بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 05 Februari 2015

PRASANGKA DAN TUDUHAN



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa apa yang tidak kita lihat dengan mata kepala kita sendiri atau apa tidak kita dengar langsung dengan telinga kita sendiri atau tidak adanya persaksian dari orang-orang yang adil pada seseorang kemudian terlintas di dalam hati kita tentang kejelekan yang bersangkutan, maka jelas ini berasal dari syaitan yang telah melemparkan prasangka tersebut kepada kita. Oleh karena itu, hendaknya kita bersegera untuk mendustakan syaitan karena syaitan itu adalah makhluk yang paling fasiq dan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kita.

... وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“..., dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah. 208).

Sedangkan yang dimaksud dengan prasangka adalah suatu keadaan dimana hati kita telah condong dan cenderung meyakini (bukan hanya sekedar yang terlintas dalam pikiran kita) terhadap segala apa yang tidak kita lihat dengan mata kepala kita sendiri atau tidak kita dengar langsung dengan telinga kita sendiri atau tidak adanya persaksian dari orang-orang yang adil.

Saudaraku,
Satu hal yang harus kita perhatikan adalah bahwa akan menjadi sangat berbahaya jika prasangka yang ada dalam hati tersebut pada akhirnya sampai terlontar melalui lisan kita. Karena jika sudah terucap melalui lisan kita, maka prasangka tersebut telah berubah menjadi tuduhan. Padahal jika seseorang telah melontarkan tuduhan (apalagi sampai mengkafirkan) kepada saudara sesama muslim sedangkan tuduhan tersebut ternyata tidak benar, maka tuduhan/ucapan itu akan kembali kepada diri kita sendiri. (Na’udzubillahi mindzalika!)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَكْفَرَ رَجُلٌ رَجُلًا إِلَّا بَاءَ أَحَدُهُمَا بِهَا إِنْ كَانَ كَافِرًا وَإِلَّا كَفَرَ بِتَكْفِيْرِهِ. (روه ابن حبان)
“Tidaklah seseorang memvonis kafir (mengkafirkan) orang lain kecuali salah seorang dari keduanya kembali dengan hal tersebut. Apabila benar kafir (maka menuju kepada orang yang dikafirkannya tersebut), namun bila tidak, maka ia kafir dengan sebab pengkafirannya tersebut”. (HR. Ibnu Hibban).

Oleh karena itu jauhilah kebanyakan dari prasangka (apalagi sampai terlontar melalui lisan kita), karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kita mencari-cari kesalahan orang lain, apalagi sampai menggunjing orang yang lain. Karena jika kita terlalu sibuk mencari-cari kesalahan orang lain, hal ini dapat membuat kita lupa kepada diri sendiri, lupa bahwa kita juga mempunyai banyak kekurangan/kesalahan.

Akan lebih baik jika kita terus berupaya untuk mencari-cari kesalahan diri kita sendiri agar kita tidak selalu merasa lebih baik dari orang lain. Juga, agar kita segera dapat berupaya untuk memperbaiki diri, bertaubat atas segala kesalahan yang telah kita lakukan, kemudian berusaha keras untuk tidak mengulanginya lagi. Dan bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢﴾
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujuraat. 12).

Lalu bagaimana sikap kita jika kita menjumpai indikasi yang menunjukan adanya keburukan pada seseorang? Misalnya: kita telah mendapatkan adanya bau khamr ( خَمْر ) dari mulut seseorang.

Saudaraku,
Jika kita menjumpai indikasi yang menunjukan adanya keburukan pada seseorang namun masih ada kemungkinan selain hal itu (karena kita tidak melihat dengan mata kepala kita sendiri atau kita tidak mendengar langsung dengan telinga kita sendiri atau tidak adanya persaksian dari orang-orang yang adil), maka akan lebih baik jika kita tetap berupaya untuk tidak berprasangka buruk kepadanya. Misalnya: kita telah mendapatkan adanya bau khamr (segala yang memabukkan) dari mulut seseorang, namun kita tidak melihat dengan mata kepala kita sendiri atau kita tidak mendengar langsung dengan telinga kita sendiri atau tidak adanya persaksian dari orang-orang yang adil. Maka akan lebih baik jika kita mengatakan bahwa barangkali dia dipaksa untuk meminum khamr.

... فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٤٥﴾
“... Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An’aam. 145).

Semoga bermanfaat.

