بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 05 April 2012

ORANG DENGAN KUALITAS MUKHLIS (II)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat telah memberi komentar terhadap artikel yang berjudul “ORANG DENGAN KUALITAS MUKHLIS (I)” dengan komentar sebagai berikut:

Wah...,
Aku tersentuh banget membacanya.
Tapi jika semua orang tidak percaya, bahkan menghina kita?
Apa yang harus dilakukan???

-----

Masih ada Allah, wahai saudaraku!!!

Saudaraku…,
Tiada artinya pujian dari orang lain, jika pada saat yang sama ternyata kita mendapat murka dari-Nya karena kita telah keluar dari jalan-Nya yang lurus, namun kita telah memakai “topeng”, sehingga seolah-olah dihadapan orang lain kita terlihat sebagai orang-orang yang terpuji.

Sebaliknya; biarpun orang-orang telah menghina kita, memalingkan mukanya dari kita, mencela kita, meninggalkan kita, dst., namun jika pada saat yang sama justru kita bisa menggapai ridho-Nya karena kita telah berjalan sesuai dengan jalan-Nya yang lurus, maka seharusnya kita tidak perlu pusing dengan sikap mereka itu...!!!

Jika kita mampu untuk memaafkan mereka, maafkanlah. Semoga kelapangan dada kita dalam menghadapi keadaan yang demikian sulit ini, dapat dilihat oleh Allah sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan kita kepada-Nya. Amin!

Namun jika kita tidak mampu untuk memaafkan mereka, maka kembalikan semua urusan ini hanya kepada-Nya. Yakinlah, bahwa Allah akan memberikan keputusan terbaik diantara kita. Karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana, sebagaimana janji-Nya dalam Al Qur’an surat Al An’aam ayat 18: ”Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al An’aam. 18).

Sedangkan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6 (yang artinya adalah): "(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum. 6).

-----

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al Mumtahanah. 5).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan.

Semoga bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Selasa, 03 April 2012

ORANG DENGAN KUALITAS MUKHLIS (I)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat telah bertanya: ”Maaf Pak, mengganggu. Saya mau tanya, saya kan pernah mendengar bahwa orang yang ikhlas itu setan-pun tak ’kan bisa menggoda. Tapi kenapa keikhlasan itu masih bisa goyah? Bener ‘nggak sich...?

-----

Saudaraku…,
Sebelumnya aku sampaikan terimakasih atas kesediaannya untuk bersama-sama belajar. Dan semoga semangat untuk belajar tidak pernah padam hingga akhir hayat kita. Amin...!!!

Saudaraku…,
Mukhlis artinya orang yang ikhlas. Seseorang dengan kualitas mukhlis adalah orang yang hatinya bersih dari keinginan memperoleh pujian dari orang lain. Semua amal perbuatannya atau apapun yang dilakukannya (shalatnya, ibadahnya, hidupnya, matinya, dst.) semata-mata dilakukan hanya untuk Allah SWT. Baginya, pujian orang lain tidak akan membuatnya berbangga hati, sedangkan hujatan / celaan / hinaan / caci maki orang lain juga tidak akan membuatnya surut.

“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, (QS. Al An’aam. 162).

Saudaraku…,
Jika seseorang mampu mempertahankan dirinya dalam predikat kualitas mukhlis, maka semua amal perbuatannya tidak akan mengalami kesia-siaan. Karena semua amal perbuatannya hanya dia ikhlaskan kepada-Nya, dia benar-benar memurnikan ketaatannya hanya kepada-Nya. Sedangkan dia adalah seseorang yang hanya berharap kepada-Nya.

“Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati”, (QS. Al Baqarah. 139).

”Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az Zumar. 14).

”Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Alam Nasyrah. 8).

Seseorang yang mampu mempertahankan dirinya dalam predikat kualitas mukhlis, juga akan terhindar dari godaan syaitan yang terkutuk, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Hijr ayat 39 – 40):

“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”, (QS. Al Hijr. 39). ”kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis* di antara mereka". (QS. Al Hijr. 40).

*) Yang dimaksud dengan “mukhlis” ialah orang-orang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah (*catatan kaki no. 799, Al Qur'an Terjemahan versi Departemen Agama RI).

Dari deretan predikat kualitas seseorang dengan urutan: muslim, mu'min, 'alim (orang terpelajar), ’amil (yang beramal) dan mukhlis, maka selain mukhlis, seseorang masih berpeluang untuk mengalami kesia-siaan terhadap amal perbuatannya.

Seseorang dengan kualitas mukhlis adalah orang yang produktif bagi dirinya, meski bisa saja tidak diketahui oleh orang lain. Sementara seorang 'alim yang 'amil (orang berilmu / pandai yang banyak berbuat / beramal) tetapi tidak mukhlis adalah kontra produktif bagi dirinya, karena amal perbuatannya akan menjadi sia-sia (artinya dia tidak akan beroleh apapun dari amalan yang telah dilakukannya), meskipun memperoleh banyak penghargaan / pujian dari orang lain / masyarakat. Orang mukhlis berbuat sesuatu demi Allah semata, tidak peduli apakah diketahui oleh penglihatan orang lain atau tidak, bahkan dia akan lebih suka menyembunyikan perbuatannya dari penglihatan orang lain. Sedangkan orang riya’ melakukannya demi pujian orang lain.

