بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Senin, 05 Juli 2021

PRIORITAS DALAM BERSEDEKAH


Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (teman sekolah di SMPN 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Pak Imron maaf mau tanya, ini temenku nanya ke aku, katanya dia dapat rezeki sedikit mau disedekahkan. Sebaiknya langsung dikasihkan ke anak yatim atau ke masjid? Mohon penjelasannya Pak Imron, soalnya aku sendiri juga nggak ngerti. Terimakasih sebelumnya”.

Saudaraku,
Sungguh sangat mulia niatan baik dari teman saudaraku untuk bersedekah meski hanya mendapat rezeki sedikit (tidak musti menunggu kaya baru bersedekah). Karena sedekah itu bisa menjauhkan kita dari api neraka. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i berikut ini:

أَخْبَرَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ خَالِدٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْمُحِلِّ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Telah mengabarkan kepada kami Nashr bin 'Ali dari Khalid; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al Muhil dari 'Adi bin Hatim dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Takutlah kalian dengan api neraka, walaupun dengan menginfakkan sepotong kurma." (HR. An-Nasa’i no. 2505).

أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ أَنَّ عَمْرَو بْنَ مُرَّةَ حَدَّثَهُمْ عَنْ خَيْثَمَةَ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّارَ فَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ وَتَعَوَّذَ مِنْهَا ذَكَرَ شُعْبَةُ أَنَّهُ فَعَلَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ التَّمْرَةِ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Telah memberitakan kepada kami Isma'il bin Mas'ud dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Khalid dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah bahwa 'Amru bin Murrah Telah menceritakan kepada mereka dari Khaitsamah dari 'Adi bin Hatim dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan tentang neraka, maka wajah beliau berubah (karena takut darinya), lalu beliau berlindung darinya. Syu'bah menyebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berlindung dari api neraka sebanyak tiga kali, lalu beliau bersabda: "Takutlah kalian dari api neraka, walaupun dengan menginfakkan sepotong kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka dengan kalimat yang baik." (HR. An-Nasa’i no. 2506).

Oleh karena itu sampaikan kepadanya agar jangan menunda-tunda lagi. Sampaikan kepadanya agar bersegera melakukannya (bersegeralah untuk bersedekah) karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk bersegera (dan jangan ditunda-tunda lagi) dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلتُّؤَدَةُ فِى كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ اِلَّا فِى عَمَلِ الْاٰخِرَةِ. (رواه ابو داود والْحَاكِمُ)
“Perlahan-lahan dalam segala hal adalah baik, kecuali dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat”. (HR. Abu Dawud dan Al Hakim).

Saudaraku,
Sampaikan kepadanya agar bersegera melakukannya (agar bersegera untuk bersedekah). Karena jika terus menunda-nunda/tidak segera bersedekah, hal ini bisa menjadi sebab tidak terlaksananya amalan yang sangat mulia tersebut karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput diri kita. Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim berikut ini:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلَا تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ: لِفُلَانٍ كَذَا، وَلِفُلَانٍ كَذَا، وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ. (رواه البخارى ومسلم)   
Seseorang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya, “Ya Rasulullah, apakah sedekah yang paling banyak pahalanya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau bersedekah dalam keadaan dirimu sehat, tidak ingin hartamu lepas darimu, serta dalam keadaan engkau takut kefakiran dan sangat menginginkan harta tersebut. Janganlah engkau menunda hingga ketika ruh sudah mendekati tenggorokan barulah engkau mengatakan, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian’, padahal memang itu sudah menjadi milik si fulan (ahli warisnya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dari hadits di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kita semua bahwa sedekah yang paling banyak pahalanya adalah bersedekah dalam keadaan diri kita sehat, dst. serta tidak menunda-nunda hingga ajal menjelang. Hal ini mengandung makna bahwa kita diperintahkan untuk segera bersedekah dan jangan menunda-nunda hingga ajal menjelang.

Dan hal ini tidak hanya berlaku untuk bersedekah saja, namun juga berlaku untuk semua amal kebajikan. Artinya kita memang diperintahkan untuk bersegera dalam semua amal kebajikan. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam beberapa ayat berikut ini:

... فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ ... ﴿١٤٨﴾
“... Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan ...”. (QS. Al Baqarah. 148).

يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُسَـــٰرِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُوْلَـــٰـــئِكَ مِنَ الصَّـــٰــلِحِينَ ﴿١١٤﴾
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Ali ‘Imraan. 114).

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَـــٰـرِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَـــٰـشِعِينَ ﴿٩٠﴾
Maka Kami memperkenankan do`anya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami. (QS. Al Anbiyaa’. 90).

Selain itu, bila terus menunda-nunda amal baik (termasuk menunda-nunda bersedekah), hal ini bisa menyebabkan niat kita menjadi berubah karena ketika kita menunda-nunda berbuat baik, hal ini sama saja dengan membuka kesempatan pada hawa nafsu dan kepada syaitan untuk mengganggu dan menggoda diri kita untuk tidak melakukan kebaikan karena hawa nafsu dan syaitan senantiasa mengajak kepada keburukan dan menghalangi kita untuk berbuat kebaikan.

... إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٥٣﴾
“..., karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Yusuf. 53).

وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ ﴿٣٧﴾
Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. Az-Zukhruf. 37).

-----

Saudaraku,
Terkait prioritas dalam bersedekah, perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 215 berikut ini:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلْ مَا أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَـــٰــمَىٰ وَالْمَسَــٰـكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ ﴿٢١٥﴾
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. Al Baqarah. 215).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):

(Mereka bertanya kepadamu) hai Muhammad (tentang apa yang mereka nafkahkan) Yang bertanya itu ialah Amar bin Jamuh, seorang tua yang hartawan. Ia menanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang akan dinafkahkan dan kepada siapa dinafkahkannya? (Katakanlah) kepada mereka (Apa saja harta yang kamu nafkahkan) 'harta' merupakan penjelasan bagi 'apa saja' dan mencakup apa yang dinafkahkan yang merupakan salah satu dari dua sisi pertanyaan, tetapi juga jawaban terhadap siapa yang akan menerima nafkah itu, yang merupakan sisi lain dari pertanyaan dengan firman-Nya, (maka bagi ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan), artinya mereka lebih berhak untuk menerimanya. (Dan apa saja kebaikan yang kamu perbuat) baik mengeluarkan nafkah atau lainnya, (maka sesungguhnya Allah mengetahuinya) dan akan membalasnya.

Tafsir Ibnu Katsir:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلْ مَا أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَـــٰــمَىٰ وَالْمَسَــٰـكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ ﴿٢١٥﴾
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, "Harta apa saja yang kalian nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kalian buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah nafkah tatawwu' (sunat).

As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini di-nasakh oleh zakat, tetapi pendapatnya ini masih perlu dipertimbangkan.

Makna ayat: Mereka bertanya kepadamu bagaimanakah caranya mereka memberi nafkah. Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Mujahid. Maka Allah menjelaskan kepada mereka hal tersebut melalui firman-Nya: Katakanlah, "Harta apa saja yang kalian nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." (Al-Baqarah: 215)

Dengan kata lain, belanjakanlah harta tersebut untuk golongan-golongan itu. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, yaitu:

«أُمَّكَ وَأَبَاكَ وَأُخْتَكَ وَأَخَاكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ»
Ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian orang yang lebih bawah (nasabnya) darimu dan yang lebih bawah lagi darimu.

Maimun ibnu Mahram pernah membacakan ayat ini, lalu berkata, "Inilah jalur-jalur nafkah, tetapi di dalamnya tidak disebutkan gendang, seruling, boneka kayu, tidak pula kain hiasan dinding."

Kemudian Allah SWT. berfirman:

... وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ ﴿٢١٥﴾
Dan apa saja kebajikan yang kalian buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Al-Baqarah: 215)

Yakni kebajikan apa pun yang telah kamu lakukan, sesungguhnya Allah mengetahuinya. Dan kelak Dia akan memberikan balasannya kepada kamu dengan balasan yang berlimpah, karena sesungguhnya Dia tidak akan berbuat aniaya terhadap seseorang barang sedikit pun.

