بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 05 September 2017

MENDO'AKAN KEBURUKAN UNTUK ORANG LAIN (II)



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat yang sedang studi S3 di Spanyol telah bertanya via WhatsApp sebagai berikut: “Teman saya mau sertifikasi lagi tahun ini (yang nggak lulus 3 kali). Berdosakah saya mendoakan dia nggak lulus lagi? Maaf Pak Imron, belum ikhlas saya. Saya khawatir ini jadinya dendam”.

Saudaraku,
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa bagi orang yang dalam keadaan didzolimi, Allah SWT. membolehkan baginya untuk mendo'akan keburukan (sebagai salah satu bentuk pembelaan diri) atas orang yang menzaliminya.

Bahkan dalam surat Al Baqarah ayat 194, diperoleh penjelasan bahwa Allah telah memerintahkan orang yang terdzolimi untuk memberikan balasan yang setimpal kepada orang yang mendzolimi sebagai bentuk pembelaan diri, dengan catatan bahwa yang bersangkutan tidak boleh melampaui batas dalam pembelaan dirinya (melampaui batas artinya membalas dengan balasan yang lebih berat dari kedzoliman yang diterimanya).

الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَـــٰتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ وَاتَّقُواْ اللهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ ﴿١٩٤﴾
Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah. 194)

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Bulan haram), artinya bulan suci harus dibalas pula (dengan bulan haram), maksudnya sebagaimana mereka memerangi kamu pada bulan suci, perangilah pula mereka pada bulan itu sebagai sanggahan atas sikap kaum muslimin yang menghormati bulan suci (dan pada semua yang patut dihormati) jamak dari hurmatun (berlaku hukum kisas), maksudnya bila kehormatan itu dilanggar, maka hendaklah dibalas dengan perbuatan yang setimpal (Maka barang siapa yang menyerang kamu) dalam suatu pelanggaran di tanah suci, di waktu ihram atau di bulan-bulan haram, (maka seranglah pula dia dengan suatu serangan yang seimbang dengan serangan terhadap kamu). Tindakan pembalasan itu disebut 'serangan' karena sama dengan timpalannya dalam bentuk dan rupa (Dan bertakwalah kepada Allah) dalam membela diri, jangan melampaui batas (Dan ketahuilah olehmu bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa), yakni memberi bantuan dan kemenangan”.

Saudaraku,
Ada satu hal yang penting untuk kita perhatikan agar semuanya tidak sia-sia. Pada saat kita memberikan balasan yang setimpal kepada orang yang mendzolimi kita sebagai bentuk pembelaan diri, niatkan hal itu karena mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya (karena memang ada dalil yang mendasarinya) agar perbuatan kita tersebut bisa bernilai ibadah.

... وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلَــــٰــئِكَ هُمُ الظَّـــٰــلِمُونَ ﴿٤٥﴾
“... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim”. (QS. Al Maa-idah. 45)

Sedangkan apabila hal itu dilakukan atas dasar dendam semata, tentunya kita tidak akan mendapatkan apa-apa selain terpuaskannya rasa dendam tersebut. Na’udzubillahi mindzalika.

Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:

عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه البخارى)    
Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”. (HR. Bukhari).

Saudaraku,
Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik (artinya akan berbuah pahala). Sedangkan apabila niatnya buruk, maka amalnya-pun menjadi buruk (tidak akan berbuah pahala/tidak akan beroleh apapun dari amalan yang dilakukan, selain dari apa yang diniatkannya).

Saudaraku,
Selain perintah untuk memberikan balasan yang setimpal kepada orang yang mendzolimi (sebagai bentuk pembelaan diri), Allah juga menawarkan pilihan lain terkait orang yang telah mendzolimi kita, yaitu dengan memberi maaf kepada yang bersangkutan.

Namun pemberian maaf tersebut dengan syarat akan menimbulkan perbaikan kepada orang yang telah berbuat dzolim tersebut. Sedangkan apabila pemberian maaf tersebut justru bisa membuatnya tetap pada kedzolimannya atau akan berbuat dzolim kepada yang lainnya atau akan lebih banyak lagi dalam membuat kerusakan, maka syariat memerintahkan untuk menghukumnya. Orang seperti ini tidak layak untuk mendapatkan maaf. (Wallahu a'lam).

Perhatikan penjelasan Allah dalam beberapa ayat berikut ini:

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّــــٰــلِمِينَ ﴿٤٠﴾
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. Asy Syuura. 40)

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):(Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa) kejahatan yang kedua ini dinamakan pula sebagai kejahatan bukan pembalasan, karena jenis dan gambarannya sama dengan yang pertama. Hal ini tampak jelas di dalam masalah yang menyangkut qishash luka. Sebagian di antara para ahli fikih mengatakan, bahwa jika ada seseorang mengatakan kepadamu, "Semoga Allah menghinakan kamu," maka pembalasan yang setimpal ialah harus dikatakan pula kepadanya, "Semoga Allah menghinakan kamu pula (maka barang siapa memaafkan) orang yang berbuat lalim kepadanya (dan berbuat baik) yakni tetap berlaku baik kepada orang yang telah ia maafkan (maka pahalanya atas tanggungan Allah) artinya, Allah pasti akan membalas pahalanya. (Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim) maksudnya Dia tidak menyukai orang-orang yang memulai berbuat lalim, maka barang siapa yang memulai berbuat lalim dia akan menanggung akibatnya, yaitu siksaan dari-Nya”.

