بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 05 April 2015

BENARKAH ISLAM ITU MINIM TOLERANSI TERHADAP PEMELUK AGAMA LAIN?



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa setiap menjelang akhir tahun masehi, natal akan tiba. Sebagai seorang muslim/muslimah yang baik, kita musti berhati-hati dalam menyikapi hal ini.

Misalnya: saat menjelang natal tiba, seorang tetangga yang Nasrani telah meminta untuk membantu membuat pohon natal beserta pernak-perniknya. Mendapat permintaan seperti ini, tentunya kita harus mengambil sikap sangat hati-hati, meskipun Islam juga mengajarkan adanya toleransi antar umat beragama.

Saudaraku,
Benar, bahwa bahwa segala amal itu tergantung pada niatnya. Sehingga apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik dan apabila niatnya jelek, amalnya-pun menjadi jelek.

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه البخارى)    
Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”. (HR. Bukhari).

Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik maka amal menjadi baik, sedangkan apabila niatnya buruk maka amalnya-pun menjadi buruk. Namun yang dimaksudkan di sini adalah terkait dengan ”keikhlasan” kita dalam melaksanakan perintah Allah. Contohnya pada saat kita bersedekah, maka hal ini harus kita niatkan karena Allah semata agar bisa membuahkan pahala. Sedangkan jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain/riya’, maka akan rusaklah amalan kita tersebut. Artinya kita tidak akan beroleh apapun dari sedekah yang kita lakukan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَا تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَّا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ ﴿٢٦٤﴾
”Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al Baqarah. 264).

Namun hal itu semua tidak berlaku untuk amalan-amalan yang dilarang Allah. Contohnya berjudi. Sekalipun niatnya baik (karena diniatkan untuk memenuhi kewajibannya dalam memberi nafkah bagi keluarganya) maka hal ini tetap terlarang.

Demikian juga halnya dengan keinginan untuk membantu membuatkan pohon natal bagi tetangga yang beragama Nasrani. Sekalipun niatnya hanya karena didorong oleh keinginan untuk membina persahabatan dengannya/membina hubungan baik dengan tetangga, juga untuk mewujudkan kerukunan beragama di lingkungan kita.

Saudaraku,
Membantu membuat pohon natal, dapat diartikan sebagai sikap mendukung peribadatan mereka. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat mengantarkan kita kepada pengkaburan akidah. Karena sikap seperti ini dapat dipahami sebagai pengakuan akan “ketuhanan” Nabi Isa Al-Masih, satu keyakinan yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam.

Mungkin diantara kita ada yang bertanya: “Bukankah Islam juga mengajarkan adanya toleransi beragama?”

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa yang menjadi acuan kita adalah Al Qur’an. Bukankah Al Qur’an sudah menjelaskannya dalam surat Al Kaafiruun ayat 6?

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).

Jadi dalam bertoleransi, cukuplah kita mengatakan: ”Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”. Kalau dia mau merayakan ibadah natal, biarlah dia merayakannya tanpa adanya gangguan dari kita. Dalam urusan akidah/keyakinan, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi (campur tangan) dari pihak lain.

-----

Seorang ibu (non-muslim) telah memberi komentar sebagai berikut: “Minim toleransi, ck ck ck ck ck ck. Untukmu agamamu, untukku agamaku. So, apa masalahnya? Maaf jika Bapak merasa dengan menjadi Islam masuk surga, ya tinggal dijalankan dengan benar tanpa merendahkan agama lain. Maaf jika tak berkenan”.

Santai saja, Bu.
Pada dasarnya kami kaum muslimin tidak dilarang untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang non-muslim yang tiada memerangi kami karena agama dan tidak pula mengusir kami dari negeri kami (non-muslim yang bersikap baik kepada kami). Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾
”Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al Mumtahanah. 8).

Dalam konteks hubungan sosial-kemasyarakatan, pergaulan dengan non-muslim (apapun agamanya) tidaklah dilarang dalam agama Islam, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Mumtahanah di atas. Dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka yang non-muslim, hal ini meunjukkan bahwa Islam itu tidak identik dengan kekerasan.

Bahkan Al Qur’an secara tegas juga melarang kami yang beragama Islam untuk memaki sembahan-sembahan pemeluk agama lain:

وَلَا تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ فَيَسُبُّواْ اللهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ...﴿١٠٨﴾
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan...” (QS. Al An’aam: 108).

Dan kalaupun kami harus berdebat dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), Al Qur'an juga telah memerintahkan kami kaum muslimin untuk berdebat dengan cara yang paling baik.

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿٤٦﴾
”Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri". (QS. Al ‘Ankabuut. 46*).

Meskipun demikian, dalam urusan akidah/keyakinan, sesungguhnya antara yang muslim dengan non-muslim harus ada batas pemisah yang jelas. Dalam urusan akidah/keyakinan, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi (campur tangan) dari pihak lain. Terkait hal ini, kiranya uraian di bawah ini sudah cukup untuk menjelaskannya.