-----

Saudaraku,
Terkait prioritas dalam bersedekah, perhatikan pula penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i berikut ini:

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَعْتَقَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي عُذْرَةَ عَبْدًا لَهُ عَنْ دُبُرٍ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَكَ مَالٌ غَيْرُهُ قَالَ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَشْتَرِيهِ مِنِّي فَاشْتَرَاهُ نُعَيْمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْعَدَوِيُّ بِثَمَانِ مِائَةِ دِرْهَمٍ فَجَاءَ بِهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَفَعَهَا إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ عَنْ أَهْلِكَ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا يَقُولُ بَيْنَ يَدَيْكَ وَعَنْ يَمِينِكَ وَعَنْ شِمَالِكَ
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata; "Seseorang dari bani Udzrah -menjanjikan- untuk memerdekakan budaknya setelah ia meninggal, lalu hal itu sampai kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka beliau bertanya: 'Apakah kamu memiliki harta selain dia? ' Ia menjawab; 'Tidak'. Lalu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bertanya: 'Siapakah yang membelinya dariku? ' Lalu Nu'man bin Abdullah Al Adawi membelinya dengan harga delapan ratus Dirham. Ia datang dengan membawa uang tersebut kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, lalu beliau memberikan kepadanya, kemudian beliau bersabda: 'Mulailah dengan dirimu, bersedekahlah padanya. Jika ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika ada kelebihan dari keluargamu, maka untuk kerabatmu. Jika ada kelebihan dari kerabatmu, maka begini dan begini -beliau bersabda: - yang ada di hadapanmu, di samping kananmu dan di samping kirimu. (HR. An-Nasa’i no. 2499).

Saudaraku,
Berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 215 serta penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i di atas, kita bisa mengetahui bahwa ibu, bapak, dan kaum kerabat kita merupakan prioritas utama/yang diutamakan terlebih dulu jika kita ingin bersedekah (artinya mereka lebih berhak untuk menerimanya), terutama jika mereka sudah amat tua dan tidak lagi memiliki penghasilan lagi atau dalam keadaan tidak mampu.

Lebih dari itu, dengan bersedekah kepada keluarga dan kaum kerabat, kita akan mendapatkan nilai tambah dari sedekah tersebut. Disamping akan mendapatkan pahala sedekah, kita juga akan mendapatkan pahala silaturrahim. Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i berikut ini:

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعَلَى قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ أُمِّ الرَّائِحِ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdul A'la dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Khalid dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Aun dari Hafshah dari Ummu Ar Raaih dari Salman bin 'Amir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala sedekah dan pahala silaturrahim." (HR. An-Nasa’i no. 2535).

Sedangkan prioritas berikutnya adalah anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (perhatikan kembali penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 215 serta penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i di atas).

Adapun yang dimaksud dengan orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai kecukupan untuk hidupnya. Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i berikut ini:

أَخْبَرَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى قَالَ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ الْأُكْلَةُ وَالْأُكْلَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ قَالُوا فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى وَلَا يَعْلَمُ النَّاسُ حَاجَتَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ
Telah mengabarkan kepada kami Nashr bin 'Ali dia berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'la dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bukanlah orang miskin itu yang datang untuk mendapatkan satu atau dua suap makanan atau satu atau dua butir kurma". Para sahabat bertanya; 'Lalu bagaimanakah orang yang miskin itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: "Yaitu orang yang tidak mempunyai kecukupan untuk hidupnya, dan orang lain tidak mengetahui kebutuhannya hingga berhak mendapat sedekah." (HR. An-Nasa’i no. 2526).

Saudaraku,
Setelah urutan prioritas di atas, selanjutnya sedekah bisa kita berikan kepada pihak mana saja yang kita lebih mengetahuinya (sedekah bisa kita berikan kepada pihak yang kita lebih tahu yang berhak untuk kita beri). Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i berikut ini:

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقُوا فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْتَ أَبْصَرُ
Telah mengabarkan kepada kami 'Amru bin 'Ali dan Muhammad bin Al Mutsanna dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu 'Ajlan dari Sa'id dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda: "Bersedekahlah kalian", lalu seseorang berkata ya Rasulullah aku hanya memiliki satu dinar, beliau menjawab: "Bersedekahlah dengannya untuk dirimu, " ia berkata aku mempunyai yang lain, beliau bersabda: "Bersedekahlah untuk istrimu, " ia berkata aku mempunyai yang lain, beliau bersabda: "Bersedekahlah untuk anakmu, " ia berkata aku memiliki yang lain, beliau bersabda: "Bersedekahlah untuk pembantumu, " ia berkata aku memiliki yang lain, beliau bersabda: "Engkau lebih tahu yang berhak engkau beri." (HR. An-Nasa’i no. 2488).

