بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 30 November 2008

BERBUAT BAIKLAH SELAGI ADA KESEMPATAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Bagi kita yang tinggal di Blitar ataupun di Surabaya dan belum pernah sekalipun ke luar negeri, mungkin kita akan menyangka bahwa Jepang itu adalah suatu negeri yang sangat jauh. Apalagi Inggris atau Perancis.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya negeri Jepang, Inggris maupun Perancis, toh dengan mudah bisa kita tempuh dengan menggunakan pesawat terbang, bahkan hanya memakan waktu sekian jam perjalanan saja.

Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa bulan itu adalah sangat jauh. Karena jauhnya, hingga dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa bulan tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak hanya sebesar piring saja. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya bulan tersebut adalah teramat besar, bahkan milyaran kali lebih besar dibandingkan dengan sebuah piring.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya bulan, toh dengan mudah bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat ruang angkasa. Bahkan perjalanan tersebut hanya memakan waktu beberapa hari saja.

Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa matahari itu adalah teramat jauh. Karena jauhnya, hingga dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa matahari tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak sama dengan bulan. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya matahari tersebut adalah teramat besar, bahkan ratusan ribu kali lebih besar dibandingkan dengan bumi kita, apalagi jika dibandingkan dengan bulan.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya matahari, toh dengan mudah bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat ruang angkasa. Bahkan perjalanan tersebut mungkin hanya memakan waktu beberapa bulan saja.

Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa bintang-bintanglah yang sungguh-sungguh teramat jauh. Karena jauhnya, hingga dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa bintang-bintang tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak seperti titik saja, jauh lebih kecil dibandingkan matahari. Padahal kita semua juga sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya bintang-bintang tersebut adalah teramat besar, bahkan begitu banyak yang jauh lebih besar dari matahari.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya bintang, toh dengan berjalannya waktu, suatu saat (entah kapan) ketika teknologi sudah memungkinkan – meski dengan menggunakan pesawat tak berawak – tetap saja pada akhirnya akan sampai juga ke sana. Artinya, secara logika perjalanan ke sana bukanlah sesuatu yang tidak mungkin.

Saudaraku…,
Lalu apakah gerangan yang lebih jauh dari semuanya itu? Hingga karena teramat jauhnya, maka dengan teknologi secanggih apapun, secara logika kita tidak akan mungkin bisa ke sana? Sampai kapanpun?

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa yang lebih jauh dari semuanya itu, hingga karena teramat jauhnya, maka dengan teknologi secanggih apapun, secara logika kita tidak akan mungkin bisa ke sana, sampai kapanpun, ternyata adalah: kesempatan.

Yah...., ternyata yang dimaksud adalah kesempatan. Karena jika kesempatan itu sudah berlalu meninggalkan kita (meski hanya sedetik), maka kita tidak mungkin bisa ke sana lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun.

Saudaraku…,
Masih jelas dalam ingatan kita, betapa masa-masa ketika kita masih SMA dahulu. Masa ketika hari-hari indah kita lalui bersama. Masa ketika hari-hari kita lalui dengan penuh canda dan tawa. Namun, ternyata masa SMA itu telah lama berlalu dan tak mungkin kembali lagi. Yah..., kita tidak mungkin ke sana lagi, kembali ke masa SMA lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun. Dan bersamaan dengan berlalunya masa SMA itu, berlalu pula semua kesempatan yang ada di dalamnya. Dan kita tidak mungkin mendapatkannya lagi, selamanya.

Demikian juga dengan masa-masa ketika kita kuliah dahulu (bagi kita yang melanjutkan hingga pendidikan tinggi). Sama seperti masa-masa ketika kita masih SMA dahulu, ternyata masa kuliah itu juga telah berlalu dan tak mungkin kembali lagi. Yah..., kita tidak mungkin ke sana lagi, kembali ke masa kuliah lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun. Dan bersamaan dengan berlalunya masa kuliah itu, berlalu pula semua kesempatan yang ada di dalamnya. Dan kita tidak mungkin mendapatkannya lagi, untuk selama-lamanya.

Saudaraku…,
Begitulah seterusnya. Jika kesempatan itu sudah berlalu meninggalkan kita, maka kita tidak mungkin bisa ke sana lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun.

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. (bahwa Rasulullah SAW. bersabda):
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ. (رواه البخارى)
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia melalaikannya: (1) kesehatan, dan (2) waktu luang.” (HR. Al-Bukhari).

