بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 05 Agustus 2012

MENDO’AKAN KESELAMATAN SERTA MEMOHONKAN AMPUNAN BAGI TEMAN NON-MUSLIM YANG BARU SAJA WAFAT (II)


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang teman sejawat dari Sulawesi, telah memberi komentar terhadap artikel yang berjudul “Mendoakan Keselamatan Serta Memohonkan Ampunan Bagi Teman Non-Muslim Yang Baru Saja Wafat (I)” dengan komentar sebagai berikut:

”Innamal a’malu bin niyat. Jadi kalau sekedar ucapan dalam konteks hablum minannas, tidak apa-apa atau tidak keliru. Islam juga mengajarkan diplomasi atau basa-basi, dalam konteks hablum minannas dan itu terkait Syi’ar Islam. Demikian kiranya...”.

-----

Saudaraku...,
Sekedar mengingatkan kembali tentang Hadits berikut ini:

عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه البخارى)    
Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”. (HR.Bukhari).

Saudaraku…,
Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Sedangkan apabila niatnya buruk, maka amalnya-pun menjadi buruk. Namun yang dimaksudkan di sini adalah terkait dengan ”keikhlasan” kita dalam melaksanakan perintah Allah.

Contohnya pada saat kita hendak melaksanakan sholat berjama’ah di masjid. Maka harus kita niatkan karena Allah semata agar bisa membuahkan pahala. Sedangkan jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, maka akan sia-sialah ibadah sholat kita tersebut.

Demikian juga halnya pada saat kita bersedekah. Hal ini-pun harus kita niatkan karena Allah semata agar bisa membuahkan pahala. Sedangkan jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, maka akan rusaklah amalan kita tersebut. Artinya kita tidak akan beroleh apapun dari sedekah yang kita lakukan. Demikian seterusnya...

Saudaraku…,
Ada satu hal yang ingin kusampaikan. Meskipun Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal, sehingga apabila niatnya baik maka amal menjadi baik, sedangkan apabila niatnya buruk maka amalnya-pun menjadi buruk. Namun hal itu tidak berlaku untuk amalan-amalan yang dilarang Allah, sekalipun niatnya baik. Karena yang dimaksudkan dalam hadits tersebut hanya terkait dengan keikhlasan kita dalam melaksanakan perintah Allah saja (tidak termasuk amalan-amalan yang dilarang Allah).

Contohnya berjudi. Sekalipun niatnya baik (karena diniatkan untuk memenuhi kewajiban dalam memberi nafkah bagi keluarganya) maka hal ini tetap terlarang.

Demikian juga halnya dengan keinginan untuk mendo’akan keselamatan serta memohonkan ampunan bagi teman non-muslim yang baru saja wafat, meskipun hal itu dilakukan sekedar ucapan dalam konteks hablum minannas dalam rangka  diplomasi atau basa-basi serta dikaitkan dengan syi’ar Islam.

Karena larangan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik itu sangat jelas! Walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita, apalagi hanya rekan sejawat / teman kerja, dst. Demikian penjelasan Al Qur’an surat At Taubah ayat 113 yang artinya adalah sebagai berikut:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).

-----
Ya… Tuhan kami,
Bimbinglah kami,
Sehingga kami tetap mampu untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang semua ajaran Islam, sesuai dengan yang Engkau ajarkan kepada kami.

اللَّهُّمَ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya.” 

Ya… Tuhan kami,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (QS. Al Faatihah. 6 – 7).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan. Juga mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Jumat, 03 Agustus 2012

MENDO’AKAN KESELAMATAN SERTA MEMOHONKAN AMPUNAN BAGI TEMAN NON-MUSLIM YANG BARU SAJA WAFAT (I)


Assalamu’alaikum wr. wb.

Kepada teman sejawat non-muslim yang baru saja wafat, seorang akhwat telah menyampaikan ucapan selamat serta do’a sebagai berikut: ”Selamat jalan Pak Fulan*, selamat kembali keharibaan-Nya, tempat yang paling nyaman di surga sesuai kebaikan yang Bapak tanamkan kepada seluruh keluarga GDI (sebuah grup di facebook yang anggotanya terdiri dari para staf pengajar / dosen seluruh Indonesia)”.
-
Saudaraku…,
Sesungguhnya apa yang telah Ibu sampaikan tersebut adalah sesuatu yang 'terlarang' dalam agama Islam!.

”Selamat jalan Pak Fulan (tidak ada keselamatan bagi seseorang yang telah wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya), selamat kembali keharibaan-Nya (tidak ada keselamatan bagi seseorang yang telah wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya), tempat yang paling nyaman di surga sesuai kebaikan yang bapak tanamkan (tidak ada surga bagi seseorang yang telah wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, karena semua amal kebajikannya akan tertolak)”.

Demikian penjelasan Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 18: ”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).

Sedangkan dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 113, diperoleh penjelasan bahwa kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita, apalagi hanya rekan sejawat / teman kerja, dst.

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).

Kecuali jika sebelum wafat, Pak Fulan sempat mengucapkan kalimat syahadat!!!.

