بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Senin, 05 Agustus 2013

MENDAPAT ILMU YANG SAMA SECARA BERULANG-ULANG


Assalamu’alaikum wr. wb.

Dalam sebuah diskusi, seorang teman (dosen Fakultas Hukum sebuah universitas negeri di Jawa Timur) telah membuat pernyataan sebagai berikut:

Setelah saya pikir akan lebih baik lagi bila dakwah disampaikan kepada orang/sekelompok orang yang tepat untuk didakwahi. Kesalah-kaprahan yang terjadi selama ini adalah dakwah ditujukan kepada orang/sekelompok orang yang sudah jelas komitmen keberagamaannya, sementara masih banyak orang/sekelompok orang yang seharusnya didakwahi malah tidak tersentuh.

Contoh:
- Kurang manfaat (baca: tidak tepat sasaran) bila saya berdakwah kepada orang yang sudah mempunyai bekal ilmu agama yang cukup.
- Para ustadz/da'i berdakwah kepada anggota majelis taklim.

Akan lebih tepat bila saya berdakwah kepada para napi, para pelanggar hukum, dll (karena saya orang hukum). Ada juga yang sangat perlu untuk didakwahi, seperti mereka yang masih tenggelam dalam dunia kelam (yang mencari uang dengan menjajakan diri), dst. Kalau dosen, ya kepada mahasiswanya lewat materi kuliah. Itu lebih tepat bro! Jangan meniru "para da'i jaman sekarang", tidak tepat sasaran alias “nguyahi segoro”.

Catatan:
~ Nguyahi segoro (Bahasa Jawa) = menggarami lautan, sebuah istilah dalam Bahasa Jawa untuk menggambarkan sebuah kesia-siaan.
~ Mohon maaf, sebagian diantaranya telah ku-edit, karena beliau telah menyebut nama orang serta beberapa nama tempat di seputar wilayah Surabaya).

-----

Saudaraku...,
Sesungguhnya tidak ada satupun yang sia-sia, selama semuanya itu kita niatkan hanya karena Allah semata. Sekalipun kita mendapatkan ilmu yang sama secara berulang-ulang.

Dalam khutbah Jum’at, bahkan kita selalu diingatkan untuk bertaqwa kepada Allah karena pesan taqwa adalah salah satu rukun* khutbah Jum’at. Ya..., setiap kali kita sholat Jum’at, pasti kita akan selalu mendapatkan ilmu yang sama (yaitu tentang wasiat/pesan taqwa) secara berulang-ulang.

Dalam Al Qur’an dan Hadits-pun, banyak perintah yang berulang-ulang. Antara lain, supaya cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya benar-benar mengakar (kokoh, kuat menghunjam, tidak mudah goyah / tidak mudah tercerabut oleh segala tipu daya syaitan).

اللهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللهِ ذَلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن يُضْلِلْ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ ﴿٢٣﴾
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang**, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya”. (QS. Az Zumar: 23).

**) Yang dimaksud dengan berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Al Qur’an supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. Sebahagian Ahli Tafsir mengatakan bahwa (yang dimaksud dengan berulang-ulang di sini) ialah bahwa ayat-ayat Al Qur’an itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al Fatihah.

Saudaraku...,
Ada satu hal yang ingin kusampaikan. Bahwa kita tidak boleh belajar agama ataupun "membaca" Al Qur'an berdasarkan persepsi kita sendiri. Belajar agama tanpa guru, maka setan bisa mengambil kesempatan itu. (Na’udzubillahi mindzalika...!!!).

Oleh karena itu, berhati-hatilah wahai saudaraku!

-----

Ya… Tuhan kami,
Lindungilah kami ketika kami membaca ayat-ayat-Mu dari godaan syaitan yang terkutuk agar kami senantiasa berada dalam jalan-Mu yang lurus. Amin, ya rabbal ’alamin!

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ﴿٩٨﴾
”Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (QS. An Nahl. 98).

Wallahu ta'ala a'lam.
Semoga bermanfaat.

NB.
*) Perbedaan rukun dan syarat dalam suatu amalan:

Yang dimaksud dengan rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu tidak akan ada tanpanya. Dengan kata lain, rukun itu harus ada dalam satu amalan dan ia merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut.

Rukun khutbah Jum’at itu ada lima:
1. Membaca hamdalah, yaitu lafadz alhamdulillah atau variannya seperti lafadz innal-hamda lillah.
2. Membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
3. Menyampaikan pesan taqwa atau wasiat.
4. Membaca ayat Al Quran.
5. Mendoakan umat Islam, seperti lafadz “Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat” atau lafadz lainnya.