TOLERANSI BERAGAMA

Terkait masalah toleransi beragama, Al Qur’an sudah menjelaskannya dalam surat Al Kaafiruun ayat 6 sebagai berikut:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).

Berdasarkan penjelasan ayat tersebut di atas, maka dalam bertoleransi, cukuplah kita mengatakan: ”Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”. Kalau mereka mau merayakan ibadah Natal (bagi yang beragama Nasrani), biarlah mereka merayakannya tanpa adanya gangguan dari kita. Demikian juga halnya ketika mereka mau merayakan Waisak (bagi yang beragama Buddha), Nyepi (bagi yang beragama Hindu), dst., biarlah mereka merayakannya tanpa adanya gangguan dari kita.

Dalam urusan akidah/keyakinan, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi (campur tangan) dari pihak lain. Yang dimaksud dengan kerja sama di sini, antara lain: orang-orang yang beragama Hindu bekerjasama dengan orang-orang Nasrani menyembah Yesus, dst. Sedangkan yang dimaksud dengan intervensi di sini, antara lain: kami ikut mengatur/memasukkan unsur-unsur Islam dalam peribadatan mereka yang non-muslim atau sebaliknya. Contohnya: setiap memulai peribadatan mereka yang non-muslim, kami paksakan untuk membaca basmalah. Atau sebaliknya, ketika seseorang hendak sholat di masjid, kemudian orang lain yang non-muslim telah memaksakannya untuk memakai salib. Atau dilakukan kompromi: saat ini seorang muslim dipersilahkan menyembah Allah, tetapi lain waktu menyembah sembahan-sembahan mereka selain Allah. Demikian juga mereka yang non-muslim melakukan hal yang sama secara bergantian sebagai jalan tengahnya untuk menuju kedamaian. Jadi, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 di atas.

Sekali lagi, dalam urusan akidah/keyakinan, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi (campur tangan) dari pihak lain. Kita persilahkan mereka percaya pada agama mereka. Tidak ada paksaan dalam beragama. Karena menurut Al Qur’an, hak Allah-lah untuk memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

... قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿١٤٢﴾
”... Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (QS. Al Baqarah: 142).

Jika mereka menganggap Al Kitab atau Bible adalah segala-galanya (bagi yang beragama Nasrani), juga kita persilahkan. Itu adalah hak mereka. Dan kita menghormati hal itu. Demikian juga jika mereka menyakini bahwa Tripitaka adalah satu-satunya kitab suci yang benar (bagi yang beragama Buddha), demikian halnya jika mereka menyakini bahwa Veda sebagai sebuah kitab suci (bagi yang beragama Hindu), juga kita persilahkan. Itu adalah hak mereka. Dan kita menghormati hal itu (sikap yang sama juga kita tujukan terhadap agama yang lain).

Dan tentunya, adalah hak kita juga untuk meyakini bahwa Al Qur'an adalah satu-satunya kitab suci yang masih terjamin kesucian dan kemurniannya dari campur tangan manusia. Tidak ada satu-pun kitab suci di dunia ini yang susunan redaksinya benar-benar sama (bahkan hingga susunan maupun jumlah hurufnya) untuk semua edisi di seluruh dunia dan di sepanjang masa. Kecuali hanya Al Qur'an.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Beliau mengatakan: “Saya ucapkan ribuan terima kasih untuk penjabarannya. Bagi saya agama itu hubungan saya dengan Tuhan. Jadi apapun agamanya, yang penting mengajarkan kebaikan monggo dikerjakan sebaik mungkn. Moga Indonesia bebas diskriminasi. Selamat malam bapak”.

Terima kasih kembali, Bu. Terjadi sedikit kesalahpahaman, itu hal biasa. Tak usah dibesar-besarkan. Harapan kita semua: semoga kerukunan antar umat beragama tetap terbina di negara kita tercinta. Amin, ya rabbal 'alamin!

-----

Demikian hasil dialog ini,
Semoga bermanfaat.

NB.
*) Yang membedakan antara kita kaum muslimin dengan Ahli Kitab (kaum Yahudi dan kaum Nasrani) adalah sebagaimana penjelasan Al Qur'an dalam surat At Taubah ayat 30 berikut ini:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ ﴿٣٠﴾
”Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At Taubah. 30).

Jumat, 03 April 2015

MENYIKAPI UNDANGAN NATAL DARI ORANG NASRANI




Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat telah bertanya: “Pak Imron, bagaimana seharusnya tindakan saya dalam menanggapi undangan merayakan natal di rumah teman dan advisor? Dua kali natal selama saya di sini berturut-turut saya pergi liburan ke state lain sekalian menghadiri Islamic Conference bersama-sama teman-teman MSA (Muslim Student Association). Nah, tahun ini saya bakal stay di sini karena harus bereskan riset dan sudah ada beberapa undangan dari teman untuk merayakan natal tapi saya jawab (bahwa) saya belum pastikan schedule saya bisa datang or not. Pertanyaan saya: apakah melanggar ketentuan Allah juga bila saya kelak hadir tapi dengan niat menghormati undangan mereka tanpa bermaksud terlibat dalam perayaaan itu sepenuhnya karena hanya makan malam saja. Saya mohon pencerahannya, Pak. Tks”.

