بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Rabu, 05 November 2014

PERSAKSIAN BAHWA TIADA TUHAN SELAIN ALLAH (II)



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang teman telah memberi komentar terhadap artikel yang berjudul “Persaksian Bahwa Tiada Tuhan Selain Allah (I)” dengan komentar sebagai berikut:

Bagus. Semoga tidak salah dalam menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an karena ada kaidah & metodologi sebagai berikut: menurut ahli Tafsir Qur'an kalau seseorang mengutip ayat-ayat tidak mengetahui asbabul nujul & asbabul wuru' nya bisa fatal.

-----

Sebelumnya kusampaikan ucapan terimakasih atas masukan/peringatan yang telah diberikan. Semoga perhatian yang telah diberikan dapat dilihat oleh Allah SWT. sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan saudaraku kepada-Nya.

Saudaraku…,
Sebelum menanggapi masukan yang telah saudaraku sampaikan tersebut, pada kesempatan ini akan kusampaikan terlebih dahulu beberapa koreksi atas pernyataan yang telah saudaraku sampaikan tersebut.

1. Mungkin yang saudaraku maksudkan adalah asbaabun nuzuul ( أَسْبَابُ النُّزُوْل ), bukan “asbabul nujul” sebagaimana yang telah saudaraku tulis. Sedangkan yang dimaksud dengan “asbaabun nuzuul” sendiri adalah sebab-sebab diturunkannya suatu ayat/beberapa ayat dalam Al Qur’an. Dengan mengetahui asbaabun nuzuul dari suatu ayat, maka hal ini akan memudahkan para mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat tersebut.

Saudaraku…,
Satu hal yang harus kita ketahui, bahwa meskipun dikatakan sebagai sebab-sebab diturunkannya suatu ayat dalam Al Qur’an, peristiwa yang terjadi tersebut bukan secara otomatis menjadi penyebab turunnya ayat yang membicarakan kasus itu. Oleh sebab itu, para ahli tafsir mengatakan bahwa hubungan peristiwa yang terjadi dengan turunnya ayat yang membicarakan peristiwa tersebut bukan dalam hubungan kausalitas (sebab-akibat), tetapi memang Allah SWT. ingin menurunkan ayat itu pada saat atau sedang terjadinya peristiwa tersebut.

Lebih dari itu, sesungguhnya ayat yang diturunkan Allah SWT berkaitan dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu (ayat-ayat yang ada asbaabun nuzuul-nya), ayat seperti ini jumlahnya tidak banyak. Menurut Prof. Roem Rowi (seorang ahli tafsir Al Qur’an; S1 Universitas Islam Madinah, S2 – S3 Universitas Al-Azhar) yang beliau sampaikan saat memberi kajian rutin ba’da maghrib di Masjid Al Falah Jl. Raya Darmo 137A Surabaya, ayat-ayat yang ada asbaabun nuzuul-nya hanya sekitar 10% saja. Dan dari 10% tersebut, hanya sekitar separuhnya saja yang riwayatnya shahih. Hal ini menunjukkan bahwa jika untuk memahami setiap ayat-ayat Al Qur’an “disyaratkan” harus mengetahui asbaabun nuzuul-nya terlebih dahulu, maka bisa dipastikan sebagian besar ayat-ayat Al Qur’an tidak akan bisa dipahami.

Mengapa demikian? Karena sebagian besar ayat-ayat Al Qur’an diturunkan tanpa ada peristiwa yang terjadi ketika ayat itu diturunkan oleh Allah SWT. Turunnya ayat atau beberapa ayat ini semata-mata merupakan petunjuk Allah SWT kepada manusia. Kehendak-Nya untuk memberi petunjuk kepada manusia inilah yang menjadi asbab dari ayat atau beberapa ayat tersebut, walaupun tidak atau belum diketahui konteks peristiwa turunnya ayat itu dalam sejarah.

2. Mungkin yang saudaraku maksudkan adalah “asbabul wurud”, bukan asbabul wuru' sebagaimana yang telah saudaraku tulis. Asbabul wurud berarti sebab-sebab kedatangan. Yang dimaksudkan di sini adalah: beberapa hal yang menyebabkan lahir atau munculnya hadits Nabi Muhammad SAW.

