Jika kita tidak rajin silaturahim, maka dengan sedikit masalah saja, hal ini akan bisa membuat kita lekas putus asa, hidup tanpa harapan atau malah mengakhiri hidup secara tragis (na’udzubillahi mindzalika!). Namun dengan memperbanyak silaturahim, masalah apa pun yang menimpa, bisa kita hadapi dengan ketegaran. Kita bisa saling memberi nasehat/saling mengingatkan untuk tidak berputus asa dalam menjalani hidup ini!

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat''. (QS. Al Baqarah. 214).

Saudaraku…,
Ingatlah, bahwa: “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakkal”. (QS. Ali ’Imran. 160). Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga bermanfaat.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