Oleh karena itu, berbuat baiklah selagi ada kesempatan. Karena sesungguhnya nikmat kesempatan itu adalah suatu nikmat pemberian Allah Yang Maha Pemurah yang begitu tinggi nilainya, tetapi seringkali kita lupakan.

Belanjakanlah di jalan Allah, sebagian dari rezki yang telah Allah berikan kepada kita, sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at.

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at.” (QS. 2. 254).

Saudaraku…,
Belanjakanlah di jalan Allah, sebagian dari rezki yang telah Allah berikan kepada kita, sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kita. Karena jika masa itu telah tiba – yaitu masa ketika kita tutup usia – maka kita tidak dapat menangguhkannya walau hanya sesaat. Dan itu artinya kesempatan kita untuk berbuat baik telah berlalu dan tak mungkin bisa kembali lagi.

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (QS. Al Munaafiquun. 10).

Saudaraku…,
Saling tolong-menolonglah kepada sesama, kepada saudara-saudara kita yang lain selagi kesempatan itu masih ada. Karena jika kesempatan itu telah berlalu, pergi meninggalkan kita, maka kita tidak mungkin mendapatkannya lagi. Apalagi, jika maut sudah terlanjur menjemput kita, maka masing-masing diantara kita sudah tidak bisa saling menolong lagi. Bahkan terhadap diri kita sendiripun kita tidak bisa menolong lagi, kecuali amal saleh yang telah kita kerjakan, kecuali kebaikan yang telah kita usahakan.

”Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah”. (QS. Luqman. 33).

”Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”, (QS. Al Israa’. 9).

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfa`at lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya kamipun menunggu (pula)". (QS. Al An’aam. 158).

Semoga bermanfaat.

Rabu, 12 November 2008

AHLI IBADAH vs AHLI MAKSIAT

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Seorang ahli ibadah*1 mengatakan: “Sesungguhnya aku benar-benar takut, karena aku tidak tahu apakah aku bisa selamat dari api neraka. Oleh karena itu, aku senantiasa berupaya untuk selalu bertakwa*2 kepada-Nya, selalu berupaya untuk menjalankan semua perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya. Aku juga senantiasa berdzikir/ingat kepada-Nya serta setiap saat memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya”.

Karena sesungguhnya Allah telah berfirman: “orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran”, (QS. Al A’laa. 10). ”dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. Ar Ra’d. 21).

”(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat”. (QS. Al Anbiyaa’. 49).

”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”, (QS. Al Mu’minuun. 60).

Saudaraku…,
Di sisi lain, seorang ahli maksiat*1 dengan santainya mengatakan: ”Saya tidak terlalu khawatir dengan semuanya ini***. Bukankah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang...???”.
*3 Yang dimaksud dengan: (tidak terlalu khawatir dengan semuanya ini*3) adalah semua perbuatan maksiat yang telah, sedang dan akan dilakukannya.

Saudaraku...!!!
Betapa ringannya ahli maksiat*1 tersebut mengatakan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Penyayang, sementara pada saat yang sama dia terus dan terus bermaksiat kepada-Nya. Padahal, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an: ”Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah*4 dan bertakwa*2 kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (QS. An Nuur. 52).

Sedangkan dalam salah satu hadits qudsi, Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Allah Ta’ala berfirman:

وَعِزَّتِى وَجَلَالِى لَا أَجْمَعُ عَلَى عَبْدِى خَوْفَيْنِ وَأَمْنَيْنِ إِذَاخَافَنِى فِى الدُّنْيَا أَمَّنْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَإِذَاأَمِنَنِى فِى الدُّنْيَا أَخَفْتُهُ فِى الْآخِرَةِ (يَوْمَ الْقِيَامَةِ). (روه ابن حبان)
“Demi kemulyaan dan kebesaran-Ku tidak akan Aku himpun pada hamba-Ku dua kali takut dan dua kali aman. Jika ia takut kepada-Ku di dunia Aku beri aman di hari qiyamat, dan jika ia merasa aman dari-Ku di dunia Aku takutkan di akhirat (hari qiyamat)”. (HR. Ibn. Hibban).

Semoga bermanfaat.
NB.
*4) Yang dimaksud dengan: takut kepada Allah*4 ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa*2 ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi, yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, tidak cukup diartikan dengan takut saja..

