بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Senin, 06 Oktober 2014

BISNIS YANG PALING MENGUNTUNGKAN



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Tak bisa dipungkiri bahwa bagi sebagian besar orang (baik karyawan maupun para wirausahawan), khususnya bagi mereka yang memiliki tabungan lebih dan ingin mengalokasikan sejumlah dananya untuk mencari titik aman dalam hal perekonomian di masa yang akan datang, tentunya investasi dalam bentuk properti maupun dalam bentuk usaha akan banyak didambakan.

Bagi mereka yang punya dana lebih dan menginginkan bisnis yang relatif aman (tidak terlalu beresiko), bisnis / investasi dalam bentuk properti, baik dalam bentuk rumah atau ruko, mungkin akan dipilih. Membeli properti kemudian properti tersebut disewakan, tentunya hal ini akan sangat efektif bagi investasi dalam jangka panjang. Meski keuntungan langsung yang dirasakan tidak terlalu signifikan, namun memiliki properti sebuah rumah atau ruko akan sangat menguntungkan dalam jangka panjang karena nilainya yang terus naik.

Sedangkan bagi mereka yang punya dana terbatas, biasanya akan lebih suka membidik investasi di dunia usaha, baik dalam usaha kecil milik sendiri maupun bisnis dalam skala yang lebih besar dengan menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk bersama-sama menanamkan modalnya (sebagai penanam modal gabungan).

Tentu saja kejelian dalam memilih bisnis sangat penting karena setiap orang menginginkan dana yang di investasikan bisa efektif dan menguntungkan di kemudian hari. Disamping itu juga harus melalui banyak pertimbangan. Diantaranya: prospek bisnis, keadaan pasar, serta banyak faktor lainnya. Ditambah lagi dengan trend bisnis yang terkadang berubah-ubah dalam setiap tahunnya, maka (sekali lagi) tak bisa dihindari lagi bahwa bagi para pelaku bisnis benar-benar harus jeli dalam mengambil keputusan bisnis apa yang harus dijalankan nanti.

Saudaraku…,
Demikianlah gambaran yang terjadi dalam masyarakat, dimana bisnis investasi yang paling menguntungkan pada saat ini akan banyak diburu oleh mereka yang memiliki tabungan lebih dan ingin mengalokasikan sejumlah dananya pada sebuah properti maupun sebuah usaha untuk mencari titik aman dalam hal perekonomian di masa yang akan datang.

Namun dibalik itu semua, ketahuilah bahwa sesungguhnya terdapat bisnis yang jauh lebih menguntungkan dari bisnis / investasi dalam bentuk properti maupun dalam bentuk usaha sebagaimana pembahasan di atas yang masih banyak dilupakan orang, yaitu berbisnis dengan Allah SWT.

Jika berbisnis / berinvestasi dalam bentuk properti maupun dalam bentuk usaha sebagaimana pembahasan di atas secara umum keuntungannya sangat terbatas (pada umumnya hanya pada kisaran beberapa persen dari nilai investasi), maka berbisnis dengan Allah akan mendatangkan keuntungan hingga ribuan persen, bahkan bisa mendatangkan keuntungan hingga tak terhingga. Allah akan melipat-gandakan (investasi yang telah dilakukan hamba-Nya) bagi siapa yang Dia kehendaki, karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Luas kurnia-Nya.

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٦١﴾
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 261).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ مِن أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم) 
“Barangsiapa menyeru (mengajak) kepada petunjuk, baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya, tidak berkurang pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru (mengajak) kepada kesesatan, atasnya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi demikian itu dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim no. 2674).

Saudaraku…,
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di atas, diperoleh penjelasan bahwa berbisnis dengan Allah bahkan bisa mendatangkan keuntungan hingga tak terhingga. Karena ketika seseorang berinvestasi dengan menanamkan kebaikan kepada orang lain sedangkan orang lain tersebut menerima dengan baik dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, maka orang yang berinvestasi tersebut akan mendapatkan imbalan (pahala) dari Allah sebagaimana pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya tersebut.