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُواْ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَـهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّـــٰبِرينَ ﴿١٢٦﴾
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An Nahl. 126)

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلَــــٰــئِكَ هُمُ الظَّـــٰــلِمُونَ ﴿٤٥﴾
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)-nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al Maa-idah. 45)

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka didalamnya) maksudnya di dalam Taurat (bahwa jiwa) dibunuh (karena jiwa) yang dibunuhnya (mata) dicongkel (karena mata, hidung) dipancung (karena hidung, telinga) dipotong (karena telinga, gigi) dicabut (karena gigi) menurut satu qiraat dengan marfu'nya keempat anggota tubuh tersebut (dan luka-luka pun) manshub atau marfu' (berlaku kisas) artinya dilaksanakan padanya hukum balas jika mungkin; seperti tangan, kaki, kemaluan dan sebagainya. Hukuman ini walaupun diwajibkan atas mereka tetapi ditaqrirkan atau diakui tetap berlaku dalam syariat kita. (Siapa menyedekahkannya) maksudnya menguasai dirinya dengan melepas hak kisas itu (maka itu menjadi penebus dosanya) atas kesalahannya (dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah) seperti kisas dan lain-lain (merekalah orang-orang yang aniaya)”.

Perhatikan pula penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tidaklah sedekah akan membuat harta berkurang. Tidaklah Allah akan menambahkan pada seorang hamba karena memaafkan (saudaranya) selain (bertambah) kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim).

Saudaraku,
Ada satu hal lagi catatan penting terkait hal ini. Bahwa apapun pilihan yang ditawarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya semua pilihan tersebut adalah pilihan-pilihan yang terbaik. Tidak ada pilihan yang lebih baik selain pilihan-pilihan yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan/kesalahan.

Semoga bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Minggu, 03 September 2017

MENDO'AKAN KEBURUKAN UNTUK ORANG LAIN (I)



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat yang sedang studi S3 di Spanyol telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Maaf nih, saya merasa didzalimi teman sejawat dan saya berusaha memaafkan tapi nggak/belum 100% ikhlas. Jujur, dalam hati saya mendo’akan yang bersangkutan nggak lulus serdos (dan) ternyata sudah 3x nggak lulus serdos (sertifikasi dosen). Berdosakah saya?”

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT. tidak suka seseorang mendo'akan keburukan untuk orang lain, kecuali jika dia dalam keadaan dizalimi. Artinya Allah SWT. memberikan keringanan/membolehkan baginya untuk mendo'akan keburukan atas orang yang menzaliminya. Demikian penjelasan Allah dalam Al Qur'an surat An Nisaa' ayat 148:

لَّا يُحِبُّ اللهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ وَكَانَ اللهُ سَمِيعًا عَلِيمًا ﴿١٤٨﴾
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Nisaa'. 148).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Allah tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang) dari siapa pun juga, artinya Dia pastilah akan memberinya hukuman (kecuali dari orang yang dianiaya) sehingga apabila dia mengucapkannya secara terus terang misalnya tentang keaniayaan yang dideritanya sehingga ia mendoakan si pelakunya, maka tidaklah dia akan menerima hukuman dari Allah. (Dan Allah Maha Mendengar) apa-apa yang diucapkan (lagi Maha Mengetahui) apa-apa yang diperbuat”.

Meskipun demikian, jika bisa bersabar maka itu lebih baik baginya.

إِن تُبْدُواْ خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُواْ عَن سُوءٍ فَإِنَّ اللهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا ﴿١٤٩﴾
“Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Kuasa”. (QS. Al-Nisaa'. 149).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Jika kamu melahirkan) atau memperlihatkan (suatu kebaikan) di antara perbuatan-perbuatan baik (atau menyembunyikannya) artinya melakukannya secara sembunyi-sembunyi (atau memaafkan sesuatu kesalahan) atau keaniayaan orang lain (maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa)”.

Saudaraku,
Ketahuilah pula, bahwa sesungguhnya Allah SWT. juga telah berfirman dalam ayat yang lain:

وَلَمَنِ انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُوْلَـــٰـــئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ ﴿٤١﴾
“Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka”. (QS. Asy-Syuura. 41).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya) sesudah ia menerima penganiayaan dari orang lain (tidak ada suatu dosa pun atas mereka) maksudnya, mereka tidak berdosa bila menuntut”.

Saudaraku,
Berdasarkan ayat terakhir, diperoleh penjelasan bahwa diperbolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya, dan salah satu bentuknya adalah dengan mendo'akan keburukan atas orang yang menzaliminya. (Wallahu ta’ala a'lam).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan/kesalahan.