Saudaraku yang dicintai Allah,
Upayakan sedapat mungkin untuk tidak hadir pada hari H dengan berbagai alasan tanpa harus berbohong. Contohnya*): Ibu mulai dari sekarang bisa menghubungi teman sesama muslim dari negara kita yang mempunyai waktu longgar untuk beranjangsana ke apartemen Ibu pada hari H.

Untuk selanjutnya, Ibu bisa mendatangi undangan natal pada hari sesudahnya (H + 1, atau H + 2, dst) sambil menjelaskan bahwa kemarin tidak menghadiri undangan perayaan natal karena ada teman dari Indonesia yang datang ke apartemen seharian. Ibu tidak perlu ceritakan tentang sebab kedatangan teman tersebut, agar terhindar dari kebohongan. (Ibu juga bisa berkreasi sendiri / tidak harus seperti yang saya contohkan karena Ibu-lah yang lebih mengetahui situasi / kondisi yang Ibu hadapi).

Nah karena datangnya sesudah hari H, tentunya kedatangan Ibu bukan lagi dalam rangka ikut merayakan natal bersama mereka, namun sifatnya hanya mengabarkan tentang jalannya perayaan kemarin apakah ada gangguan atau tidak (bisa gangguan keamanan, gangguan cuaca, dll). Ibu bisa juga mengabarkan tentang siapa saja yang hadir, atau lainnya.

Meskipun demikian,
Jika saudaraku mempunyai bekal ilmu yang cukup, sebaiknya saudaraku sampaikan kepada mereka bahwa Islam telah melarang umatnya untuk ikut merayakan natal bersama mereka dengan menyertakan argumentasi yang kuat disertai dengan dalil-dalil yang mendasarinya.

Dalam satu kesempatan sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu diberikan beberapa wejangan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantara isi wejangannya adalah:

قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا. (رواه البيهقى)
“Katakan kebenaran, sekalipun itu pahit”. (HR. Imam Baihaqi).

Sekali lagi, jika saudaraku mempunyai bekal ilmu yang cukup, sebaiknya saudaraku sampaikan kepada mereka bahwa Islam telah melarang umatnya untuk ikut merayakan natal bersama mereka dengan menyertakan argumentasi yang kuat disertai dengan dalil-dalil yang mendasarinya.

Sedangkan dalam penyampaiannya, upayakan sedapat mungkin tanpa menyinggung perasaan mereka. Karena dalam berdakwah, kita musti berendah diri dan berlaku lemah lembut. Sikap merendahkan diri serta berlaku lemah lembut dihadapan mereka, jelas akan lebih dapat mendatangkan simpati dibandingkan sikap angkuh dan kasar. Demikian contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. dalam berdakwah, sebagaimana telah diperintahkan Allah SWT. dalam surat Asy Syu’araa’ ayat 215:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٢١٥﴾
“dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy Syu’araa’. 215).

Sedangkan dalam ayat yang lain, kita juga diperintahkan untuk berdakwah bil hikmah (dengan hikmah) dan memberi pelajaran yang baik atau nasihat yang lembut dan membantah mereka dengan bantahan yang baik pula, dengan hujjah-hujjah (keterangan, alasan, bukti, atau argumentasi) yang jelas.

اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah* dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An Nahl. 125). *) Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Satu hal lagi yang harus kita perhatikan saat menyampaikan dakwah kepada mereka, bahwa disamping harus kita sampaikan dengan cara yang baik sebagaimana penjelasan surat Asy Syu’araa’ ayat 215 serta surat An Nahl ayat 125 di atas, kita juga musti belajar banyak terhadap apa yang telah dilakukan oleh Nabi Musa AS., dimana Beliau telah menyampaikan dakwah kepada Fir’aun dengan kata-kata yang lemah lembut sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat Thaahaa berikut ini:

اِذْهَبْ أَنتَ وَأَخُوكَ بِآيَاتِي وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي ﴿٤٢﴾ اِذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ﴿٤٣﴾ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ﴿٤٤﴾
(42) “Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku”; (43) “Pergilah kamu berdua kepada Fir`aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas”; (44) “maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaahaa. 42 – 44).

Saudaraku yang dicintai Allah,
Do'aku menyertai upaya yang saudaraku lakukan untuk tetap istiqamah dengan tidak mencampur-adukkan iman dengan kezaliman.

الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿٨٢﴾
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al A’aam. 82).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