Sedangkan yang dimaksud dengan ahli ibadah*1 ialah orang yang dalam hidupnya senantiasa menjalankan ibadah dengan baik, dan yang dimaksud dengan ahli maksiat*1 ialah orang yang dalam hidupnya senantiasa bergelimang dengan kemaksiatan.

Senin, 10 November 2008

SENDIRIAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Sadarkah kita, bahwa ternyata kita...
● Terlahir sendirian...,
● Mati sendirian...,
● Di liang lahat sendirian...,
● Di padang mahsyar sendirian...,
● Dan dihisab sendirian...?

“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. (QS. Maryam. 95). *

“Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at** dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong”. (QS. Al Baqarah. 48). “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”, (QS. Al Qiyaamah. 14).

Saudaraku…,
Sudahkah kita menyadarinya dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya?

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Meskipun pada hari itu kita dikumpulkan bersama dengan seluruh umat manusia (dan tidak ketinggalan seorangpun) sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 148 serta surat Huud ayat 103 berikut ini: ”...Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah. 148). ”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk”). (QS. Huud. 103). Namun pada hakekatnya kita tetaplah sendirian (sendiri-sendiri), yaitu datang menghadap kepada Allah dengan sendiri-sendiri untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatan kita sendiri-sendiri sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat Maryam ayat 95 tersebut di atas.

**) Yang dimaksud dengan syafa`at** ialah: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfa’at bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain.

Sabtu, 08 November 2008

SEOLAH TIDAK BISA BERNAFAS LAGI

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketika kita baru lulus sekolah/kuliah dan masih menjadi pengangguran, tentunya kita bisa merasakan betapa banyaknya uang Rp 100.000,- itu. Maklum, pada kondisi seperti itu, yang bisa kita lakukan hanyalah meminta/menunggu pemberian dari orang tua atau kakak-kakak kita yang telah terlebih dahulu bekerja.

Namun begitu kita mulai bekerja, maka uang sebanyak Rp 100.000,- itu menjadi biasa saja, bahkan terlihat sangat sedikit. Karena penghasilan yang kita terima adalah jauh lebih besar. Tentu saja pada awalnya kita akan sangat bergembira dengan hal ini. Dengan memiliki penghasilan sendiri, kita bisa lebih leluasa dalam menjalani hidup ini. Banyak hal yang dahulu hanya berupa mimpi, sekarang bisa menjadi kenyataan.

Namun, lama kelamaan kita mulai terbiasa dengan penghasilan tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Artinya kebutuhan hidup kita lama kelamaan menyesuaikan dengan penghasilan kita. Apalagi secara naluriah, kita mempunyai kecenderungan untuk membandingkan dengan teman sejawat dan ingin menjadi yang ter... (terkaya, terbaik, tersukses, dst.). Hingga pada perkembangan berikutnya, justru kebutuhan hidup kita bisa melampaui penghasilan kita. Pada saat-saat seperti ini, kita mulai merasakan kembali, betapa beratnya menjalani hidup ini. Seolah-olah kita tidak bisa bernafas saja. Hingga ketika karier kita mulai meningkat, lega-lah kita. Karena kini kebutuhan hidup kita dapat tertutupi kembali.

Namun, dengan berjalannya waktu, lagi-lagi kita mulai terbiasa dengan penghasilan tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Artinya kebutuhan hidup kita lama kelamaan menyesuaikan dengan penghasilan kita. Dan karena secara naluriah, kita mempunyai kecenderungan untuk membandingkan dengan teman sejawat dan ingin menjadi yang ter... (terkaya, terbaik, tersukses, dst.), maka pada perkembangan berikutnya, justru kebutuhan hidup kita lagi-lagi bisa melampaui penghasilan kita. Dan lagi-lagi, kita dapat merasakan betapa beratnya menjalani hidup ini, seolah kita tidak bisa bernafas saja. Hingga ketika karier kita meningkat lagi, lega-lah kita, karena kini kebutuhan hidup kita dapat tertutupi kembali. Demikian seterusnya, hal ini akan terus berulang.

Saudaraku…,
Jika karier kita terus menanjak, maka (mungkin) kita masih bisa terus mengikuti kebutuhan hidup kita yang juga terus meningkat. Namun, petaka bisa saja datang sewaktu-waktu. Yaitu ketika perjalanan karier kita tidak berjalan sesuai dengan harapan. Ketika hal itu terjadi, dimana penghasilan tak kunjung meningkat, sementara kebutuhan hidup terlanjur terus meningkat hingga jauh meninggalkan batas penghasilan kita, jelaslah bahwa kita akan merasakan betapa hidup ini semakin berat saja. Begitu beratnya beban hidup yang kita rasakan, hingga rasanya kita benar-benar tidak bisa bernafas lagi.