JANGAN MENGUNGKIT-UNGKIT PEMBERIAN

Saudaraku,
Ada satu hal yang harus kita perhatikan saat bersedekah agar ibadah kita dalam bersedekah tidak sia-sia, yaitu jangan sekali-kali mengungkit-ungkit sedekah yang telah kita berikan tersebut. Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i berikut ini:

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدَّيُّوثُ وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى
Telah mengabarkan kepada kami 'Amru bin 'Ali dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zura'i dia berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Umar bin Muhammad dari 'Abdullah bin Yasar dari Salim bin 'Abdullah dari Bapaknya dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat; anak yang durhaka kepada orang tua, wanita yang menyerupai laki-laki, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian. Dan tiga golongan mereka tidak akan masuk surga; anak yang durhaka kepada orang tua, pecandu khamer, dan orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya." (HR. An-Nasa’i no. 2515).

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْمُدْرِكِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا خَابُوا وَخَسِرُوا قَالَ الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ وَالْمَنَّانُ عَطَاءَهُ
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Basysyar dari Muhammad dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Ali bin Al Mudrik dari Abu Zur'ah bin 'Amru bin Jarir dari Kharasyah bin Al Hur dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara, tidak akan dilihat dan tidak akan disucikan oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat, bagi mereka adzab yang pedih, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkannya, kemudian Abu Dzar berkata; Rugilah mereka, rugilah mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Orang yang memanjangkan kainnya dibawah mata kaki, orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu, dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya." (HR. An-Nasa’i no. 2516).

أَخْبَرَنَا بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ قَالَ سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ وَهُوَ الْأَعْمَشُ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُسْهِرٍ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ الْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
Telah mengabarkan kepada kami Bisyr bin Khalid dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu'bah dia berkata; Aku mendengar Sulaiman yaitu Al A'masy dari Sulaiman bin Mushir dari Kharasyah bin Al Hur dari Abu Dzar dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara, tidak akan dilihat dan tidak akan disucikan oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat, dan bagi mereka adzab yang pedih, yaitu orang yang menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang memanjangkan kainnya dibawah mata kaki, dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. An-Nasa’i no. 2517).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Sabtu, 03 Juli 2021

TENTANG SEPUTAR MASALAH ISTIDRAJ

Assalamu’alaikum wr. wb.


Saudara seiman dari Madura telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:
 
Mohon maaf Pak Imron,  perihal istidraj dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 44, apakah istidjrat itu diberikan Allah kepada orang yang divonis sudah tidak mau menerima kebenaran setelah Allah telah maksimal memberi peringatan?. Karena di dalam ayat itu ada bagian kalimat (ayat):

(Maaf dengan alih kalimat, mudah-mudahan tidak mengubah maksud ayat)
1.  Bersenang-senang dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan  yang telah diberikan.
2.  Maka dibuka pintu-pintu kesenangan (kemaksiatan).
3.  Sehingga apabila mereka bergembira (dalam kemaksiatan), maka mereka disiksa dengan sekonyong-konyong.

Dengan ayat tersebut apa bisa dimaknai bahwa orang yang mendapat istidjrat sudah tidak dapat kembali ke jalan yang benar karena berhentinya istidjrat itu karena datangnya siksa yang sekonyong-konyong dan tertutup taubat baginya meskipun menyadarinya”. Mohon ma'af Pak imron, mohon penjelasan singkat dalam hal ini.

Saudaraku,
Berikut ini firman Allah SWT. dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 44:

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’aam. 44).

Dalam pesan yang saudaraku sampaikan via WhatsApp di atas, saudaraku mengatakan bahwa di dalam ayat itu ada bagian kalimat (ayat):
1.  Bersenang-senang dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan  yang telah diberikan.
2.  Maka dibuka pintu-pintu kesenangan (kemaksiatan).
3.  Sehingga apabila mereka bergembira (dalam kemaksiatan), maka mereka disiksa dengan sekonyong-konyong.

Mari kita kaji satu per satu apa yang telah saudaraku sampaikan tersebut.

1.  Saudaraku mengatakan bahwa di dalam ayat itu ada bagian kalimat (ayat): “Bersenang-senang dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan  yang telah diberikan”.

Saudaraku,
Yang benar adalah bahwa: “tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka”.

Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al An’aam pada bagian awal ayat 44 berikut ini:

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44).

