بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 05 Mei 2023

MENYIKAPI TEMAN YANG BERSELINGKUH (II)

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang sahabat (teman alumni SMA 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan terkait artikel “Menyikapi Teman Yang Berselingkuh (I)” dengan pertanyaan sebagai berikut: “Misal jika dahulu senang dengan seseorang atas kehendak Allah ternyata nikah dengan yang lainnya namun kadangkala masih teringat. Yang seperti itu apa ya termasuk selingkuh (hati), Mas Imron?”.
 
Saudaraku,
Sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba itu (tidak disengaja) tidaklah mengapa. Maksudnya jika kadangkala teringat kepadanya sehingga tiba-tiba muncul lagi getaran di hati, tentunya tiada dosa bagi panjenengan. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 1837) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مُوسَى الْفَزَارِيُّ أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي رَبِيعَةَ الْإِيَادِيِّ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَلِيٍّ يَا عَلِيُّ لَا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Musa Al Fazari], telah mengabarkan kepada kami [Syarik] dari [Abu Rabi'ah Al Iyadi] dari [Ibnu Buraidah] dari [ayahnya], ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ali: “Wahai Ali, janganlah engkau ikutkan pandangan pertama dengan pandangan yang lain (berikutnya). Sesungguhnya bagimu pandangan yang pertama, tidak pandangan yang lainnya (berikutnya)”. (HR. Abu Dawud no. 1837).
 
Saudaraku,
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud di atas diperoleh penjelasan bahwa pandangan yang pertama itu (yaitu pandangan yang tidak disengaja) diperbolehkan (artinya tiada dosa bagi pandangan pertama), namun tidak pada pandangan berikutnya. 
 
Jadi ketika secara tidak sengaja panjenengan memandang seorang wanita (sekalipun terlihat aurat wanita tadi) kemudian tiba-tiba ada rasa kepada wanita tadi, maka tiada dosa bagi panjenengan. 
 
Dan apabila terjadi hal seperti ini, maka yang harus panjenengan lakukan adalah segera memalingkan pandangan panjenengan ke arah lainnya. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 1836) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ جَرِيرٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرَةِ الْفَجْأَةِ فَقَالَ اصْرِفْ بَصَرَكَ. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Katsir], telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] telah menceritakan kepadaku [Yunus bin 'Ubaid] dari ['Amr bin Sa'id] dari [Abu Zur'ah] dari [Jarir], ia berkata; aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai pandangan tiba-tiba. Kemudian beliau berkata: “Palingkan pandanganmu”. (HR. Abu Dawud no. 1836).
 
Saudaraku,
In sya Allah demikian pula dengan yang terjadi pada ingatan maupun hati panjenengan. Maksudnya jika tiba-tiba panjenengan teringat kepadanya sehingga tiba-tiba muncul lagi getaran di hati, tentunya tiada dosa bagi panjenengan.
 
Dan apabila terjadi hal seperti ini, yang harus panjenengan lakukan adalah segera memalingkan ingatan panjenengan ke arah lainnya. Karena jika dilanjutkan untuk terus mengingatinya, maka panjenengan bisa terbuai dengan khayalan/angan-angan sehingga bisa mendorong panjenengan kepada langkah yang lebih jauh lagi. Na’udzubillahi min dzalika.
 
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا أَبُو هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ... فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ. (رواه مسلم)
47.22/4802. Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Abu Hisyam Al Makhzumi] telah menceritakan kepada kami [Wuhaib] telah menceritakan kepada kami [Suhail bin Abu Shalih] dari [bapaknya] dari [Abu Hurairah] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “... Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan”. (HR. Muslim).
 
Terlebih lagi jika kita melihat penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Hijr ayat 39, dimana didalamnya diperoleh penjelasan bahwa Iblis telah berjanji akan menyesatkan kita semua dengan menghiasi perbuatan maksiat di muka bumi sehingga terlihat indah dalam pandangan kita.
 
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّـــنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٣٩﴾
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”, (QS. Al Hijr. 39).
 
Saudaraku,
Meskipun Iblis telah berjanji akan menyesatkan kita semua dengan menghiasi perbuatan maksiat sehingga terlihat indah dalam pandangan kita, namun ternyata Iblis tidak akan pernah dapat menyesatkan orang yang mukhlis (mukhlis artinya orang yang ikhlas), yaitu orang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah (catatan kaki no. 799, Al Qur'an Terjemahan versi Departemen Agama RI).
 
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾
“kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”. (QS. Al Hijr. 40).
 