Nah, karena pesan taqwa adalah salah satu rukun khutbah Jum’at, maka ia harus ada dalam setiap khutbah Jum’at dan merupakan bagian dari amalan/tata cara khutbah Jum’at. Jika pesan taqwa tidak disampaikan dalam khutbah Jum’at, maka khutbah Jum’at itu tidak sah sehingga sholat Jum’atnya-pun juga menjadi tidak sah.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan, namun ia bukan bagian dari amalan tersebut. Contohnya wudhu. Wudhu merupakan syarat shalat, ia harus dilakukan bila seseorang hendak melakukan shalat namun ia bukan bagian dari amalan / tata cara shalat.


Sabtu, 03 Agustus 2013

CURHAT SEORANG MUALLAFAH

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat telah bertanya: “Bapak, maaf kalau saya menyita waktu Bapak. Saya muslimah dari Papua. Saya seorang muallafah. Boleh saya bertanya Pak? Begini Pak, saya sering mendengar ada beberapa anggapan bahwa kami yang muallaf terdengar seperti pembohong, yang menggunakan kemuallafan kami hanya untuk menarik simpati orang. Sebagai contoh, kami yang muallaf biasanya tersingkirkan dalam kehidupan kami, dari keluarga dan juga teman-teman. Tapi saat kami membutuhkan bantuan dalam hal dana, kenapa banyak orang yang menganggap bahwa kami hanya memanfaatkan mereka? Kenapa begitu, ya Pak? Apa seperti itu ya, kami di perlakukan?”.

Santai saja, wahai saudaraku. Sikapi saja dengan tenang!

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً ﴿٢٨﴾
”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al Kahfi. 28).

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ ﴿٢١٤﴾
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah. 214).

-----

Beliau mengatakan: ”Bapak mohon dimaafkan, apa bisa Bapak jelaskan secara umum. Kalau misalkan kami diperlakukan seperti itu, kemana lagi kami meminta pertolongan, sedangkan semua orang menganggap kami seperti itu. Jujur, ini adalah yang saya alami saat ini”.

Masih ada Allah, wahai saudaraku!!!

Saudaraku…,
Tiada artinya pujian dari orang lain, jika pada saat yang sama ternyata kita mendapat murka dari-Nya karena kita telah keluar dari jalan-Nya yang lurus, namun kita telah memakai “topeng”, sehingga seolah-olah dihadapan orang lain kita terlihat sebagai orang-orang yang terpuji.

Sebaliknya; biarpun orang-orang telah menghina kita, memalingkan mukanya dari kita, mencela kita, meninggalkan kita, dst., namun jika pada saat yang sama justru kita bisa menggapai ridho-Nya karena kita telah berjalan sesuai dengan jalan-Nya yang lurus, maka seharusnya kita tidak perlu pusing dengan sikap mereka itu...!!!

Jika kita mampu untuk memaafkan mereka, maafkanlah. Semoga kelapangan dada kita dalam menghadapi keadaan yang demikian sulit ini, dapat dilihat oleh Allah sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan kita kepada-Nya. Amin!

Namun jika kita tidak mampu untuk memaafkan mereka, maka kembalikan semua urusan ini hanya kepada-Nya. Yakinlah, bahwa Allah akan memberikan keputusan terbaik diantara kita. Karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana, sebagaimana janji-Nya dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 18:

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ ﴿١٨﴾
”Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al An’aam. 18).

Sedangkan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6 (yang artinya adalah):

وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾
"(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum. 6).

-----

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿٥﴾
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al Mumtahanah. 5).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan.

Semoga bermanfaat.

Kamis, 01 Agustus 2013

INGIN MENJADI WANITA KARIER

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat telah menyampaikan keinginannya untuk all out / total dalam berkarier sebagai staf pengajar / dosen di sebuah perguruan tinggi. Beliau tak ingin berhenti sampai jenjang pendidikan S2 saja. Beliau kepingin sekali untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang S3 ke luar negeri. Bahkan beliau juga ingin terus berlanjut hingga sampai profesor, sebuah jabatan akademik tertinggi di lingkungan perguruan tinggi.

Beliau juga telah menyampaikan bahwa sebenarnya sang suami telah memberikan ijin / dukungan terhadap keinginannya tersebut. Meskipun demikian, ada sedikit kebimbangan dalam pikiran beliau. Karena ternyata saudaranya kurang mendukung dengan alasan hidup itu qana’ah* saja, nggak usah terlalu ambisi dengan kehidupan dunia dengan mengejar karier setinggi-tingginya. Saudaranya mengatakan bahwa semua sudah dia punyai: suami yang sholeh, anak laki-laki dan perempuan yang sehat dan cerdas, materi yang cukup, dsb..., dst...

Beliau ingin mendapatkan masukan / wejangan, karena belum ada yang bisa membuatnya yakin atas impiannya tersebut.