Asbabul wurud sendiri disamakan dengan asbaabun nuzuul pada ayat-ayat Al Qur’an. Sama seperti halnya pada ayat-ayat Al Qur’an, hadits-hadits juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu hadits-hadits yang memiliki asbab al-wurud dan hadits-hadits yang tidak memiliki asbab al-wurud.

Pada umumnya, hadits yang memiliki asbab al-wurud terdiri atas hadits-hadits yang berkaitan dengan perbuatan manusia/hukum. Sedangkan hadits-hadits yang tidak berkaitan dengan perbuatan manusia tidak banyak yang memiliki asbab al-wurud. Hal ini disebabkan, kebanyakan hadis itu muncul karena adanya pertanyaan sahabat tentang hukum suatu kejadian atau perbuatan yang mereka saksikan.

Pada hadis-hadis yang memiliki asbab al-wurud, adakalanya asbab al-wurud-nya disebut dalam matan/teks hadits yang bersangkutan, dan adakalanya tidak disebut dalam teksnya sendiri, melainkan disebut pada tempat lain.

-----

Terkait kutipan ayat-ayat serta hadits-hadits pada tulisan yang berjudul: “Persaksian Bahwa Tiada Tuhan Selain Allah (I)” tersebut, dua ayat pertama dikutip untuk menunjukkan bagaimana Ahli Kitab dalam menyikapi kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.

Ayat pertama yang dikutip pada tulisan tersebut adalah surat Al Baqarah ayat 109:

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ... ﴿١٠٩﴾
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran ...” (QS. Al Baqarah. 109).

Surat Al Baqarah ayat 109 selengkapnya adalah sebagai berikut:

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٠٩﴾
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma`afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah. 109).

Untuk bisa memahami Surat Al Baqarah ayat 109 tersebut, berikut ini kusampaikan penjelasan yang ada dalam tafsir Jalalain:

“(Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar) 'lau' atau 'agar' mashdariyah, artinya melebur kalimat sesudahnya menjadi mashdar (mereka dapat mengembalikan kamu pada kekafiran setelah kamu beriman disebabkan kedengkian) 'maf`ul lah' menunjukkan motif dari keinginan mereka itu (dari diri mereka sendiri) maksudnya timbul dan didorong oleh jiwa mereka yang kotor (setelah nyata bagi mereka) dalam Taurat (kebenaran) mengenai diri Nabi. (Maka biarkanlah mereka) tinggalkan (dan berpalinglah) tak usah dilayani mereka itu, (sampai Allah mendatangkan perintah-Nya) tentang mereka dengan menyuruh memerangi mereka. (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu)”.

Asbaabun nuzuul Surat Al Baqarah ayat 109:

Huyay bin Akhtab dan Abu Jasir bin Akhtab termasuk kaum Yahudi yang paling hasud terhadap orang Arab, dengan alasan Allah telah mengistimewakan orang Arab dengan mengutus Rasul dari kalangan mereka. Kedua orang bersaudara ini berusaha keras sekuat tenaga mereka untuk mengeluarkan manusia dari agama Islam. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surat Al Baqarah ayat 109) sehubungan dengan perbuatan kedua orang itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa'id atau 'Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Ayat kedua yang dikutip pada tulisan tersebut adalah surat Asy Syuura ayat 14:

وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ مِن بَعْدِهِمْ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيبٍ ﴿١٤﴾
”Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka*. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil)** sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu”. (QS. Asy Syuura. 14).

*) Maksudnya: Ahli-ahli kitab itu berpecah belah sesudah mereka mengetahui kebenaran dari nabi-nabi mereka. Sesudah datang Nabi Muhammad SAW dan nyata kebenarannya, merekapun tetap berpecah belah dan tidak mempercayainya.

**) Yang dimaksud dengan ”orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab” adalah ahli kitab yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW.

Untuk bisa memahami surat Asy Syuura ayat 14 tersebut, berikut ini kusampaikan penjelasan yang ada dalam tafsir Jalalain:

“(Dan mereka tidak berpecah-belah) yaitu para pemeluk agama-agama tentang agamanya, umpamanya sebagian dari mereka berpegang kepada ajaran tauhid dan sebagian lainnya kafir (melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka) yakni pengetahuan tentang ajaran tauhid (karena kedengkian) yang dimaksud adalah orang-orang kafir (di antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Rabbmu dahulunya) untuk menangguhkan pembalasan (sampai kepada waktu yang ditentukan) yakni hari kiamat (pastilah telah diputuskan di antara mereka) yaitu diazab-Nya orang-orang kafir di dunia. (Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Alkitab sesudah mereka) mereka adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani (benar-benar dalam keraguan terhadapnya) terhadap Nabi saw. (yang mengguncangkan) yang menyebabkan keragu-raguan”.