Jadi yang saudaraku sampaikan tersebut terbalik. Bukan karena mereka bersenang-senang dengan kenikmatan sehingga melupakan (menolak) peringatan  yang telah diberikan, namun karena mereka melupakan peringatan yang telah diberikan Allah kepada mereka (karena mereka berpaling dari peringatan itu/jika mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dari peringatan itu), maka Allah-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka.

Sekali lagi kusampaikan, bahwa yang benar adalah karena mereka terus-menerus melupakan peringatan yang telah diberikan Allah kepada mereka, maka (dengan sebab perbuatan mereka yang terus-menerus melupakan peringatan Allah tersebut) justru Allah bukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka.

Terkait hal ini, dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir diperoleh penjelasan sebagai berikut:

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ ... ﴿٤٤﴾
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44). Maksudnya mereka berpaling dari peringatan itu dan melupakannya serta menjadikannya terbuang di belakang punggung mereka.

... فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“... Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44). Yakni Kami bukakan bagi mereka semua pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj dari Allah buat mereka.

2.  Saudaraku mengatakan bahwa di dalam ayat itu ada bagian kalimat (ayat): “Maka dibuka pintu-pintu kesenangan (kemaksiatan)”.

Saudaraku,
Yang dimaksud dengan pintu-pintu kesenangan tersebut bukanlah pintu-pintu kemaksiatan. Namun yang benar adalah pintu-pintu kesenangan duniawi (yakni berupa harta benda yang berlimpah, anak yang banyak, serta rezeki yang melimpah ruah) sebagai istidraj untuk mereka. Dibukanya pintu-pintu kesenangan duniawi tersebut karena perbuatan mereka yang terus-menerus melupakan peringatan Allah (karena perbuatan mereka yang terus-menerus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ. (رواه أحمد)   
“Bila kamu melihat Allah memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj dari Allah.” (HR. Ahmad.)

Terkait hal ini, dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir diperoleh penjelasan sebagai berikut:

... فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ... ﴿٤٤﴾
“... Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka ...”. (QS. Al An’aam. 44). Yakni Kami bukakan bagi mereka semua pintu rezeki dari segala jenis yang mereka pilih. Hal itu merupakan istidraj dari Allah buat mereka.

Sedangkan dalam Kitab Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy), diperoleh penjelasan sebagai berikut:

{ فَلَمَّا نَسُواْ } تركوا { مَا ذُكِّرُواْ } وُعِظُوا وخُوِّفوا { بِهِ } من البأساء والضرّاء فلم يتعظوا { فَتَحْنَا } بالتخفيف والتشديد { عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ } من النعم استدراجًا لهم
(Maka tatkala mereka melupakan) mereka mengabaikan (peringatan yang telah diberikan kepada mereka) nasihat dan ancaman yang telah diberikan kepada mereka (melaluinya) yaitu dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dan nasihat darinya (Kami bukakan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada mereka semua pintu-pintu) yakni kesenangan-kesenangan sebagai istidraj untuk mereka.

3.  Saudaraku mengatakan bahwa di dalam ayat itu ada bagian kalimat (ayat): “Sehingga apabila mereka bergembira (dalam kemaksiatan), maka mereka disiksa dengan sekonyong-konyong”.

Saudaraku,
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang dimaksud dengan bergembira di sini bukanlah bergembira dalam kemaksiatan. Namun bergembira dengan berbagai kesenangan duniawi (yakni berupa harta benda yang berlimpah, anak yang banyak, serta rezeki yang melimpah ruah) sebagai istidraj untuk mereka. Mereka dibiarkan bergembira dengan berbagai kesenangan duniawi tersebut sehingga di saat mereka sedang lalai, Allah siksa mereka dengan sekonyong-konyong sehingga mereka putus harapan dari semua kebaikan. Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan sebagai berikut:

... أَخَذْنَـــٰــهُم بَغْتَةً ... ﴿٤٤﴾
“... Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong ...”(Al-An'am: 44). Yaitu di saat mereka sedang lalai.

... فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
“... maka ketika itu mereka terdiam putus asa”(Al-An'am: 44). Artinya putus harapan dari semua kebaikan.

وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـئَـايَـــٰــتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨٢﴾
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami lakukan istidraj terhadap mereka (nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (QS. Al-A'raaf. 182).

~~~~~

Dalam pesan yang telah saudaraku sampaikan via WhatsApp di atas, saudaraku menanyakan apakah dengan ayat tersebut bisa dimaknai bahwa orang yang mendapat istidjrat sudah tidak dapat kembali ke jalan yang benar karena berhentinya istidjrat itu adalah datangnya siksa yang sekonyong-konyong dan tertutup taubat baginya meskipun yang bersangkutan menyadarinya?

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa seorang hamba tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, bagaimanapun besarnya dosa-dosanya, karena sesungguh­nya pintu rahmat dan pintu taubat itu sangatlah luas, jauh lebih luas dari yang kita pikirkan. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 104 berikut ini:

أَلَمْ يَعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَــــٰـتِ وَأَنَّ اللهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿١٠٤﴾
Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? (QS. At Taubah. 104).

Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi serta penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut ini:

Dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً. (رواه الترمذى)  
Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai Bani Adam, sesungguhnya selama engkau berdo’a kepada-Ku, mengharapkan-Ku, niscaya Aku beri ampun kepadamu atas apa yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku beri ampunan kepadamu, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, sungguh, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan apapun, pasti Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh itu juga.” (HR. At-Tirmidzi)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ عَبْدُ الْمُؤْمِنِ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ ، حَدَّثَنِي أَخْشَنُ السَّدُوسِيُّ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَخْطَأْتُمْ حَتَّى تَمْلَأَ خَطَايَاكُمْ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، ثُمَّ اسْتَغْفَرْتُمُ اللهَ لَغَفَرَ لَكُمْ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ لَمْ تُخْطِئُوا لَجَاءَ اللهُ بِقَوْمٍ يُخْطِئُونَ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُونَ اللهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ". (رواه أحمد)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Nu'man, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Abdul Mu'min ibnu Ubaidillah As-Saddi, telah menceritakan kepadaku Hasan As-Sadusi yang mengatakan bahwa ia masuk mengunjungi Anas ibnu Malik r.a., lalu Anas berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­nya, sekiranya kalian berbuat kesalahan sehingga kesalahan kalian memenuhi antara langit dan bumi, kemudian kalian mohon ampun kepada Allah SWT., niscaya Dia memberi ampun bagi kalian. Dan demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sekiranya kalian tidak berbuat kesalahan (dosa), tentulah Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat kesalahan, kemudian mereka mohon ampun kepada Allah, maka Allah memberi ampun bagi mereka. (HR. Imam Ahmad).

Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa sesungguhnya Allah sangat menyukai hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya. Sehingga tidak pantas bagi seorang hamba untuk berputus asa dari rahmat Allah, bagaimanapun besarnya dosa-dosanya. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad serta penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Darimi berikut ini:

قَالَ عَبْدُ اللهِ ابْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ النَّرسِي، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ مَسْلَمَةُ الرَّازِيُّ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو الْبَجَلِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ، عَنْ أَبِيهِ، عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ الْمُفَتَّنَ التَّوَّابَ". (رواه أحمد)
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul A'la ibnu Hammad Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah alias Maslamah ibnu Abdullah Ar-Razi, dari Abu Amr Al-Bajali, dari Abdul Malik ibnu Sufyan As-Saqafi, dari Abu Ja'far alias Muhammad ibnu Ali, dari Muhammad ibnul Hanafiyyah, dari ayahnya (yaitu Ali ibnu AbuTalib r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang teperdaya oleh dosa lagi suka bertobat”. (HR. Imam Ahmad).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap bani Adam banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang banyak bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Darimi)

Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, nampaklah bahwa seorang hamba tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, bagaimanapun besarnya dosa-dosanya, karena sesungguh­nya pintu rahmat dan pintu taubat itu sangatlah luas. Dan hal ini tentu saja juga berlaku bagi siapa saja yang kena istidraj, selama dia segera menyadarinya sebelum azab datang kepadanya hingga sakaratul maut datang menghampirinya.

Terkait hal ini, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Fir’aun. Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan sebagai berikut:

Setelah semua pasukan berada di dalam laut tanpa ada yang ketinggalan, dan yang terdepan dari seluruh rombongan mereka hampir sampai di tepi laut yang lainnya, maka Allah Yang Maha Kuasa memerin­tahkan kepada laut agar menutup dan menelan mereka. Maka laut menelan mereka semuanya tanpa ada seorang pun dari mereka yang selamat. Ombak laut mengombang-ambingkan mereka, mencampakkan dan membantingnya, menelan Fir'aun dan mengungkungnya sehingga Fir'aun menghadapi sakaratul maut. Maka pada saat itu juga Fir'aun berkata, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

... قَالَ ءَامَنتُ أَنَّهُ لَا إِلـــٰــهَ إِلَّا الَّذِي ءَامَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٩٠﴾
... berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Yunus. 90).

Saudaraku,
Fir'aun baru beriman di saat iman tiada manfaatnya lagi baginya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا ءَامَنَّا بِاللهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ ﴿٨٤﴾ فَلَمْ يَكُ يَنفَعُهُمْ إِيمَــــٰـــنُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّتَ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَـــٰــفِرُونَ ﴿٨٥﴾
(84) Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: "Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah. (85) Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir. (QS. Ghafir. 84 – 85).

Karena itulah Allah SWT. berfirman dalam menjawab Fir'aun yang telah mengatakan kata-kata tersebut, yaitu:

اٰۤلْــئٰــنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ ... ﴿٩١﴾
“Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, ...”. (QS. Yunus. 91).

