بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 05 Desember 2013

JANGANLAH BELAJAR AGAMA BERDASARKAN PERSEPSI SENDIRI


Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Membaca buku atau artikel-artikel di internet dan merasa bisa memahami sendiri, tentunya akan sangat berbahaya. Karena semuanya bisa ada di internet secara bebas. Yah..., Di internet semua orang bisa menulis apa saja secara bebas. Demikian halnya dengan buku, semua orang juga bisa menulis apa saja secara bebas.

Oleh karena itu, belajar dari buku / artikel-artikel di internet saja tanpa adanya guru agama, bisa membuat orang tersesat. Akan lebih baik jika mencari guru agama, yang dikenal baik, diterima oleh masyarakat setempat sebagai guru agama atau ‘alim / ‘ulama' yang baik / terhormat (‘alim = orang yang berilmu/bentuk tunggal/singular atau ‘ulama'/bentuk jamak/plural), dan bisa membina kita dengan cara yang baik pula.

Saudaraku…,
Seseorang yang belajar tidak kepada guru tapi belajar sendiri dengan membaca buku atau artikel-artikel di internet saja, maka dia tidak akan mengetahui apakah dia telah salah dalam memahami suatu ilmu atau tidak, karena buku / artikel-artikel di internet tidak bisa menegurnya jika dia telah salah dalam memahami suatu ilmu. Sedangkan apabila seseorang belajar pada guru, maka sang guru bisa menegurnya jika dia salah.

Demikian juga halnya jika dia tak faham, seseorang yang belajar pada guru, maka dia juga bisa bertanya kepada sang guru. Sebaliknya, jika seseorang yang belajar tidak kepada guru melainkan hanya kepada buku / artikel-artikel di internet saja, jika dia tak faham, maka dia hanya terikat dengan pemahamannya sendiri (dengan akal pikirannya sendiri). Na’udzubillahi mindzalika!

Hal ini bukan berarti kita tidak boleh membaca buku / artikel-artikel yang ada di internet. Semuanya boleh-boleh saja, namun kita harus mempunyai guru yang kepadanya kita bisa bertanya jika kita mendapatkan masalah.

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ ﴿٧﴾
“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”. (QS. Al Anbiyaa’. 7).

Saudaraku…,
Ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan, bahwa dalam mencari ilmu agama, maka sanadnya (mata rantainya) harus sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sebagai sumbernya ilmu. Janganlah mengambil ilmu agama dari seseorang yang sanad ilmunya terputus (tidak sampai kepada Rasulullah SAW). Yah..., Ketika kita menuntut ilmu agama, maka ilmu yang didapat tersebut haruslah disandarkan kepada gurunya, gurunya gurunya, gurunya gurunya gurunya, demikian seterusnya hingga sampai kepada Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW. bersabda:

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Dan sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya para nabi tidak pernah mewariskan dinar dan tidak pula dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah)

‘Ulama’ pewaris nabi artinya menerima ilmu dari ‘ulama’ sebelumnya yang tersambung terus hingga sampai kepada Rasulullah SAW.

Saudaraku…,
Salah satu indikator bahwa sanad ilmu dari seorang guru (‘alim / ‘ulama') tidak terputus adalah jika pemahaman guru (‘alim / ‘ulama') tersebut tidak menyelisihi pemahaman para ‘ulama’ yang sholeh terdahulu dari jalur dia mengambil ilmu agama. Jika menyelisihi, maka ada indikasi kuat bahwa sanad guru atau sanad ilmu guru tersebut terputus hanya sampai pada akal pikirannya sendiri. Dan jika hal ini yang terjadi (jika guru tersebut lebih bersandar pada akal pikirannya sendiri), maka dapat dipastikan bahwa peluang terjadinya penyimpangan dari ajaran Islam akan terbuka lebar! Karena dipastikan guru tersebut hanya akan menduga-duga saja terhadap segala sesuatu yang tidak diketahuinya tentang ilmu agama (na’udzubillahi mindzalika!).

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا ﴿١١٠﴾
“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. (QS. Thaahaa. 110).

Selain pemahaman yang tidak menyelisihi pemahaman para ‘ulama’ yang sholeh terdahulu, indikator lainnya adalah bahwa ‘ulama’ tersebut tentunya juga harus berakhlak mulia (wallahu a'lam).

Ya… Tuhan kami,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Tunjukilah kami* jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat**.” (QS. Al Faatihah. 6 – 7). *) Ihdina (tunjukilah kami) diambil dari kata hidaayat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik. **) Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat adalah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

وَمَن يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقًا ﴿٦٩﴾
“Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin***, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisaa’. 69).

Yang dimaksud dengan shiddiiqiin*** adalah orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasulullah SAW. Dan inilah orang-orang yang dianugerahi ni’mat sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat Al Faatihah ayat 7 di atas.

-----

Ya… Tuhan kami,
Lindungilah kami ketika kami membaca ayat-ayat-Mu dari godaan syaitan yang terkutuk agar kami senantiasa berada dalam jalan-Mu yang lurus. Amin...!!!

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ﴿٩٨﴾
”Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (QS. An Nahl. 98).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan. Juga mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Selasa, 03 Desember 2013

BERTAYAMUM SAAT MUSIM DINGIN




Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat yang sedang studi di Inggris telah bertanya: “Pak, mau konsultasi. Ini saya dan suami masih belum yakin masalahnya. Gini, di sini ‘kan dingin banget. Tiap kali habis wudhu, kami terus gemetar. Kalau saya menduga sich, karena pakai air hangat. Jadi ketika setelah wudhu terasa dingin, langsung shock. Kira-kira bisa tidak ya Pak, kami tayamum? Saya itu sampai ngirit wudhu, jadi kalau bisa sholat dhuhur mepet ashar dan sholat maghrib mepet isya' biar tidak bolak-balik wudhu. Beberapa teman memilih tayamum. Terima kasih sebelumnya”.