-----

Beliau mengatakan: ”Wah, maaf Pak Imron. Saya benar-benar tidak tahu bahwa itu salah menurut Islam. Mudah-mudahan Allah SWT. memaafkan ketidaktahuan saya tersebut. Terima kasih untuk teguran ini Pak Imron, mudah-mudahan tidak terulang kembali.
-
Santai saja, wahai saudaraku...!
Sebagai sesama muslim yang terikat dalam tali persaudaraan yang kuat dalam Agama Islam, memang sudah semestinya jika diantara kita saling mengingatkan serta saling memberi nasehat. Dengan saling memberi dan mengingatkan, semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi. Amin!.

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3).

-----

Beliau mengatakan: ”Pak Imron, boleh saya bertanya? Jika surat An Nisaa’ ayat 18 yang dijadikan dasar, lalu bagaimana "harga" kebaikan yang diberikan Pak Fulan (yang non muslim) tersebut selama hidupnya? Apakah tidak ada kompensasinya setelah dia meninggal? Bukankah kita diminta untuk hablum minannas dan hablum minallah?”.
-
Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan sebuah Hadits berikut ini:

عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه البخارى)    
Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”. (HR.Bukhari).

Saudaraku…,
Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Sedangkan apabila niatnya buruk, maka amalnya-pun menjadi buruk.

Contohnya pada saat kita hendak bersedekah. Maka hal ini harus kita niatkan karena Allah semata agar bisa membuahkan pahala. Sedangkan jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, maka akan rusaklah amalan kita tersebut. Artinya kita tidak akan beroleh apapun dari sedekah yang kita lakukan.

”Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al Baqarah. 264).

Saudaraku…,
Berdasarkan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta penjelasan Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 264 di atas, maka bagi kita yang beriman kepada Allah-pun, jika pada saat melaksanakan amal-amal kebajikan tidak kita niatkan karena Allah semata (jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, dst.), maka akan rusaklah amalan kita tersebut (artinya kita tidak akan beroleh apapun dari amalan yang kita lakukan). Apalagi Pak Fulan yang jelas-jelas tidak beriman kepada-Nya, maka bisa dipastikan bahwa seluruh amal kebajikan yang telah beliau lakukan tidak ada satupun yang beliau niatkan karena Allah. Dengan demikian, bisa dipastikan pula bahwa semua amal kebajikannya akan tertolak.

”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan**, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al Furqaan. 23). **) Yang dimaksud dengan segala amal yang mereka kerjakan di sini adalah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia. Amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah SWT. karena mereka tidak beriman kepada-Nya.

Saudaraku…,
Perhatikan kembali penjelasan Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 18 di atas:
”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang wafat sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).

Saudaraku…,
Jika kita perhatikan kembali dengan lebih seksama, sesungguhnya apa yang terkandung dalam surat An Nisaa’ ayat 18 tersebut, juga merupakan janji Allah terkait dengan orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Dalam ayat tersebut, Allah telah berjanji bahwa bagi mereka yang wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, maka Allah telah sediakan siksa yang teramat pedih.

Nah, karena Allah telah berjanji bahwa bagi mereka yang wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, Allah telah sediakan siksa yang teramat pedih, maka adalah mustahil bagi Allah untuk memberi keselamatan kepada mereka serta memberikan tempat yang paling nyaman di surga sesuai kebaikan yang telah mereka tanamkan (sebagaimana ucapan yang telah saudaraku sampaikan di atas). Karena sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Menepati Janji. "... Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At Taubah. 111).

Sedangkan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6: "(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum. 6).

Sehingga akan mudah dipahami, bahwa bagi mereka yang wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, maka nantinya mereka semua itu akan menyesal dengan penyesalan yang teramat sangat. Nanti di akhirat, mereka orang-orang yang kafir itu menginginkan, kiranya mereka dahulu di dunia menjadi orang-orang muslim. Namun keinginan itu hanyalah keinginan yang hampa. Karena mereka sekali-kali tidak akan dapat ke luar daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (Na’udzubillahi mindzalika!).

”Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim”. (QS. Al Hijr. 2).

“Mereka ingin ke luar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat ke luar daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal”. (QS. Al Maa-idah. 37).

“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka”. (QS. Al Baqarah. 167).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat!

NB.
*) Pak Fulan pada tulisan di atas adalah nama samaran / bukan nama sebenarnya.
{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan}

Rabu, 01 Agustus 2012

MENDO’AKAN TEMAN NON-MUSLIM YANG SEDANG SAKIT PARAH

Assalamu’alaikum wr. wb.