Maka mulai sekarang dan jangan ditunda-tunda lagi (baca HR. Abu Dawud no. 4176 dan Al Hakim no. 213) beregeralah memohon pertolongan kepada Allah agar dimudahkan untuk menjadi orang yang mukhlis.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
اَلتُّؤَدَةُ فِى كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ اِلَّا فِى عَمَلِ الْاٰخِرَةِ. (رواه ابو داود والْحَاكِمُ)
“Perlahan-lahan dalam segala hal adalah baik, kecuali dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat”. (HR. Abu Dawud no. 4176 dan Al Hakim no. 213).
 
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ ﴿٨﴾
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia). (Ali ‘Imran. 8)
 
رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
“... Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim. 8)
 
... رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَـــٰسِرِينَ ﴿٢٣﴾
“... Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Al-A’raaf. 23)
 
... رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿٢٠١﴾
“... Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-Baqarah. 201). Amin, ya rabbal ‘alamin.
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat. 
 
{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}
 

Rabu, 03 Mei 2023

MENYIKAPI TEMAN YANG BERSELINGKUH (I)

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang akhwat1) (dosen sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Sulawesi) telah menyampaikan pertanyaan sebagai berikut: 
 
Assalamu’alaikum Pak Imron. Semoga Allah SWT selalu memberi barokah-Nya buat Pak Imron. Mohon maaf Pak saya japri karena yang ditanyakan agak khusus. Begini Pak Imron, saya punya teman dan teman saya itu sudah menikah. Permasalahannya adalah bahwa suaminya itu saat ini berselingkuh dengan teman saya juga. Sudah ada beberapa orang yang mengetahuinya. Tapi teman saya itu tidak mengetahuinya (tidak mengetahui jika suaminya telah berselingkuh).
 
Pertanyaan saya, bolehkah kita memberi tahu kalau suaminya telah berselingkuh. Apakah kita berdosa sudah mengabarinya? Atau meskipun kita mengetahuinya, kita cukup diam? Bagaimana hukumnya, Pak Imron? Mohon maaf ya Pak Imron saya sampai Japri. Wassalam
 
TANGGAPAN
 
Wa’alaikumussalam wr wb. Amin, ya rabbal ‘alamin. Semoga Allah juga selalu memberikan berkah-Nya kepada panjenengan.
Saudaraku,
 
Langkah terbaik adalah dengan menyampaikan nasehat kepada suaminya teman panjenengan serta kepada selingkuhannya (yang juga merupakan teman panjenengan) dengan nasehat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat memberi nasehat kepada seorang pemuda yang telah meminta izin kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berzina.
 
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (hadits no 21185) berikut ini:
 
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا حَرِيزٌ حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ قَالُوا مَهْ مَهْ فَقَالَ ادْنُهْ فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا قَالَ فَجَلَسَ قَالَ أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ قَالَ لَا وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ اللّٰهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ حَدَّثَنِي سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ أَنَّ أَبَا أُمَامَةَ حَدَّثَهُ أَنَّ غُلَامًا شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَهُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] telah menceritakan kepada kami [Hariz] telah menceritakan kepada kami [Sulaim bin 'Amir] dari [Abu Umamah] berkata; Sesungguhnya seorang pemuda mendantangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  lalu berkata: “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk berzina”. Orang-orang mendatanginya lalu melarangnya, mereka berkata: “Jangan, jangan”.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Mendekatlah”. Ia mendekat lalu duduk kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri ibumu?”. Pemuda itu menjawab: “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Demikianlah perasaan orang lain, ia juga tidak suka bila hal itu terjadi pada diri ibunya”.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Apakah kamu rela bila hal itu terjadi atas diri putrimu?”. (Pemuda itu menjawab) “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang lain pun demikian, ia tentu tidak rela bila hal itu terjadi pada diri putrinya”.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas bibimu dari pihak ayah?”. (Pemuda itu menjawab) “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang juga tidak suka bila hal itu terjadi pada bibi-bibi mereka”.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas bibimu dari pihak ibu?”. (Pemuda itu menjawab) “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu”. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang juga tidak suka bila hal itu terjadi pada bibi-bibi mereka”.
 
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  meletakkan tangan beliau pada pemuda itu dan berdoa: “Ya Allah! Ampunilah dosanya, bersihkan hatinya, jagalah kemaluannya”. Setelah itu pemuda itu tidak pernah melirik apapun (tidak pernah lagi melakukan perbuatan yang menodai kehormatan orang lain).
 
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughirah] telah menceritakan kepada kami [Jarir] telah menceritakan kepadaku [Sulaim bin 'Amir] bahwa [Abu Umamah] menceritakan padanya bahwa seorang pemuda mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , lalu ia menyebutkan hadis tersebut. (HR. Ahmad no. 21185).
 