Jika orang-orang yang telah dia tanamkan kebaikan tersebut kemudian juga menebarkan kebaikan kepada orang yang lainnya lagi, maka dia-pun akan mendapatkan pahala orang-orang yang mengikuti orang-orang yang telah dia tanamkan kebaikan tersebut, tanpa mengurangi pahala mereka semua. Demikian seterusnya. Dan jika hal ini terus berlanjut hingga hari akhir nantinya, maka imbalan yang diberikan Allah akan berlipat-lipat. Sehingga dapat dibayangkan, alangkah besarnya keuntungan yang akan didapat!

Maka masih adakah alasan bagi kita untuk menyia-nyiakan setiap kesempatan untuk berbisnis dengan Allah? Terlebih lagi jika kita memperhatikan penjelasan Allah dalam tiga ayat berikut ini:

مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضاً حَسَناً فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ ﴿١١﴾
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak,” (QS. Al Hadiid. 11).

إِن تُقْرِضُوا اللهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ ﴿١٧﴾
”Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun”. (QS. At Taghaabun. 17).

إِنَّ اللهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١١١﴾
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah. 111).

Saudaraku…,
Lebih dari itu semua, ketahuilah bahwa sesungguhnya berbisnis dengan Allah adalah bisnis yang tak akan pernah merugi. Hal ini sangat berbeda dengan berbisnis / berinvestasi dalam bentuk properti maupun dalam bentuk usaha sebagaimana pembahasan di atas. Bisnis semacam ini punya resiko kerugian karena terkait dengan prospek bisnis, keadaan pasar, serta banyak faktor lainnya yang mempengaruhi trend bisnis dalam setiap tahunnya.

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ ﴿٢٩﴾ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ ﴿٣٠﴾
(29) "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”, (30) “agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS. Faathir. 29 – 30).

Saudaraku…,
Sekali lagi, berbisnis dengan Allah adalah bisnis yang tak akan pernah merugi. Karena Allah memiliki sifat Asy Syakur (Maha Balas Jasa) dan Al Haliim (Maha Penyantun), sehingga Dia tidak akan memerintahkan sesuatu kepada hamba-Nya, kecuali Dia akan memberikan balas jasa kepada hamba-Nya yang telah melaksanakan perintah-Nya. Perintah-Nya tidak gratis, tapi ada bayaran-Nya.

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿٢٨١﴾
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al Baqarah. 281).

Wallahu a'lam,
Semoga bermanfaat.

Jumat, 03 Oktober 2014

BAHAYANYA BELAJAR AGAMA BERDASARKAN PERSEPSI SENDIRI



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Seorang teman yang telah belajar agama berdasarkan persepsinya sendiri*, dengan santainya telah menyampaikan tulisan dalam salah satu statusnya di facebook sebagai berikut:
  
MENYEMBAH vs TUNDUK PATUH (MENGABDI)

Di dalam Al-Quran terjemahan Depag banyak ditulis "sembahlah Allah" atau "menyembah Allah".

Kata "menyembah" itu pasti ada subyek dan ada obyeknya. Subyeknya ialah diri si penyembah dan obyeknya ialah benda yang disembah. Tidak mungkin menyembah tanpa obyek benda, karena pengertian kata menyembah itu dilakukan dengan gerakan tertentu dari badan si penyembah dan karena itu badan si penyembah tentu menghadap ke suatu arah benda tertentu (secara phisik). Itu pasti, kalau tidak maka badan itu mau menghadap ke mana??????

Allah yang tidak bisa kita lihat dengan mata-kepala, Yang Maha Besar, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Suci, .... bagaimana menyembah-Nya????????? .......... Mau dihadapkan ke mana badan ini ??????????

Oleh karena tidak tahu harus menghadap kemana, maka "dibuatlah" bendanya. Maka jadilah itu "Ka'bah". Benda sesembahan itu diada-adakan sendiri ....

[16:86-87] Dan apabila orang-orang yang MEMPERSEKUTUKAN melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata: "Ya Tuhan kami mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau." Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya kamu benar-benar orang-orang yang dusta." Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ADA-ADAKAN.

Inilah kesalahan fatal takwil dari ayat-ayat Allah berkenaan dengan "aqimus-sholata". Perkataan aqimus sholata yang artinya "dirikanlah" sholat dimaknai dengan "menyembah Allah" ("kerjakanlah" sholat). Pemaknaan ini tidak terlepas dari apa yang sudah biasa mereka 'kerjakan' sebelumnya (menyembah berhala), istilah "menyembah" (dengan gerakan badan) itu mereka pakai. Jadilah kata "aqimus sholata" mereka maknai dengan "menyembah" Allah.