Selasa, 03 Februari 2015

MASUK SURGA KARENA RAHMAT ALLAH



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketika kita menggunakan jasa pengetikan untuk mengetikkan makalah kita dengan tarif yang wajar atau sekitar Rp 3.000,- per halaman dan setelah pengetikan makalah kita tersebut selesai dan diserahkan kepada kita kemudian kita lihat hasil pengetikannya ternyata terdapat kesalahan ketik sekitar satu atau dua huruf, maka dalam hal ini seharusnya kita bisa memakluminya sebagai sebuah kesalahan yang wajar, yang masih bisa ditolerir/dima’afkan.

Hal yang berbeda terjadi jika upah yang kita berikan adalah jauh di atas tarif yang wajar, misalnya kita berikan upah sebesar Rp 1.000.000,- per halamannya. Maka dalam hal ini kesalahan ketik walau hanya satu atau dua huruf, benar-benar sudah merupakan sebuah kesalahan fatal yang tidak bisa dima’afkan lagi.

Kesimpulan:
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa untuk kesalahan yang sama, ternyata nilai kesalahannya akan semakin tinggi ketika imbalan yang diberikan juga semakin tinggi.

Saudaraku…,
Sekarang marilah kita memikirkan tentang apa yang terjadi antara kita dengan Allah SWT.

Jika kita perhatikan dengan seksama, ternyata nikmat yang telah Allah berikan kepada kita adalah tidak terhingga, baik nilainya maupun jumlahnya. Jantung kita misalnya (juga paru-paru kita, hati kita, organ pencernaan kita, apalagi otak kita), tentunya tidak ada satupun di antara kita yang bersedia ditukar dengan sejumlah uang (berapapun banyaknya), karena masing-masing adalah tak ternilai harganya.

Demikian juga halnya dengan nikmat-nikmat yang lain, seperti: bumi tempat kita berpijak, udara yang kita hirup saat kita bernafas, air yang kita minum, dll), ternyata semuanya juga tidak ternilai. Karena tidak ada satupun di antara kita yang bersedia diberi sejumlah uang (berapapun banyaknya), jika syaratnya adalah: harus hengkang dari permukaan bumi ini, atau tidak boleh bernafas walau hanya sehari, atau tidak boleh minum air sama sekali walau hanya 3 bulan. Karena tidak ada satupun diantara kita yang mampu bertahan hidup di luar planet kita tercinta ini, dan tidak ada satupun diantara kita yang mampu bertahan hidup tanpa bernafas walau hanya sehari, dan juga tidak ada satupun diantara kita yang mampu bertahan hidup tanpa air selama 3 bulan.

Sementara itu jika kita mencoba untuk menghitung jumlah nikmat dari-Nya, pasti kita juga tidak akan mampu menghitungnya, karena jumlah nikmat yang diberikan-Nya kepada kita adalah tak terhingga.

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ ﴿٣٤﴾
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)”. (QS. Ibrahim. 34).

Saudaraku…,
Jika kita melihat kembali kesimpulan kisah di atas (yang menyatakan bahwa untuk kesalahan yang sama, ternyata nilai kesalahannya akan semakin tinggi ketika imbalan yang diberikan juga semakin tinggi), maka logika kita akan mengatakan bahwa apabila kita melakukan suatu kesalahan yang menurut pandangan kita hanyalah kesalahan yang sepele saja, namun jika hal ini kita kaitkan dengan pemberian Allah yang tak terhingga kepada kita, tentunya nilai kesalahannya adalah teramat besar, bahkan tak terhingga. (Wallahu a'lam).

Dengan demikian apabila seseorang telah melakukan suatu kesalahan yang menurut pandangan kita hanyalah kesalahan yang kecil (misal: seseorang telah mengurangi timbangan sedemikian rupa sehingga dia mendapatkan “tambahan keuntungan” sebesar Rp 1.000,- dari transaksi tersebut), kemudian orang tersebut dihukum di neraka dengan siksaan yang tak terperikan selama 1 juta tahun misalnya, selanjutnya kesalahan/dosanya dianggap telah terhapus, maka hal ini pasti karena telah dima’afkan/telah diampuni oleh Allah, Tuhan Yang Maha Pengampun. (Wallahu a'lam).

Karena jika tidak mendapatkan ampunan dari-Nya, maka logika kita akan mengatakan bahwa akibat dari kesalahan tersebut, maka dihukum di neraka seberat apapun dan seberapa lamapun, hal ini tetap tidak akan mampu menghapus dosa/kesalahan yang telah dia perbuat, karena nilai kesalahannya adalah tidak terhingga. Artinya hukuman di neraka seberat apapun dan seberapa lamapun, tetap tidak akan mampu menebus nilai kesalahannya yang tidak terhingga tersebut! (Wallahu a'lam).