S
eorang akhwat telah bertanya: “Pak Imron yth. Maaf saya mengganggu, tapi ada yang ingin saya sampaikan dan tanyakan. Apakah Pak Imron sudah mendengar tentang kondisi terakhir Pak Fulan*? Beliau sakit dan menurut berita yang saya ikuti, kondisinya sekarang sudah koma bahkan katanya sudah mati batang otaknya. Sebagai orang yang tahu akan kontribusi Beliau terhadap perkembangan GDI maupun FOOT (dua buah grup di facebook yang anggotanya terdiri dari para staf pengajar / dosen seluruh Indonesia) saya sangat sedih..., tetapi pertanyaan saya apa yang dapat saya lakukan? Apakah boleh saya mendo’akan kesembuhan beliau? Mengingat beliau adalah Nasrani, apa yang boleh saya lakukan? Saya terus terang tidak tahu harus berbuat apa... Di satu sisi saya merasa Beliau seperti orang tua, tetapi di sisi lain perbedaan keyakinan rasanya ada pembatasan. Mohon Pak Imron dapat memberikan pencerahan. Terima kasih, wass”.

-
----

S
audaraku…,
P
ada dasarnya kita kaum muslimin tidak dilarang untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang non-muslim yang tiada memerangi kita karena agama dan tidak pula mengusir kita dari negeri kita (non-muslim yang bersikap baik kepada kita). Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al Mumtahanah ayat 8:

”Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al Mumtahanah. 8).

S
audaraku…,
Dalam konteks hubungan sosial-kemasyarakatan, pergaulan dengan non-muslim (apapun agamanya) tidaklah dilarang dalam agama Islam, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Mumtahanah di atas. Dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, hal ini justru bisa kita jadikan sebagai sarana untuk mengenalkan Islam kepada mereka sehingga akan timbul rasa simpati di hati mereka dan tidak muncul dugaan negatif kepada Islam, karena sesungguhnya Islam itu tidak identik dengan kekerasan. (Semoga Allah menjadikan kita sebagai jalan hidayah bagi orang lain. Amin!).

Meskipun demikian, dalam urusan akidah / keyakinan, sesungguhnya antara yang muslim dengan non-muslim harus ada pemisahan yang jelas. Dalam urusan akidah / keyakinan, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama**, tidak boleh ada intervensi*** (campur tangan) dari pihak lain. Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6: “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).

S
audaraku…,
Terkait dengan permohonan do’a yang ingin disampaikan kepada non-muslim, tentunya kita harus lebih berhati-hati. Tidak sembarang do’a boleh kita sampaikan kepada non-mulim. Terhadap mereka yang non-muslim, sebaiknya kita do’akan agar mereka mendapat hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW., dimana Beliau pernah berdo’a agar Allah memberi hidayah kepada salah seorang dari dua lelaki, yaitu Abu Jahal atau Umar bin Al-Khattab.

Rasulullah SAW. pernah berdo’a: “Ya Allah! Muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua lelaki yang Engkau lebih sayang; Abu Jahal atau ‘Umar bin Al-Khattab.” (Hadis riwayat Tirmizi).

Terkait dengan Pak Fulan yang saat ini sudah dalam kondisi batang otak tidak berfungsi dan saat ini masih dibantu peralatan / obat untuk bertahan, maka sebagai seorang hamba, kita hanya bisa berdo’a semoga Beliau masih bisa diberi kesembuhan sehingga pada akhirnya Beliau bisa mendapatkan kesuksesan dalam hidup yang jauh lebih baik daripada yang telah Beliau raih selama ini. (Tentunya tiada yang lebih baik daripada yang telah Beliau raih selama ini, selain mendapat hidayah dari Allah dan menemukan Islam di hari tuanya).

Dengan kita do’akan agar Beliau masih bisa diberi kesembuhan (serta diberi panjang umur dan kesehatan) maka peluang untuk mendapatkan hidayah masih terbuka (jadi ujung-ujungnya kita berdo’a agar Beliau diberi hidayah). Sedangkan jika Beliau telah wafat dalam keadaan tidak beriman, maka Beliau akan tetap dalam kekafiran untuk selama-lamanya. (Na’udzubillahi mindzalika!).

”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).

S
edangkan apabila kita mendo’akan agar Beliau mendapat ampunan dari Allah, maka ini adalah perbuatan terlarang!

S
audaraku…,
Kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita. Demikian penjelasan Al Qur’an surat At Taubah ayat 113 serta ayat 114:

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (QS. At Taubah. 114).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat!


NB.
*) Pak Fulan pada tulisan di atas adalah nama samaran / bukan nama sebenarnya.

**) Yang saya maksud dengan kerja sama di sini, antara lain: orang-orang yang beragama Hindu bekerjasama dengan orang-orang Nasrani menyembah Yesus, dst.

***) Sedangkan yang saya maksud dengan intervensi, antara lain: kita ikut mengatur / memasukkan unsur-unsur Islam dalam peribadatan mereka yang non-muslim atau sebaliknya. Contohnya: setiap memulai peribadatan mereka yang non-muslim, kita paksakan untuk membaca basmalah. Atau sebaliknya, ketika seseorang hendak sholat di masjid, kemudian orang lain yang non-muslim telah memaksakannya untuk memakai salib. Atau dilakukan kompromi: saat ini seorang muslim dipersilahkan menyembah Allah, tetapi lain waktu menyembah sembahan-sembahan mereka selain Allah. Demikian juga mereka yang non-muslim melakukan hal yang sama secara bergantian sebagai jalan tengahnya untuk menuju kedamaian.

Jadi, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 di atas.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