Padahal banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan apa itu Aqimus Sholata.

Di beberapa ayat Allah katakan bahwa manusia diminta "tunduk-patuh" kepada-Nya [2:128,131,133,136; 22:34; 40:66] atau mengabdi kepada-Nya [51:56].

Tunduk-Patuh (mengabdi) kepada Allah ..... kepada apa-Nya??? (padahal Dia tidak bisa dilihat dengan mata-kepala, tidak bisa didengar dengan telinga). ..... ya kepada apa-Nya lagi kalau bukan kepada Perkataan-Nya (Hikmah-hikmah Al-Quran) yang bisa dipahami dengan hati ?!!!

Maka, dirikanlah sholat itu bukanlah dengan "mengerjakan ritual menyembah Allah dengan melakukan gerakan-gerakan badan tertentu sambil menghadap Batu Ka'bah", bukan Itu!!! .... Itu adalah bentuk pengulangan "kemusyrikan" yang dilakukan umat-umat terdahulu.

Dirikanlah sholat itu dirikanlah Perkataan Allah, maka mendirikan sholat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali dengan "tunduk-patuh" kepada Perkataan Allah (Hikmah-hikmah Al-Quran). Tunduk-patuh tidak bisa dilakukan dengan menyembah obyek phisik benda tertentu (itu justru 'menyekutukan-Nya'), Tunduk-patuh hanya bisa dilakukan dengan membaca, memahami dan mengamalkan Petunjuk/Perkataan-Nya di dalam kehidupan sehari-hari.

Itulah sebabnya, hanya ada 3 prinsip Pesan Allah di dalam Al-Quran ....

1. Pengakuan ke-ESA-an Allah
2. Berbuat Baik (beramal saleh)
3. Percaya Hari Kiamat.

salam

-----

MARI KITA KAJI PERNYATAAN DI ATAS!

Di dalam Al-Quran terjemahan Depag banyak ditulis "sembahlah Allah" atau "menyembah Allah".

Kata "menyembah" itu pasti ada subyek dan ada obyeknya. Subyeknya ialah diri si penyembah dan obyeknya ialah benda yang disembah. Tidak mungkin menyembah tanpa obyek benda, karena pengertian kata menyembah itu dilakukan dengan gerakan tertentu dari badan si penyembah dan karena itu badan si penyembah tentu menghadap ke suatu arah benda tertentu (secara phisik). Itu pasti, kalau tidak maka badan itu mau menghadap ke mana??????

Saudaraku…,
Dalam hal ini, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Thaahaa ayat 14:

إِنَّنِي أَنَا اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaahaa. 14).

Sedangkan terkait shalat, terdapat tiga makna:
1.  Shalat bermakna do’a.
2.  Shalat bermakna shalawat
3.  Shalat secara syar’i, adalah suatu pekerjaan/ibadah khusus yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam

1.  Secara bahasa, shalat itu bermakna do’a.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 103 berikut ini:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿١٠٣﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan shalatlah (mendo'alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do'a) kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At Taubah. 103).

Dalam ayat tersebut, shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam makna syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdo’a.

2.  Shalat bermakna shalawat

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴿٥٦﴾
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al Ahzaab. 56).

3.  Shalat secara syar’i, adalah suatu pekerjaan/ibadah khusus yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam

Saudaraku…,
Ada dua kunci utama agar semua ibadah yang kita lakukan diterima Allah SWT., yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berarti melakukannya semata-mata karena Allah, sedangkan ittiba’ berarti mengikuti cara peribadatan yang Beliau SAW. contohkan.

قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَّهُ دِينِي ﴿١٤﴾
”Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az Zumar. 14).

Sedangkan dalam rangkaian ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW., mari kita mengkaji firman Allah SWT. pada bagian akhir ayat 7 dari surat Al Hasyr berikut ini:

... وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS Al Hasyr. 7).