Saudaraku…,
Demikianlah kasih sayang yang telah Allah berikan kepada orang-orang yang beriman. Ya, pada akhirnya Allah akan mengampuni segala dosa bagi setiap orang yang wafat dalam keadaan beriman kepada-Nya. Sedangkan bagi siapa saja yang wafat dalam keadaan mempersekutukan-Nya, maka tiada ampunan baginya. (Na’udzubillahi mindzalika).

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).

Saudaraku…,
Perhatikanlah penjelasan dua Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ النبي صلى الله عليه وسلم يقولُ: لا يُدْخِلَ اَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلَايُجِيْرُهُ مِنَ النَّارِ وَلَا اَنَا اِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ. (رواه مسلم)
Dari Jabir r.a., beliau berkata: saya pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Amal saleh seseorang di antara kamu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari azab api neraka dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah." (HR. Muslim).

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم لَنْ يُدْخِلَ اَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوْاوَلَااَنْتَ يَارَسُوْلُ الله؟ قَالَ وَلَا اَنَا اِلَّا اَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ. (رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah r.a., beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Amal saleh seseorang di antara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga." Mereka (para sahabat) bertanya, "Hai Rasulullah, tidak pula engkau?" Rasulullah menjawab, "Tidak pula aku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku." (HR. Muslim).

Saudaraku…,
Penjelasan dua Hadits di atas sangat bersesuaian dengan uraian sebelumnya, karena sekecil apapun kesalahan yang telah diperbuat oleh seseorang, sesungguhnya nilai kesalahannya adalah tidak terhingga. Maka sebesar apapun amal saleh yang telah diperbuat oleh seseorang, sama sekali tidak akan mampu menjauhkannya dari azab api neraka. Hanya dengan rahmat Allah-lah, yang akan mampu menjauhkannya dari azab api neraka serta memasukkannya ke dalam surga.

Lalu untuk apa kita beribadah/beramal saleh? Kita beribadah/beramal saleh, semata-mata hanyalah karena mengharap ridha-Nya.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ... ﴿٢٨﴾
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; ...”. (QS. Al Kahfi. 28).

Jika Allah ridha maka Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada kita, yang dengan/atas rahmat-Nya itu kita bisa menggapai surga-Nya yang dipenuhi dengan kenikmatan abadi serta terhindar dari azab api neraka.

قَالَ اللهُ هَذَا يَوْمُ يَنفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١١٩﴾
“Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfa`at bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terhadap-Nya*. Itulah keberuntungan yang paling besar". (QS. Al Maa-idah. 119). *) Maksudnya ialah: Allah meridhai segala perbuatan-perbuatan mereka, dan merekapun merasa puas terhadap nikmat yang telah dicurahkan Allah kepada mereka.

... كَذَلِكَ يَجْزِي اللهُ الْمُتَّقِينَ ﴿٣١﴾
“... Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa”. (QS. An Nahl. 31).

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٣٢﴾
“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik** oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum***, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS. An Nahl. 32). **) Maksudnya: wafat dalam keadaan suci dari kekafiran dan kemaksiatan, atau dapat juga berarti mereka wafat dalam keadaan senang karena ada berita gembira dari malaikat bahwa mereka akan masuk surga. ***) Artinya adalah: selamat sejahtera bagimu. (Wallahu a'lam).

Semoga bermanfaat.

NB.
Pada tulisan di atas, ku-akhiri dengan kalimat: ”wallahu a'lam”. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku/logika-ku adalah sangat terbatas.

... وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).

Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Karena Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا ﴿١١٠﴾
“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. (QS. Thaahaa. 110).

اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Minggu, 01 Februari 2015

MENDAPATKAN PEKERJAAN KARENA DITITIPKAN OLEH SAUDARA



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang teman telah bertanya: “Mas Imron, setelah saya membaca artikel tentang timbangan dan kkn, saya punya kasus. Saya sekarang bekerja di perusahaan asing. Saya masuk kerja dititipkan oleh saudara yang kebetulan punya hubungan dekat dengan salah satu pimpinan di perusahaan tempat saya bekerja sekarang, tentunya melalui proses. Saudara saya berpesan kepada bos: tolong didik dan besarkan, kalau dia mampu/bisa silahkan pekerjakan dan apabila tidak mampu ya dipertimbangkan. Sepupu saya bilang ke saya, saya hanya membuka jalan untuk selanjutnya semua ada di kamu. Yang saya tanyakan: apakah saya menempuh jalan salah? Bagaimana solusinya?”