Di sisi lain, Allah juga telah mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya syaitan itu akan selalu berupaya mendatangi kita dari segala arah, dalam upayanya untuk menyesatkan kita. Dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 16 – 17, diperoleh keterangan bahwa: “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at)”. (QS. Al A’raaf. 16 – 17).

Oleh karena itu, tetaplah berpegang pada tali-Nya yang tak akan mungkin putus, kecuali kita sendiri melepaskannya.

”Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”. (QS. Luqman. 22).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan.

Semoga bermanfaat.

{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan}

Minggu, 01 April 2012

SEPUTAR MASALAH BID’AH

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang teman telah bertanya tentang seputar masalah bid’ah, termasuk diantaranya tentang masalah berjabatan tangan (bersalam-salaman) setelah sholat fardhu berjama’ah.

-----

Saudaraku…,
Berbicara seputar masalah bid’ah, akan memakan waktu yang panjang / tidak cukup jika hanya melalui sekali atau dua kali pesan / email. Pada kesempatan ini, aku hanya ingin menyampaikan prinsip dasar tentang perbedaan pendapat dalam agama kita:

~ Secara umum, khilafiyah: hanya pada masalah kultur / kebudayaan dan kemasyarakatan. Sedangkan pada masalah: ushuliyah / pokok (aqidah), tidak boleh ada beda pendapat, seperti jumlah rakaat dalam sholat maghrib adalah 3 rakaat, nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW, dll.

~ Antar madzhab: perbedaan pendapat hanya pada masalah furu’iyah / cabang (akhlaq, dll).

~ Kita harus menghargai pendapat orang lain.

Saudaraku…,
Pada dasarnya semua ibadah itu dilarang kecuali jika ada dalilnya, baik berdasarkan Al Qur’an maupun Al Hadits. Jika kita mengada-adakan “ibadah baru” yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah / tidak ada dasarnya baik dari Al Qur’an maupun Al Hadits, maka jelas hal ini adalah bid’ah.

Diriwayatkan dari Jabir berkata, Rasulullah SAW. bersabda:
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. (رواه مسلم) 
“Kemudian daripada itu. Maka sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah. Dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Muhammad SAW. Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Maka sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (HR. Muslim)

Tentang berjabatan tangan (bersalam-salaman) setelah sholat fardhu berjama’ah, misalnya. Sampai saat ini aku belum menemukan ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits yang menjadi dasar diperintahkannya berjabatan tangan (bersalam-salaman) setelah sholat fardhu berjama’ah. Namun, perintah untuk membina tali silaturrahim serta saling berjabatan tangan kepada sesama kaum muslimin, dengan mudah bisa kita temukan dalilnya dalam Al Qur’an ataupun Al Hadits.

Rasulullah SAW. bersabda:
أَفْشِ السَّلَامَ، وَأَطْعِم ِالطَّعَامَ، وَصِلِ الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، وَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
“Tebarkanlah salam, berilah (orang) makanan, sambunglah karib kerabat (silaturrahim), berdirilah (shalat) di malam hari ketika manusia tidur, dan masuklah kamu ke dalam surga dengan selamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Hurairah(.

Rasulullah SAW. bersabda:
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا, وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا, أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم) 
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian bisa saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan terhadap satu amalan yang bila kalian mengerjakannya kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 192)

Rasulullah SAW. telah bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan rahimnya (hendaklah ia senantiasa menjaga hubungan silaturrahim).” (Muttafaqun ‘alaih).

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisaa’. 1).

Rasulullah saw. telah bersabda: “Orang yang menaiki kendaraan hendaknya mengucapkan salam kepada yang berjalan, orang yang berjalan hendaknya mengucapkan salam kepada yang duduk, dan yang terbaik di antara dua orang yang berjalan adalah yang terdahulu dalam mengucapkan salam”. (H.R. Al-Bazzar dan Ibnu Hibban).

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad secara shahih, bahwasanya Anas bin Malik berkata, “Dahulu para sahabat Nabi apabila bertemu mereka saling berjabat tangan, dan apabila datang dari bepergian jauh mereka saling berpelukan” (H.R. Ath Thabarani).

Menyikapi hal ini, jika setelah sholat fardlu kita harus berjabatan tangan dengan saudara-saudara kita yang juga sholat berjama’ah di sebelah kiri atau kanan kita, maka sebaiknya hal ini kita niatkan sebagai ibadah sunah yang tidak terkait dengan selesainya sholat fardhu berjama’ah. Berjabatan tangan dengan sesama kaum muslimin bisa dilaksanakan kapan saja (tidak terkait dengan selesainya sholat fardhu berjama’ah). Jika kita menganggap bahwa setelah selesai melaksanakan sholat fardhu berjama’ah, disunahkan untuk berjabatan tangan dengan jama’ah lain di sebelah kiri atau kanan kita, sementara tidak ada satupun ayat Al Qur’an maupun Hadits yang mendasarinya, tentu saja sangat dikhawatirkan bahwa kita telah melakukan bid’ah. (Wallahu ta’ala a’lam).

Saudaraku…,
Penting pula untuk aku sampaikan di sini. Bagi kita umat Islam: jangan mudah terpancing oleh segala sesuatu yang dapat memecah-belah persatuan kita / umat Islam. Mari kita utamakan persatuan umat Islam. Mari kita wujudkan terbinanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin!!!

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu*, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (QS. Al Anfaal. 73).

*) Yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu; adalah keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.

Demikian penjelasan yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika terdapat kesalahan / kekhilafan.

Mohon maaf atas keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada alim ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.

Semoga bermanfat.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