Semoga bermanfaat.

{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan }

Jumat, 01 September 2017

TIDAK TAKUT DITUDUH MUNAFIK?



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (staf pengajar/dosen di Manado) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: “Ada pendukung berat Fulan*), muslim, dosen lagi, nantang, bilangin dia tidak mempan ditakut-takuti untuk tidak disholati kalau mati karena milih Fulan. Dengan sesumbar (beliau) mengatakan: biar dibilang munafik, biar ditakut-takuti, tidak pengaruh bagi dirinya, dia tetap dengan pendiriannya. Muslim seperti inilah yang membuat perjuangan Islam jadi rusak. Sedih melihatnya. Semoga Allah memberikan hal yang terbaik bagi umat Islam di Negeri ini. Amin”.

Tanggapan

Lhawong yang memvonis dia munafik bukan kita, tapi Allah SWT. Masih berani sesumbar?

بَشِّرِ الْمُنَـــٰـفِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٣٨﴾ الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَـــٰــفِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلّٰهِ جَمِيعًا ﴿١٣٩﴾
(138) “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih”, (139) “(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”. (QS. An Nisaa’. 138 – 139).

Beliau mengatakan: “Hebat ya Pak, orangnya. Kalau hati sudah ditutup, tidak bisa melihat yang benar”.

Betul.

Beliau mengatakan: “Sedih saya, Pak. (Sudah) nggak mempan Pak ditakut-takuti katanya”.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa Allah SWT. telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 39:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٣٩﴾
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”, (QS. Al Hijr. 39).

Beliau mengatakan: “Benar sekali Pak Imron. Menurut saya, kalaupun benar dia milih Fulan, janganlah terlalu diperlihatkan. Ini malah nantang”.

Saudaraku,
Dia telah “memandang baik” perbuatannya memilih Fulan. Pas banget dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Hijr ayat 39 di atas. Na’udzubillahi mindzalika!

Beliau mengatakan: “Benar, Pak Imron. Terimakasih pencerahannya, Pak”.

Iya, sama-sama Bu.

Saudaraku,
Terhadap saudara kita tersebut, sebaiknya sampaikan kepadanya bahwa yang bersangkutan harus bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat kepada-Nya, sebelum murka Allah menghentikan kesombongannya.

Sampaikan kepadanya bahwa dia harus segera kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dan dia juga harus mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah sebelum datang azab dari-Nya dengan tiba-tiba.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
”Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az Zumar. 53).

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (QS. Az Zumar. 54).

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, (QS. Az Zumar. 55).

Meskipun demikian, dalam berdakwah kita tidak harus mentargetkan sedemikian rupa sehingga kita sukses membawanya untuk kembali ke dalam jalan-Nya yang lurus. Karena kewajiban kita hanyalah menyampaikan ayat-ayat-Nya. Demikian penjelasan Al Qur’an dalam surat Ali ‘Imran ayat 20:

فَإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّٰهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَــــٰبَ وَالأُمِّيِّينَ ءَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُواْ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَـــٰـغُ وَاللهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ ﴿٢٠﴾
“Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 20).

Saudaraku,
Tidak ada satupun diantara kita yang bisa menghentikan kesombongannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang beliau kasihi (yaitu paman beliau Abu Thalib), apalagi kita?

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَــٰـكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦﴾
“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS.  Al Qashash. 56)

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan keinginan Nabi saw. akan keimanan pamannya yaitu Abu Thalib. (Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi) supaya ia mendapat hidayah (tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui) yakni mengetahui (orang-orang yang mau menerima petunjuk)”.

Sekali lagi, tidak ada satupun diantara kita yang bisa menghentikan kesombongannya. Karena hanya Allah-lah yang bisa memberi hidayah kepada seseorang sehingga oleh karenanya dia bisa selamat dari ancaman api neraka. Karena hanya Allah-lah yang bisa menolak mudharat dan memberi manfaat, sedangkan para malaikat, para nabi, orang-orang shalih, para wali serta semua makhluk lainnya tidak ada yang bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat.

قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ﴿١٨٨﴾
“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS.Al-A’raaf. 188).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (Katakanlah, "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku sendiri) untuk mendapatkannya (dan tidak pula menolak kemudaratan) mampu menolaknya (kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib) apa-apa yang gaib dariku (tentulah aku membuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan) berupa kemiskinan dan lain sebagainya karena sebelumnya aku telah bersiap-siap menghadapinya dengan cara menghindari kemudaratan-kemudaratan itu (tidak lain) (aku ini hanyalah pemberi peringatan) dengan neraka bagi orang-orang kafir (dan pembawa berita gembira) dengan surga (bagi orang-orang yang beriman").

Saudaraku,
Kewajiban kita hanyalah menyampaikan ayat-ayat Allah. Sedangkan perkara hasilnya, itu sudah menjadi urusan-Nya.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan/kesalahan.

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Fulan (nama samaran/bukan nama sebenarnya) adalah salah satu calon gubernur non-muslim dalam Pilkada DKI Jakarta periode tahun 2017.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