-----

Saudaraku…,
Sebelumnya aku mohon maaf jika jawaban yang aku berikan, mungkin dirasakan kurang memuaskan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Saudaraku...,
Sebenarnya dalam Islam tidak ada larangan bagi wanita untuk berkarier. Siti Khadijah istri Rasulullah-pun adalah seorang wanita karier. Beliau adalah saudagar kaya raya yang perniagaannya sampai ke luar negeri.

Terkait dengan keinginan saudaraku untuk studi lanjut S3 ke luar negeri, tentunya ini bukanlah perkara mudah. Meskipun tidak ada larangan bagi seorang wanita muslimah untuk berkarier / menuntut ilmu setinggi-tingginya (apalagi sudah mendapat ijin / dukungan dari suami tercinta), namun studi lanjut S3 ke luar negeri bisa menyebabkan seorang wanita berpisah dengan suami dan keluarganya dalam jangka waktu yang lama. Jika tidak berhati-hati, hal ini bisa memicu terjadinya keretakan keluarga bahkan hingga berujung pada perceraian.

Mengapa bisa demikian? Bisa jadi hal ini berawal dari kebutuhan biologis yang sudah lama tertahan. Untuk mengatasi hal ini, suami bisa diajak serta ke luar negeri jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka suami bisa pergi mengunjungi saudaraku secara berkala, bisa 3 bulan sekali atau satu semester sekali atau lainnya. Atau bisa pula sebaliknya.

Saudaraku...,
Ada satu hal yang ingin kusampaikan. Bahwa dari sikap suami yang tidak mengekang saudaraku dalam berkarier / dalam menuntut ilmu, hal itu mengindikasikan bahwa beliau adalah seorang suami yang baik dan penuh pengertian. Maka balaslah kebaikan suami dengan kebaikan pula.

Jika pada akhirnya saudaraku telah sukses menjadi seorang doktor bahkan profesor, maka tetaplah untuk menghormati beliau sebagai pemimpin saudaraku dan pembimbing saudaraku dalam menggapai ridho-Nya. Karena bagaimanapun juga, dalam lingkup keluarga, maka laki-laki (suami) itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (istri). Tak peduli, apakah status sosial sang suami lebih tinggi, sama atau lebih rendah dari istri. Demikian penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 34, yang artinya adalah sebagai berikut:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ ...
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka ...”. (QS. An Nisaa’. 34).

Saudaraku tidak perlu membantah ketetapan Allah tersebut. Kita tidak boleh mengambil sebagian saja hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu hukum-hukum yang kita senangi saja. Sementara hukum-hukum yang lain yang tidak kita senangi kita buang begitu saja. Karena Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 208, yang artinya adalah sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah. 208).

Berbahagialah saudaraku sebagai seorang muslimah. Jangan risau hanya untuk apresiasi absurd dan semu di dunia ini. Tunaikan dan tegakkan kewajiban agamamu, niscaya surga menantimu. Kita tak perlu terprofokasi oleh emansipasi ala barat / western. Sebagai seorang muslim / muslimah yang baik, seharusnya rujukan utamanya adalah Al Qur’an dan Al Hadits.

هـذَا بَلاَغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ وَلِيَعْلَمُواْ أَنَّمَا هُوَ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ ﴿٥٢﴾
“(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).

Saudaraku...,
Jika seorang istri yang (pada akhirnya) mempunyai status sosial lebih tinggi dari suaminya lantas dia merasa tidak perlu untuk menghormati sang suami sebagai pemimpin dan pembimbingnya dalam menggapai ridho-Nya bahkan dia merasa berhak untuk memerintah suaminya, lalu bagaimana pula dengan seorang anak yang (pada akhirnya) mempunyai status sosial lebih tinggi dari ibunya? Apakah si anak juga boleh merasa tidak perlu untuk menghormati sang ibu sebagai orang tuanya, bahkan merasa berhak untuk memerintah sang ibu? Bukankah menurut ajaran Islam, selain kepada Allah dan rasul-Nya, beliau adalah orang yang harus dihormati melebihi semua manusia yang lainnya? Tak peduli, apakah status sosial sang anak lebih tinggi, sama atau lebih rendah dari sang ibu?

Abuhurairah r.a. berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ مَنْ أَحَقَّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. فَقَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوكَ. (رواه البخارى و مسلم)
Seseorang datang kepada Rasulullah s.a.w. dan bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah yang berhak untuk aku layani (untuk aku patuhi)?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ayahmu!”. (H. R. Bukhari, Muslim).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Qana’ah adalah suatu sikap merasa cukup, ridha atau puas (kepuasan hati) dengan pembagian rezki yang diberikan Allah dan menyandarkan kebutuhan hanya kepada Allah SWT.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