Saudaraku…,
Terkait masalah shalat, perhatikan hadits berikut ini:

Dari Malik Ibnul Huwairits r.a., Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. (رواه البخارى)
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat shalatku.” (HR. Al-Bukhari).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: {إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ. ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَا ئِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ سْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا}. أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ وَلإِبْنِ مَاجَهْ بِإِسْنَادِ مُسْلِمٍ: {حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَائِمًا}.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap qiblat, lalu bertakbir, bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an, kemudian ruku’lah secara thuma’ninah, lalu bangkit sampai lurus berdiri, kemudian sujud sampai thuma’ninah, kemudian bangkit hingga duduk dengan thuma’ninah, kemudian sujud kembali hingga thuma’ninah, kemudian lakukanlah yang demikian itu pada shalatmu seluruhnya”. Dikeluarkan oleh tujuh dan ini lafadz Al Bukhari. Dan riwayat Ibnu Majah dengan sanad Muslim: “Hingga berdiri dengan thuma’ninah”. (Shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari (6251) dalam Al Istidzaan, Muslim (397) dalam Ash Shalaah, Abu Dawud (856) dalam Ash Shalaah, At Tirmidzi (303) dalam Abwaab Ash Shlaah, An Nasa’i (884), Ibnu Majah (1060) dalam Iqaamatush ash Shalaah was Sunnah fiha, Ahmad (9352). At Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih”).

Kesimpulan:
Secara umum pernyataan di atas bisa diterima dengan catatan ada beberapa revisi, sehingga (setelah direvisi) menjadi sebagai berikut:

Di dalam Al-Quran terjemahan Depag banyak ditulis "sembahlah Allah" atau "menyembah Allah".

Kata "menyembah" itu pasti ada subyek dan ada obyeknya. Subyeknya ialah diri si penyembah dan obyeknya ialah apa yang disembah. Tidak mungkin menyembah tanpa obyek, karena pengertian kata menyembah itu dilakukan dengan gerakan tertentu dari badan si penyembah dan karena itu badan si penyembah tentu menghadap ke suatu arah tertentu (secara phisik). Itu pasti, kalau tidak maka badan itu mau menghadap ke mana?

-----

Allah yang tidak bisa kita lihat dengan mata-kepala, Yang Maha Besar, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Suci, .... bagaimana menyembah-Nya????????? .......... Mau dihadapkan ke mana badan ini ??????????

Saudaraku…,
Untuk membahas pernyataan tersebut, marilah kita perhatikan uraian berikut ini:

Sebagai tempat suci ketiga umat Islam, Masjidil Aqsha juga merupakan kiblat pertama umat Islam sebelum akhirnya dipindahkan ke Baitullah (Ka’bah) di Makkah sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 142 – 144 berikut ini:

سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿١٤٢﴾
“Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”. (QS Al Baqarah. 142).

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللهُ وَمَا كَانَ اللهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٤٣﴾
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad SAW.) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (QS Al Baqarah. 143).

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٤٤﴾
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS Al Baqarah. 144).

Saudaraku…,
Dari surat Al Baqarah ayat 142 di atas, diperoleh penjelasan bahwa setelah Rasulullah Muhammad SAW. hijrah dari Makkah ke Madinah, Allah SWT. telah memerintahkan Rasulullah SAW. untuk menghadapkan wajahnya ke Masjidil Haram (Ka’bah) dari yang sebelumnya menghadap ke Masjidil Aqsha.

Kesimpulan:
Dari perpindahan arah kiblat ini menunjukkan bahwa bagi seorang muslim, menghadap Masjidil Haram atau Masjidil Aqsha pada saat melakukan ibadah shalat itu bukanlah semata-mata sebagai tujuan, melainkan (tujuan utamanya) menghadapkan diri kepada Allah SWT. Selain itu, dari perpindahan arah kiblat ini sekaligus juga menjadikan Ka’bah sebagai pemersatu umat Islam di seluruh dunia dalam menentukan arah kiblat semenjak perintah tersebut diturunkan hingga saat ini dan untuk selamanya, sebagaimana penjelasan surat Al Baqarah ayat 144 di atas.

Bagaimana menyembah-Nya?
Jawab: sudah dijelaskan pada uraian di atas tentang shalat.

Mau dihadapkan ke mana badan ini ?
Jawab: sudah dijelaskan pada uraian di atas (surat Al Baqarah ayat 142 – 144).

-----

Oleh karena tidak tahu harus menghadap kemana, maka "dibuatlah" bendanya. Maka jadilah itu "Ka'bah". Benda sesembahan itu diada-adakan sendiri ....

Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya benar-benar telah terjadi kesalahan penafsiran yang sangat fatal dalam pernyataan tersebut hingga hal ini bisa membahayakan aqidah bagi orang yang berpendapat seperti itu. (Na’udzubillahi mindzalika!).

Mengapa demikian?
Marilah kita perhatikan uraian berikut ini:

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْناً وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ ﴿١٢٥﴾
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud". (QS. Al Baqarah. 125).

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ ﴿١٢٦﴾
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS. Al Baqarah. 126).

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿١٢٧﴾
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. Al Baqarah. 127).

Kesimpulan:
Dari penjelasan surat Al Baqarah ayat 125 – 127 tersebut, secara sangat nyata bisa kita ketahui bersama bahwa bangunan Ka’bah itu adalah suatu bangunan yang dibangun berdasarkan perintah Allah SWT. Dan bangunan Ka’bah itu sama sekali bukan “benda sesembahan yang diada-adakan sendiri”. Kalaupun kita menghadap ke arahnya pada saat melaksanakan ibadah shalat, hal ini bukan berarti kita menyembah Ka’bah (lihat kembali penjelasan surat Al Baqarah ayat 142 – 144 pada uraian sebelumnya).

-----

Maka, dirikanlah sholat itu bukanlah dengan "mengerjakan ritual menyembah Allah dengan melakukan gerakan-gerakan badan tertentu sambil menghadap Batu Ka'bah", bukan Itu!!! .... Itu adalah bentuk pengulangan "kemusyrikan" yang dilakukan umat-umat terdahulu.

Dirikanlah sholat itu dirikanlah Perkataan Allah, maka mendirikan sholat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali dengan "tunduk-patuh" kepada Perkataan Allah (Hikmah-hikmah Al-Quran). Tunduk-patuh tidak bisa dilakukan dengan menyembah obyek phisik benda tertentu (itu justru 'menyekutukan-Nya'), Tunduk-patuh hanya bisa dilakukan dengan membaca, memahami dan mengamalkan Petunjuk/Perkataan-Nya di dalam kehidupan sehari-hari.

Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa lagi-lagi telah terjadi penafsiran sesuka hatinya sendiri dalam pernyataan tersebut. Sesungguhnya di sini juga telah terjadi kesalahan penafsiran yang sangat fatal hingga hal ini bisa membahayakan aqidah bagi orang yang berpendapat seperti itu. (Semua kesalahan fatal dalam pernyataan tersebut, telah dijelaskan pada uraian sebelumnya).

Lebih dari itu, dari pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa yang bersangkutan (yang membuat pernyataan tersebut) telah secara terang-terangan menuduh orang-orang yang melaksanakan shalat dengan menghadapkan diri ke arah Ka’bah sebagai orang-orang yang musyrik. (Na’udzubillahi mindzalika!). Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan bahayanya tuduhan seperti ini dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berikut ini:

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَكْفَرَ رَجُلٌ رَجُلًا إِلَّا بَاءَ أَحَدُهُمَا بِهَا إِنْ كَانَ كَافِرًا وَإِلَّا كَفَرَ بِتَكْفِيْرِهِ. (روه ابن حبان)
“Tidaklah seseorang memvonis kafir (mengkafirkan) orang lain kecuali salah seorang dari keduanya kembali dengan hal tersebut. Apabila benar kafir (maka menuju kepada orang yang dikafirkannya tersebut), namun bila tidak, maka ia kafir dengan sebab pengkafirannya tersebut”. (HR. Ibnu Hibban).

-----

Demikian kajian yang bisa kuberikan terkait tulisan yang telah disampaikan oleh seseorang yang telah belajar agama berdasarkan persepsinya sendiri, yang ternyata telah jelas-jelas sangat berbahaya bagi aqidahnya sendiri serta bagi orang lain yang mengikutinya.

Ya… Tuhan kami,
Lindungilah kami ketika kami membaca ayat-ayat-Mu dari godaan syaitan yang terkutuk agar kami senantiasa berada dalam jalan-Mu yang lurus. Amin, ya rabbal ‘alamin!

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ﴿٩٨﴾
”Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (QS. An Nahl. 98).

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Hal ini berdasarkan pengakuannya sendiri serta  berdasarkan pengamatanku selama beberapa kali terlibat diskusi dengan yang bersangkutan.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