~~~~~

Saudaraku,
Taubatnya Fir’aun tidak diterima oleh Allah karena setelah ombak laut mengombang-ambingkan, mencampakkan dan membantingnya, menelan Fir'aun dan mengungkungnya sehingga Fir'aun menghadapi sakaratul maut (taubatnya Fir’aun tidak diterima oleh Allah karena sakaratul sudah datang menghampirinya/karena ruhnya sudah sampai di tenggorokannya). Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi berikut ini:

Dari Ibnu Umar r.a, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه الترمذى)   
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla akan menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi).

Saudaraku,
Hal ini menunjukkan bahwa setiap hamba yang berdosa (termasuk yang sedang terkena istidraj) masih tetap berkesempatan untuk mendapatkan ampunan dari Allah selama yang bersangkutan segera menyadarinya dan menindaklanjutinya dengan segera bergegas untuk bertaubat kepada-Nya sebelum datang azab kepadanya dengan tiba-tiba sehingga dia tidak dapat ditolong lagi. 

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
(54) Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (55) Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, (QS. Az Zumar. 54 – 55).

Sedangkan apabila azab sudah terlanjur datang kepadanya (apabila azab sudah datang menimpanya hingga sakaratul maut datang menghampirinya), maka yang bersangkutan sudah tidak mungkin lagi mendapatkan ampunan dari Allah sehingga yang bersangkutan hanya bisa terdiam berputus asa.

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, diperoleh penjelasan sebagai berikut:

... أَخَذْنَـــٰــهُم بَغْتَةً ... ﴿٤٤﴾
“... Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong ...”(Al-An'am: 44). Yaitu di saat mereka sedang lalai.

... فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤﴾
“... maka ketika itu mereka terdiam putus asa”(Al-An'am: 44). Artinya putus harapan dari semua kebaikan.

وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـئَـايَـــٰــتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨٢﴾
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami lakukan istidraj terhadap mereka (nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (QS. Al-A'raaf. 182).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
Berikut ini Tafsir Jalalain surat An’aam ayat 44 selengkapnya:

{ فَلَمَّا نَسُواْ } تركوا { مَا ذُكِّرُواْ } وُعِظُوا وخُوِّفوا { بِهِ } من البأساء والضرّاء فلم يتعظوا { فَتَحْنَا } بالتخفيف والتشديد { عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ } من النعم استدراجًا لهم { حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ } فَرَحَ بَطَرٍ { أَخَذْنَاهُم } بالعذاب { بَغْتَةً } فجأة { فَإِذَا هُمْ مُّبْلِسُونَ } آيسون من كل خير.
(Maka tatkala mereka melupakan) mereka mengabaikan (peringatan yang telah diberikan kepada mereka) nasihat dan ancaman yang telah diberikan kepada mereka (melaluinya) yaitu dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dan nasihat darinya (Kami bukakan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada mereka semua pintu-pintu) yakni kesenangan-kesenangan sebagai istidraj untuk mereka (sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka) gembira yang diwarnai rasa sombong (Kami siksa mereka) dengan azab (dengan tiba-tiba) secara sekonyong-konyong (maka ketika itu mereka terdiam berputus-asa) mereka merasa berputus asa dari segala kebaikan. (Tafsir Jalalain surat An’aam ayat 44).

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