-----
 
Saudaraku,
Sampaikan pula kepada keduanya bahwa sebesar apapun dosa seorang hamba, asal dia mau bertaubat sebelum ajal tiba (baca HR. At-Tirmidzi, no. 3460), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ampunan Allah adalah jauh lebih besar daripada yang kita pikirkan (baca HR. At-Tirmidzi, no. 3463). Oleh karena itu kita tidak boleh berputus-asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (baca surat Az Zumar ayat 53).
 
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه الترمذى)
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Ya'qub] telah menceritakan kepada kami [Ali bin 'Ayyasy Al Himshi] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban] dari [ayahnya] dari [Makhul] dari [Jubair bin Nufair] dari [Ibnu Umar] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke tenggorokan”. (HR. At-Tirmidzi, no. 3460). 
 
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ إِسْحَقَ الْجَوْهَرِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ فَائِدٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ قَال سَمِعْتُ بَكْرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ الْمُزَنِيَّ يَقُولُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً. (رواه الترمذى)
Telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Ishaq Al Hauhari Al Bashri] telah menceritakan kepadaku [Abu 'Ashim] telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Faid] telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin 'Ubaid] ia berkata; saya mendengar [Bakr bin Abdullah Al Muzani] ia berkata; telah menceritakan kepada kami [Anas bin Malik] ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Allah tabaraka wa ta'ala berfirman: “Wahai anak Adam, tidaklah engkau berdoa kepadaKu dan berharap kepadaKu melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak perduli, wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau meminta ampun kepadaKu niscaya aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan membawa kesalahan kepenuh bumi kemudian engkau menemuiKu dengan tidak mensekutukan sesuatu denganKu niscaya aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi”. (HR. At-Tirmidzi, no. 3463).
 
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az Zumar. 53).
 
Saudaraku,
Sampaikan kepada keduanya bahwa keduanya harus bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat kepada-Nya dan jangan ditunda-tunda lagi (baca HR. Abu Dawud no. 4176 dan Al Hakim no. 213), sebelum murka-Nya menghentikan kesombongannya (karena merasa aman dari adzab Allah dengan terus bermaksiat kepada-Nya, baca surat Al A’raf ayat 99).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
اَلتُّؤَدَةُ فِى كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ اِلَّا فِى عَمَلِ الْاٰخِرَةِ. (رواه ابو داود والْحَاكِمُ)
“Perlahan-lahan dalam segala hal adalah baik, kecuali dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat”. (HR. Abu Dawud no. 4176 dan Al Hakim no. 213).
 
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ ﴿٩٩﴾
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al A’raf. 99).
 
Saudaraku,
Sampaikan pula kepada keduanya2) bahwa keduanya harus segera kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, keduanya juga harus mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an) sebelum datang azab dari-Nya dengan tiba-tiba (baca surat Az Zumar ayat 54 – 55).
 
وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
(54). Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (55). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, (QS. Az Zumar. 54 – 55).
 
Mengapa keduanya harus segera mengambil langkah-langkah di atas? Jawabnya adalah agar keduanya tidak menyesal dengan penyesalan yang tiada tara (baca surat Az Zumar ayat 56 – 58).
 
أَن تَقُولَ نَفْسٌ يَــــٰحَسْرَتَىٰ علَىٰ مَا فَرَّطتُ فِي جَنبِ اللهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ السَّـــٰخِرِينَ ﴿٥٦﴾ أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللهَ هَدَىٰنِي لَكُنتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴿٥٧﴾ أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٥٨﴾
(56) supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah)”. (57) atau supaya jangan ada yang berkata: “Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa”. (58) Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab: “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik”. (QS. Az Zumar. 56 – 58).
 
Saudaraku,
Jika pada akhirnya keduanya mulai menyadari kesalahannya kemudian mulai belajar untuk berubah ke arah yang lebih baik, maka sesungguhnya keduanya termasuk golongan orang-orang yang telah mendapat petunjuk (baca surat Ali ‘Imraan ayat 20).
 
Panjenengan tidak perlu memberitahu pihak isteri yang diselingkuhi. Biarlah beliau tidak pernah tahu tentang perselingkuhan yang telah dilakukan suaminya sehingga hatinya tetap tenang dan tetap mudah untuk berbaik sangka kepada suaminya. Terlebih lagi jika suaminya sudah menyadari akan kesalahannya kemudian mulai belajar untuk berubah ke arah yang lebih baik.
 