Saudaraku…,
Dari uraian tersebut, insya Allah tidak ada masalah dalam hal kutipan kedua ayat tersebut (surat Al Baqarah ayat 109 serta surat Asy Syuura ayat 14) terkait dengan tulisan tersebut.

Sedangkan untuk ayat-ayat serta hadits-hadits berikutnya, tentunya tidak perlu dibahas dalam kaitannya dengan tulisan tersebut, karena ayat-ayat maupun hadits-hadits tersebut hanya kusampaikan dengan tujuan agar bisa kita jadikan sebagai bahan renungan saja, artinya tidak terkait langsung dengan tulisan tersebut.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Senin, 03 November 2014

PERSAKSIAN BAHWA TIADA TUHAN SELAIN ALLAH (I)



Assalamu’alaikum wr. wb.

Dalam sebuah diskusi terbuka di facebook, seorang non-muslim dengan santainya telah membuat pernyataan sebagai berikut:

Saya sering bingung mengartikan kalimat: “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah”. Setahu saya, saksi adalah “orang yang berada pada saat kejadian, sehingga dipercayai mampu menceritakan kejadian yang sesungguhnya”. Saya jadi berfikir, orang-orang yang berani mengucapkan kalimat tersebut berarti sudah melihat Allah di surga dan sudah keliling dunia dan surga, sehingga dia berani bersaksi mengatakan bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”. Jika dia belum melihat langsung, apakah dia bisa dikatakan sebagai saksi?

Seorang saksi harus berada di tempat kejadian perkara. Jika tidak, maka dia adalah "saksi palsu!". Jika bersaksi berdasarkan “feeling” atau perasaan saja maka kesaksiannya tidak bisa dipercaya, atau pembohong.

-----

MARI KITA KAJI PERNYATAAN DI ATAS!

Saudaraku…,
Dari pernyataan di atas, nampak sekali kekurang-pahaman dari yang bersangkutan akan makna persaksian. Lebih dari itu, dari pernyataan di atas juga sangat kelihatan, betapa dalam pikirannya yang ada hanyalah kedengkian yang timbul dari dirinya sendiri, setelah nyata kebenaran itu ada di depannya. Dan kedengkian itu, hanya akan menutup semua kebaikan yang seharusnya menghampiri dirinya. (Na’udzubillahi mindzalika!).

Kita tidak perlu heran melihat hal ini, karena hal seperti ini memang sering kita jumpai di kalangan Ahli Kitab dalam menyikapi kebenaran yang datangnya dari Allah SWT., sebagaimana telah diisyaratkan dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 109 serta surat Asy Syuura ayat 14 berikut ini:

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ... ﴿١٠٩﴾
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran ...” (QS. Al Baqarah. 109).

وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ مِن بَعْدِهِمْ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيبٍ ﴿١٤﴾
”Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka*. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil)** sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu”. (QS. Asy Syuura. 14).

*) Maksudnya: Ahli-ahli kitab itu berpecah belah sesudah mereka mengetahui kebenaran dari nabi-nabi mereka. Sesudah datang Nabi Muhammad SAW dan nyata kebenarannya, merekapun tetap berpecah belah dan tidak mempercayainya.

**) Yang dimaksud dengan ”orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab” adalah ahli kitab yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW.

Saudaraku…,
Terkait pernyataan di atas, marilah kita perhatikan dua contoh kasus berikut ini:

1.  Ketika didapati ada seseorang yang telah meninggal secara tidak wajar sementara tidak ada seorangpun yang berada di tempat kejadian perkara, untuk memastikan sebab-sebab kematiannya (apakah karena dibunuh atau karena minum racun atau karena sebab-sebab yang lainnya), maka bisa didatangkan seorang ahli forensik sebagai saksi ahli.