-----

Saudaraku…,
Sesungguhnya kewajiban kita hanyalah berupaya semaksimal mungkin untuk menjalankan semua perintah-Nya, semampu yang kita bisa. Karena Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Demikian penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 286, yang artinya adalah sebagai berikut:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا ... ﴿٢٨٦﴾
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ...”. (QS. Al Baqarah ayat 286).

Saudaraku…,
Pada umumnya kita diperintahkan yang maksimal dahulu. Baru jika tidak mampu, kita diperbolehkan mengambil di bawahnya. Dalam memerangi kemungkaran, misalnya. Jika kita mampu memeranginya dengan tangan kita (dengan kekuasaan), maka lakukan itu. Namun jika tidak mampu, lakukan dengan kata-kata. Dan jika dengan kata-katapun tetap tidak mampu, maka minimal dengan hati kita (hati kita tidak menyetujui kemungkaran itu). Dan yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman. Demikian penjelasan Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya.

Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Contoh perintah yang lain: dalam melaksanakan sholat 5 waktu, maka kita diperintahkan untuk melaksanakannya dengan berdiri. Namun bagi yang tidak mampu, boleh melaksanakannya dengan duduk. Dan jika dengan dudukpun tetap tidak mampu, maka boleh dengan berbaring. Dan jika dengan berbaringpun tetap tidak mampu, maka boleh melaksanakannya dengan isyarat.

Rasulullah SAW. bersabda:

صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ. (رواه البخارى)
“Shalatlah engkau dalam keadaan berdiri. Jika tidak bisa, duduklah. Jika tidak mampu juga, shalatlah dalam keadaan berbaring.” (HR. al-Bukhari no. 1117)

Demikian juga halnya dengan mencari nafkah. Benar bahwa mencari nafkah itu adalah kewajiban mutlak bagi seorang suami sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 34. Namun ketahuilah bahwa sesungguhnya Islam hanya mewajibkan untuk mencari nafkah tersebut semampunya saja.

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً ﴿٧﴾
”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath Thalaaq. 7). Demikian seterusnya.

Saudaraku…,
Tentunya hal yang sama juga berlaku dalam bersuci. Bagi yang mampu, tentunya harus bersuci dengan berwudhu. Sedangkan bagi yang tidak mampu, maka boleh menggantinya dengan tayamum.

Tidak mampu di sini, karena disebabkan beberapa alasan berikut ini (alasan melakukan tayamum):
~ Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar / dalam perjalanan ataupun tidak (telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan atau air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat terlambat shalat).
~ Terdapat air (dalam jumlah terbatas) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan memasak.
~ Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
~ Ketidakmampuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat.
~ Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan (bisa membahayakan kesehatan).

Saudaraku…,
Jika melihat kembali pada apa yang telah saudaraku sampaikan, tentunya saudaraku bisa menimbang sendiri, apakah suhu air tersebut sedemikian dingin sehingga dikhawatirkan dapat mengundang kemudharatan (bisa membahayakan kesehatan). Perlu juga dilihat, ada tidaknya alat / sesuatu yang dapat menghangatkan air tersebut, sehingga kemungkinan datangnya kemudharatan tersebut dapat dihindari.

Jika ternyata masih bisa diupayakan sedemikian rupa sehingga penggunaan air tersebut tidak sampai mendatangkan kemudharatan (hanya sebatas kedinginan saja / tidak sampai membahayakan kesehatan), tentunya akan lebih baik jika tetap berwudhu. Namun jika kondisinya memang mengundang kemudharatan, maka tak apalah jika menggantinya dengan tayamum.

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: {وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ} قَالَ: إِذَا كَانَتْ بِالرَّجُلِ الْجِرَاحَةُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْقُرُوْحُ، فَيُجْنِبُ، فَيَخَافُ أَنْ يَمُوْتُ إِنِ غْتَسَلَ، تَيَمَّمَ. (رَوَهُ الدَّرَقُطْنِيُّ مَوْقُوْفًا وَرَفَعَهُ الْبَزَّارُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ)  
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengenai firman Allah ‘Azza wa Jalla: “... dan jika kamu junub maka mandilah ... (QS. Al Maa-idah. 6)” berkata: “Apabila seseorang terluka dan terkena borok di jalan Allah, lalu ia junub dan khawatir akan mati jika ia mandi, maka silahkan bertayamum. Diriwayatkan oleh Ad Daraquthni secara mauquf dan Al Bazzar meriwayatkan secara marfu’ dan shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim.

Surat Al Maa-idah ayat 6 selengkapnya adalah sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿٦﴾
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. (QS. Al Maa-idah. 6)

Saudaraku...,
Satu hal yang harus kita ingat! Meskipun agama ini mudah karena Allah memang tidak pernah mempersulit urusan kita (sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat Al Kahfi ayat 88), namun jangan mencari mudahnya sendiri. Artinya kita mesti berusaha secara maksimal terlebih dahulu. Baru jika tidak mampu, kita boleh mengambil dibawahnya (sebagaimana uraian di atas).

وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُ جَزَاء الْحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْراً ﴿٨٨﴾
”Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah Kami". (QS. Al Kahfi. 88).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
Orang Jawa bilang: agama ’ki gampang, neng ojo nggampangne (Bahasa Indonesia: agama itu mudah, namun jangan mencari mudahnya sendiri).

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