Saudaraku,
Sebagaimana paku yang ditancapkan pada sebatang kayu, meskipun pakunya sudah dicabut, namun lubang bekas cabutan paku tersebut masih tetap menganga. Demikian pula halnya bahwa mengetahui penghianatan pasangan itu (baik penghianatan suami maupun penghianatan isteri) akan menimbulkan luka yang teramat dalam, akan meninggalkan bekas (seperti lubang paku tersebut) di hati, yang tidak semua orang mampu untuk menghapusnya.
 
Sedangkan apabila panjenengan telah menyampaikan hal-hal di atas namun keduanya tetap berpaling dan tetap melanjutkan perselingkuhannya, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban panjenengan hanyalah menyampaikan ayat-ayat-Nya (baca surat Ali ‘Imraan ayat 20).
 
... وَقُل لِّلَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَــــٰبَ وَالْأُمِّيِّينَ ءَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُواْ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَــٰغُ وَاللهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ ﴿٢٠﴾
“... Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam?”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali ‘Imran: 20).
 
Panjenengan juga bertanya: “Apakah kita berdosa sudah mengabarinya (mengabari bahwa suaminya telah berselingkuh)? Atau meskipun kita mengetahuinya kita cukup diam? Bagaimana hukumnya, Pak Imron?”.
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa yang seharusnya diberitahu/diingatkan itu adalah suaminya yang telah berselingkuh dan juga teman panjenengan yang menjadi pasangan selingkuhannya. 
 
Sedangkan apabila panjenengan hanya mendiamkannya saja padahal panjenengan mengetahui/melihat perselingkuhan tersebut padahal panjenengan menyadari bahwa panjenengan mampu untuk mengubahnya, maka jelas hukumnya haram dan panjenengan akan mendapatkan ancaman adzab dari Allah sebelum panjenengan meningal (baca HR. Abu Dawud, no. 3776). Na’udzubillahi min dzalika.
 
حَدَّثَنَا مُسَّدَدٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَقَ أَظُنُّهُ عَنْ ابْنِ جَرِيرٍ عَنْ جَرِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا عَلَيْهِ فَلَا يُغَيِّرُوا إِلَّا أَصَابَهُمْ اللهُ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَمُوتُوا. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Ahwash] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Ishaq] aku mengira bahwa itu berasal dari [Ibnu Jarir] dari [Jarir] ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang laki-laki berada pada sebuah kaum yang di dalamnya dilakukan suatu kemaksiatan, mereka mampu mengubah kemaksiatan tersebut lalu tidak melakukannya, maka Allah akan menimpakan siksa kepada mereka sebelum mereka meninggal”. (HR. Abu Dawud, no. 3776).
 
Saudaraku,
Mengetahui adanya perselingkuhan tersebut, panjenengan harus berupaya semaksimal mungkin untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan tangan panjenengan. 
 
Namun jika panjenengan tidak mampu memberantas kemungkaran tersebut dengan tangan panjenengan (artinya tidak ada kekuasaan pada diri panjenengan untuk memberantas kemungkaran tersebut), maka panjenengan harus berupaya semaksimal mungkin untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan lisan panjenengan2)
 
Saudaraku,
Memberantas kemungkaran dengan mempergunakan lisan bisa dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu lewat tulisan untuk kemudian disampaikan kepada yang bersangkutan melalui sms/whatsapp/email/facebook/media lainnya.
 
Terakhir jika memberantas kemungkaran dengan lisan panjenengan tetap tidak mampu juga, maka minimal hati panjenengan mengingkari kemungkaran tersebut. Artinya panjenengan membenci perbuatan mungkar tersebut dengan menjauhkan diri dari perbuatan mungkar tersebut. Namun tindakan ini tergolong orang yang memiliki iman setipis-tipisnya. Perhatikan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 70) berikut ini:
 
Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
 
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَٰلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim, no. 70).
 
Sedangkan terhadap pihak isteri yang diselingkuhi, tidak ada kewajiban bagi panjenengan untuk memberitahu perselingkuhan suaminya karena yang bersangkutan bukanlah pelaku kemungkaran tersebut.
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 

NB.

1)  Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk jamak dari ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah terjadi pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ ) yang juga merupakan bentuk jamak dari ‘alim ( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia juga telah mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar mendengar kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama' yang kharismatik”. Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘alim yang kharismatik”.

2)  Jika panjenengan merasa sungkan (tidak enak perasaan) untuk menyampaikan hal-hal di atas secara langsung kepada keduanya, panjenengan bisa meminta bantuan kepada orang lain yang sekiranya disegani oleh keduanya untuk menyampaikannya. Atau bisa juga panjenengan kirimkan tulisan ini kepada keduanya via WhatsApp, email, maupun media lainnya (karena biasanya seseorang menjadi lebih percaya diri saat menyampakan pesan secara tidak langsung melalui WhatsApp, email, maupun media lainnya).
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan }
 

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