2.  Dalam sebuah rumah tangga, telah terjadi keributan. Sang suami telah menuduh istrinya berselingkuh dan tidak mengakui anak yang telah lahir dari rahim sang istri sebagai anaknya, sementara sang istri bersikukuh tidak melakukan perselingkuhan dengan siapapun dan juga tetap bersikukuh bahwa anak yang telah lahir dari rahimnya adalah anaknya sang suami juga.

Karena keributan tak kunjung selesai, akhirnya keduanya sepakat untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Selanjutnya dari hasil tes DNA, seorang saksi (saksi ahli/orang yang memiliki kepakaran di bidang tersebut) bisa dimintai kesaksiannya oleh sang hakim untuk memastikan apakah sang suami benar-benar ayah dari anak tersebut atau bukan.

Saudaraku…,
Dari kedua contoh kasus tersebut, nampaklah bahwa semua saksi sama-sama tidak berada di tempat kejadian perkara dan juga sama-sama tidak melihat secara langsung (dengan matanya sendiri) saat kejadian berlangsung. Meskipun demikian mereka semua bukanlah saksi palsu, karena mereka tidak bersaksi berdasarkan “feeling” atau perasaan saja. Namun mereka telah bersaksi berdasarkan bukti-bukti yang sangat meyakinkan.

Saudaraku…,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak benar jika untuk bisa bersaksi / untuk bisa menjadi saksi, seseorang harus selalu berada di tempat kejadian perkara serta melihat secara langsung (dengan matanya sendiri) saat kejadian berlangsung. Yang benar adalah bahwa seseorang sudah bisa bersaksi / sudah bisa menjadi saksi, hanya berdasarkan bukti-bukti yang sangat meyakinkan (tidak harus selalu berada di tempat kejadian perkara serta tidak harus selalu melihat secara langsung saat kejadian berlangsung). Dengan demikian, maka terbantahlah pernyataan yang telah disampaikan oleh orang non muslim di atas.

HIKMAH YANG BISA KITA PETIK DARI KAJIAN INI

Kita harus senantiasa waspada* terhadap semua pernyataan/sikap/tindakan dari para Ahli Kitab, khususnya jika hal itu terkait dengan masalah aqidah. Hati-hati, karena tidak bisa dipungkiri bahwa bisa jadi pernyataan/sikap/tindakan dari para Ahli Kitab tersebut telah dirancang sedemikian rupa sehingga (jika kita tidak berhati-hati) kita akan dibuat ragu-ragu terhadap kebenaran agama kita!

Mengapa demikian? Karena sebagian besar di antara mereka para Ahli Kitab itu menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kita kepada kekafiran setelah kita beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran (sebagaimana penjelasan surat Al Baqarah ayat 109 di atas).

Berikut ini kusampaikan beberapa ayat / hadits yang bisa kita jadikan sebagai bahan renungan terkait dengan kajian di atas. Semoga kita semua senantiasa berada dalam bimbingan-Nya, dijauhkan dari tipu daya syaitan serta senantiasa berada di jalan-Nya yang lurus. Amin, ya rabbal ‘alamin!

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ ﴿١٣﴾
“Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS. Asy Syuura. 13).

Ubadah bin Shamit radhiyallahu 'anhu yang mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
"Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tiada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat) pula bahwa surga benar adanya dan neraka benar adanya; pasti Allah memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (Muttafaq 'Alaih).

Dari Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه مسلم)
"Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga." (HR. Muslim).

... لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ ﴿١١﴾
“... Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Asy Syuura. 11)

إِنَّنِي أَنَا اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaahaa. 14).

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Yang dimaksud dengan sikap waspada* itu tidaklah identik dengan sikap membenci atau memusuhi. Sebagai ilustrasi, jika kita mempunyai seorang teman dan jelas-jelas kita ketahui bahwa teman kita tersebut suka mencuri, maka sebaiknya kita tetap berteman / tetap menjaga hubungan baik dengannya / tidak lantas membencinya. Namun pada saat yang sama, kita juga harus senantiasa waspada terhadap setiap gerak-geriknya. Semoga dengan sikap seperti ini, kita tetap memiliki kesempatan untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar / berdakwah kepadanya. Dan semoga Allah menjadikan kita sebagai jalan hidayah bagi orang lain. Amin, ya rabbal ‘alamin!

{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan}

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