-----

Saudaraku…,
Secara umum, pengambilan keputusan itu bisa dibedakan menjadi 2 macam: a) pengambilan keputusan berdasarkan logika, akan menghasilkan keputusan yang logis, dan b) pengambilan keputusan berdasarkan intuisi (bisikan hati/gerak hati), akan menghasilkan keputusan yang intuitif.

Jika hasil dari suatu keputusan harus dipertanggungjawabkan kepada pihak lain, maka keputusan harus diambil berdasarkan logika sehingga bisa dihasilkan keputusan yang logis. Sedangkan jika hasil dari suatu keputusan tidak harus dipertanggungjawabkan kepada pihak lain, maka keputusan bisa diambil berdasarkan logika maupun berdasarkan intuisi (bisikan hati/gerak hati).

Contoh: seseorang bekerja sebagai karyawan sebuah toko milik orang lain. Pemilik toko telah memberitahu bahwa supaya bisa mendapatkan keuntungan yang cukup pada salah satu jenis barang tertentu, barang tersebut harus dijual minimal dengan harga Rp 100.000,-. Maka dalam posisinya sebagai karyawan toko, dia harus mengambil keputusan berdasarkan logika sehingga bisa dihasilkan keputusan yang logis. Artinya agar bisa mendapatkan keuntungan yang cukup, maka ketika ada pembeli yang datang untuk membeli barang tersebut, dia harus menjualnya minimal dengan harga Rp 100.000,-. Dia tidak boleh melepas barang tersebut ketika pembeli menawarnya dengan harga kurang dari Rp 100.000,- sekalipun pembeli yang datang adalah saudara sendiri atau ketika dia merasa iba setelah melihat kondisi si pembeli. Hal ini mengingat bahwa hasil dari keputusan tersebut harus dia pertanggungjawabkan kepada pemilik toko.

Hal yang berbeda terjadi jika posisinya adalah sebagai pemilik toko. Jika dia ingin mendapatkan keuntungan yang cukup, maka secara logika dia juga harus menjualnya minimal dengan harga Rp 100.000,-. Namun ketika pembeli yang datang adalah saudara sendiri atau ketika dia merasa iba setelah melihat kondisi si pembeli sehingga tergerak hatinya untuk menjualnya dengan harga yang sangat murah atau bahkan memberikan barang tersebut secara cuma-cuma, tentunya hal ini tak masalah karena hasil dari keputusan tersebut tidak akan dia pertanggungjawabkan kepada pihak lain (karena dia adalah pemilik toko).

Saudaraku…,
Hal tersebut di atas, juga berlaku pada lingkup yang lebih luas. Sebagaimana kita ketahui bahwa bagi kita yang berstatus mukallaf*, maka semua yang telah kita perbuat selama masa hidup di dunia ini harus kita pertanggung-jawabkan kepada Allah SWT., pemilik seluruh alam semesta ini. Hal ini dapat kita lihat pada penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Muddatstsir ayat 38:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ ﴿٣٨﴾
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”, (QS. Al Muddatstsir. 38).

Nah, karena kita harus mempertanggung-jawabkan semua yang telah kita perbuat (yang telah kita putuskan) selama masa hidup kita di dunia ini kepada Allah SWT., maka secara logika semua perbuatan (semua keputusan) juga harus kita lakukan berdasarkan aturan/tuntunan yang datang dari-Nya serta dari Rasul-Nya.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ...﴿١٨٥﴾
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) ...” (QS. Al Baqarah. 185).

... وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS Al Hasyr. 7).

Hal yang berbeda terjadi pada seseorang yang masih kecil (belum dewasa) serta bagi orang gila maupun orang yang sedang tidur. Bagi ketiganya, maka semua perbuat mereka tidak akan dicatat/tidak akan dimintai tanggung-jawab oleh Allah SWT. Sehingga ketika seorang anak kecil tiba-tiba tergerak hatinya untuk mencuri dan kemudian menindaklanjutinya dengan tindakan nyata, maka tidak ada dosa baginya. Demikian juga ketika orang gila yang tiba-tiba memperturutkan gerak hatinya untuk memakan bangkai anjing, maka tidak ada dosa baginya. Hal yang sama juga terjadi pada orang yang sedang tidur. Ketika dalam tidurnya (dalam mimpinya) tiba-tiba dia memperturutkan bisikan hatinya untuk memukul istrinya dan ternyata istri yang tidur disampingnya benar-benar mendapat pukulan darinya hingga berdarah, maka juga tidak ada dosa baginya.

Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
"Al-Qolam diangkat (tidak dicatat) pada tiga orang: orang tidur hingga terbangun,
anak kecil hingga ihtilam (keluar mani) dan dari orang gila hingga sadar." (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud).

-----

Terkait dengan pesan yang saudaraku sampaikan di atas, maka kita bisa melihat apakah keputusan yang telah diambil oleh salah satu pimpinan di perusahaan tersebut dalam merekrut saudaraku sebagai karyawan bisa dipertanggung-jawabkan kepada pemilik perusahaan. Artinya jika pemilik perusahaan merestui keputusan tersebut, tentunya tidak ada yang salah dalam hal ini (artinya saudaraku tidak menempuh jalan yang salah).

Hal ini sangat berbeda jika terjadi pada badan usaha milik negara/BUMN/BUMD (termasuk pada lembaga-lembaga milik negara lainnya, seperti lembaga pendidikan negeri, lembaga kepolisian, dll). Karena milik negara, sedangkan pemilik negara ini adalah seluruh rakyat/warga negara, maka semua keputusan yang diambil (termasuk perekrutan karyawan BUMN/BUMD maupun CPNS pada lembaga-lembaga milik negara yang lain) juga harus bisa dipertanggung-jawabkan kepada pemiliknya/masyarakat.

Nah karena pada umumnya masyarakat ingin mendapatkan yang terbaik dari BUMN/BUMD maupun dari lembaga-lembaga negara yang lainnya (masyarakat ingin mendapatkan pelayanan yang baik di bidang kesehatan/pendidikan/keamanan/bidang-bidang yang lainnya), maka keputusan-keputusan yang diambil (termasuk perekrutan karyawan BUMN/BUMD maupun CPNS pada lembaga-lembaga milik negara yang lain) tidak boleh dilakukan berdasarkan intuisi (bisikan hati/gerak hati) yang pada akhirnya hanya akan mendorong terjadinya nepotisme.

Saudaraku…,
Perekrutan karyawan BUMN/BUMD maupun CPNS berdasarkan nepotisme hanya akan melahirkan karyawan/PNS yang kurang cakap, karena nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Sehingga pada akhirnya masyarakat tidak akan mendapatkan yang terbaik, yang mana hal ini sudah menjadi haknya.

Maka seseorang yang menjadi karyawan BUMN/BUMD maupun PNS via nepotisme, sudah pasti dia telah merampas hak orang lain yang lebih cakap dari dirinya (yang sebenarnya lebih berhak untuk menempati posisinya yang sekarang). Disamping itu, dia juga telah merampas hak masyarakat secara umum untuk mendapatkan yang terbaik dari BUMN/BUMD maupun dari lembaga-lembaga milik negara yang lainnya. Jika sudah demikian, maka semua penghasilannya juga menjadi haram karena sebenarnya dia tidak berhak atasnya. Oleh karenanya, dia harus mengembalikannya kepada yang berhak. Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini, maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya karena pada hakekatnya dia tetap tidak pernah berhak untuk memilikinya.

Rasulullah SAW. bersabda:

مَنْ كَانَ عِنْدَهُ لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْ حَسَناَتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. (رواه البخارى)
“Siapa yang memiliki kezaliman terhadap saudaranya, hendaklah ia meminta kehalalan saudaranya tersebut pada hari ini, sebelum datang suatu hari saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. al-Bukhari)

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Wallahu a'lam).

Beliau mengatakan: “Alhamdulillah, alhamdu lillahi rabbil ‘alamin. Assalamu ‘allaikum saudaraku, yang saya cintai. Terimakasih atas penjelasannya yang sangat jelas, saya mohon saudaraku bisa memberikan kajian-kajian seperti dulu. Saya ucapkan terimakasih, wassallamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”.

Alhamdulillah, Ya Rabb...!!!
Engkau telah memberi kesempatan kepada hamba untuk berbagi ilmu kepada saudara hamba. Semoga Engkau berkenan memberi kekuatan kepada hamba, sehingga hamba tetap mampu untuk terus menebar kebaikan kepada sesama, hingga akhir hayat hamba. Amin, ya rabbal ‘alamin!

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ...، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Dari Jabir r.a berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “..., Dan sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”. (HR. at-Thabrani)

-----

Demikian hasil dialog ini,
Semoga bermanfaat!

NB.
*)  Mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban untuk menjalankan perintah serta menjauhi larangan agama (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukallaf bila ia telah dewasa dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal.


Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