Pada tahapan ini – jika tidak berhati-hati – kita bisa terjebak dalam jeratan syaitan. Hingga korupsi menjadi jalan pintasnya. Jika ini yang menjadi pilihan, maka hal ini nampak sebagai jalan keluarnya. Namun, dengan berjalannya waktu, lagi-lagi kita mulai terbiasa dengan ”tambahan penghasilan” tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Dan karena kebutuhan hidup terus saja meningkat, maka untuk menutupinya, besaran korupsi juga harus terus ditingkatkan. Hingga tiba-tiba bau busuk itu tercium oleh aparat dan penjara menjadi tempat peristirahatan kita. Atau jika kita bisa selamat darinya, maka kita akan terus dan terus melakukan korupsi hingga tiba-tiba ajal menjemput kita dan neraka menjadi persinggahan terakhir kita. Na’udzubillahi mindzalika!

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللهِ الْغَرُورُ ﴿٥﴾
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Faathir. 5).

-----

Ya… Tuhan kami,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (QS. Al Faatihah. 6 – 7).

Ya… Tuhan kami,
Berilah kekuatan kepada kami, sehingga kami benar-benar dapat ridha dengan apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Cukuplah Engkau bagi kami. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang hanya berharap kepada Engkau. Semoga Engkau berikan karunia-Mu kepada kami. Amin!

وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوْاْ مَا آتَاهُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللهُ سَيُؤْتِينَا اللهُ مِن فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللهِ رَاغِبُونَ ﴿٥٩﴾
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At Taubah. 59).

Semoga bermanfaat!

Jumat, 07 November 2008

TOLERANSI BERAGAMA (II)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat (dosen ITS) telah memberi komentar terhadap artikel yang berjudul: ”TOLERANSI BERAGAMA (I)” dengan komentar sebagai berikut:


Assalamu 'alaina WARSAWA (Wa 'Ala Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Aalihi).


Teman...,
Tentang QS. 2: 256 itu, "paksaan" bukanlah satu-satunya kata yang dapat digunakan sebagai terjemahan. Kata dasar kata ikroha adalah karoha yang berarti tidak suka, Kata makruh juga dari kata tersebut. Jadi dalam konteks penerimaan keyakinan, seyogyanya agama diperlakukan sebagai hal yang disukai atau bahkan dibutuhkan. Kelanjutan ayat tersebut juga menerangkan bahwa sungguh telah terang kenyataan (yang hanya dapat ditangkap oleh kesadaran yang murni) dan khayalan (yang timbul dari kebodohan, keinginan nafsu dan tipuan syaithon). Secara fitrah manusia tentu menyukai bahkan membutuhkan sesuatu yang nyata daripada khayalan bukan.

Karenanya mereka yang tidak menyukai agama biasanya karena tenggelam dalam khayalan atau bahkan mimpi. Menurut Ustad-ku mereka ini dalam keadaan tidur.

Jadi, kalau ada ayat lain menerangkan tentang "Bagiku agamaku dan bagimu agamamu" itu tidaklah menghalangi kita untuk peduli kepada mereka yang non-muslim. Bahkan kalau-pun itu dianggap sebagai pembicaraan tentang akidah, mereka itu tidaklah berakidah. Sepengetahuan saya ayat ini turun berkenaan dengan ajakan damai oleh para pemuka Yahudi di Madinah agar Rasulullah tidak lagi menda'wahi kalangan mereka. Dan sebagai timbal-baliknya mereka bersedia untuk beribadah dengan cara Islam berselang-seling dengan cara ibadah mereka dan mereka juga menuntut agar Rasulullah juga melakukan hal yang sama. Maka ini tidaklah bisa ditolerir. Ayat ini adalah pernyataan bahwa apa yang dibawa Rasulullah adalah suatu yang berbeda dan tidak dapat dicampur-adukkan dengan apa yang mereka bawa. Dan agar Rasulullah dengan tegas menyatakan apa yang beliau bawa adalah dari Allah dan untuk Allah, sedangkan mereka tidaklah begitu walaupun mereka berkata bahwa mereka adalah pewaris ajaran nabi Musa AS dan dari Allah juga.

Karena itu apa yang kemudian menjadi konsekuensi dari hal tersebut adalah bahwa da'wah kepada seluruh umat manusia wajib disampaikan dengan cara yang baik dan disesuaikan dengan fitrah manusia yang suka akan kebaikan. Kalaupun terdapat penolakan atau perlawanan, maka itu harus dipandang sebagai perilaku orang-orang yang belum sadar dari tidurnya.

Demikianlah da'wah amar ma'ruf nahi munkar tidak mengecualikan mereka yang non-muslim. Karena semua manusia secara fitrahnya sama suka pada kebaikan yang berpangkal-ujung pada kebenaran, maka kebaikan dan kebenaran itu tidak boleh hanya menurut persepsi pribadi masing-masing. Kebaikan dan kebenaran tidak boleh dilepaskan dari ajaran agama. QS 23: 71 "Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu."

Wallahu a'lam.
Wasalamu 'alaina WARSAWA.

-----

Wa'alaikumussalam wr. wb.

Benar sekali, teman...!
Berdakwah itu tidak hanya kepada saudara-saudara seiman, tetapi juga kepada non-muslim. Tulisanku yang berjudul "Menyebarkan Al Qur'an" (jika berkenan membacanya, silahkan klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2009/10/menyebarkan-al-quran.html), juga menunjukkan bahwa kita juga harus peduli kepada mereka.

Pengalamanku berdialog tentang akidah dengan non-muslim (sebagian diantaranya juga sudah aku kirimkan kepada sampean) juga menunjukkan bahwa kita juga harus peduli dengan mereka.

Dari saudara seiman: Imron Kuswandi M.

-----

Beliau mengatakan: “Da'wah tentu merupakan intervensi cara pandang terhadap kebenaran, yang jadi pangkal-ujung amal kan? Nah implementasinya dalam amal yang diserahkan kepada masing-masing. Tapi bila satu sama lain saling berhubungan misal dalam muamalat, maka ada konsep ihsan, adil, dan sabar serta utamakan selamat. Ini ’nggak akan bisa lepas dari ikatan agama yang lurus”.

-----

Assalamu'alaikum wr. wb.

Teman...,
Yang aku maksud dengan intervensi, antara lain: kita ikut mengatur / memasukkan unsur-unsur Islam dalam peribadatan mereka yang non-muslim atau sebaliknya. Contohnya: setiap memulai peribadatan mereka yang non-muslim, kita paksakan untuk membaca basmalah. Atau sebaliknya, ketika seseorang hendak sholat di masjid, kemudian orang lain yang non-muslim telah memaksakannya untuk memakai salib. Atau dilakukan kompromi: saat ini seorang muslim dipersilahkan menyembah Allah, tetapi lain waktu menyembah sembahan-sembahan mereka selain Allah. Demikian juga mereka yang non-muslim melakukan hal yang sama secara bergantian sebagai jalan tengahnya untuk menuju kedamaian.

Jadi, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 berikut ini: “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).

Sedangkan apabila hanya bertukar pikiran, hal itu sama sekali tidak ada masalah, sepanjang tidak ada paksaan dari masing-masing pihak untuk membenarkan dan mengikuti apa yang dikatakannya. Bukankah Allah-pun hanya mewajibkan kita untuk menyampaikan ayat-ayat Allah? “Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 20). Wallahu a'lam..

Dari saudara seiman: Imron Kuswandi M.

-----

Beliau mengatakan:

Wasalamu 'alaina WARSAWA

Ya' setuju banget.

Itu ada temanku Pak Jun dari Unes Semarang tertarik juga dengan diskusi kita. Tolong di-cc katanya.

Wasalamu 'alaina WARSAWA

-----

Demikian…,
Semoga hasil diskusi ini bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Kamis, 06 November 2008

TOLERANSI BERAGAMA (I)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Dalam segala hal, marilah kita saling bekerja sama, saling membantu, saling menolong, dst. Kapanpun, dimanapun, kepada siapapun, tanpa memandang sukunya, kekayaannya, usianya maupun agamanya.

Namun, untuk urusan akidah/keyakinan, justru kebalikannya. Dalam hal ini (urusan akidah/keyakinan), tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi (campur tangan) dari pihak lain. Biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 berikut ini: “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).

Saudaraku…,
Biarlah di antara kita beribadah dan menyembah Tuhan masing-masing, sesuai dengan agama kita masing-masing. “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.” (QS. Al Kaafiruun: 2 – 5).

Saudaraku…,
Semua pihak di antara kita haruslah saling menghomati dan menghargai keyakinan masing-masing. Bahkan Al Qur’an secara tegas melarang kita yang beragama Islam untuk memaki sembahan-sembahan pemeluk agama lain. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’aam: 108).

Saudaraku…,
Tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Karena (menurut Al Qur’an) hak Allah-lah untuk memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi masalah hidayah (petunjuk ke jalan yang lurus) adalah urusan Allah semata. Jika seseorang diberi petunjuk oleh-Nya, niscaya dia akan memilih jalan yang lurus (Islam). Demikianlah penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 142: Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (QS. Al Baqarah: 142).

Sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 256, diperoleh penjelasan bahwa tidak ada paksaan untuk memasuki/memeluk agama Islam, karena sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut* dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 256).

Saudaraku…,
Jika semuanya dapat berjalan dengan baik seperti uraian di atas, tentunya kita akan bisa hidup berdampingan dengan damai, saling menghomati dan saling menghargai.

Semoga bermanfaat!

NB.
*) Yang dimaksud dengan Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah SWT.


{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan}

Rabu, 05 November 2008

SAUDARAKU, JAGALAH AGAMAMU HINGGA AKHIR HAYAT!

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Janganlah sekali-kali kita mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam. Janganlah sekali-kali kita mati, kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam. Karena, barangsiapa yang murtad dari agama Islam, lalu mati dalam kekafiran, maka akan sia-sialah seluruh amalannya, baik di dunia maupun di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Dan mereka akan kekal di dalamnya. Na’udzubillahi mindzalika!

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ’Imran. 102).

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al Baqarah. 132).

”... Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah. 217).

Saudaraku…,
”Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong”. (QS. Ali ’Imran. 91).

”Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al An’aam. 122). Na’udzubillahi mindzalika!

Semoga bermanfaat!

Senin, 03 November 2008

MENYUBURKAN HARTA DENGAN SEDEKAH

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Sesungguhnya, sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita, melainkan akan bertambah banyak. Memang, secara matematis sepuluh dikurangi dua itu sama dengan delapan (10 – 2 = 8). Namun, sesungguhnya matematika kehidupan itu tidaklah sama dengan matematika teoritis.

Secara matematis, jika kita bersedekah, maka hal itu akan mengurangi harta kita sebagaimana contoh perhitungan di atas. Namun, bagi hamba-hamba yang ikhlas, adalah sangat mudah bagi Allah untuk menggantinya dengan rezki yang sebaik-baiknya. Sebagaimana janji Allah dalam Al Qur’an surat Saba’ ayat 39 berikut ini: “Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya”. (QS. Saba’. 39).


Sedangkan dalam sebuah hadits, diperoleh penjelasan bahwa sesungguhnya sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita, melainkan akan bertambah banyak. Oleh karena itu bersedekahlah, semoga Allah merahmati kita. Amin!



Rasulullah SAW. bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tidaklah sedekah akan membuat harta berkurang. Tidaklah Allah akan menambahkan pada seorang hamba karena memaafkan (saudaranya) selain (bertambah) kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)

Saudaraku…,
Dalam bersedekah, kita tidak perlu takut akan menjadi miskin sehingga hal ini dapat mendorong kita untuk berlaku kikir terhadap sesama. Janganlah kita terpedaya oleh tipu daya syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya Allah menjanjikan ampunan dan karunia untuk kita. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui. “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 268).

Saudaraku…,
Dalam ayat yang lain, diperoleh keterangan sebagai berikut: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan* dan mensucikan** mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At Taubah. 103).

*) Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan terhadap harta benda.

**) Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Nah…, Dari uraian di atas, apakah kita masih tetap ragu-ragu untuk bersedekah? Apakah kita masih tetap akan berlaku kikir terhadap sesama? Untuk apa? Bukankah di dalam harta kita, ada bagian tertentu buat mereka?


Dari sahabat Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ: لِفُلاَنٍ كَذَا، وَلِفُلاَنٍ كَذَا، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ. (رواه البخارى ومسلم)   
Seseorang datang menemui Nabi SAW. kemudian bertanya, “Ya Rasulullah, apakah sedekah yang paling banyak pahalanya?” Nabi SAW. menjawab, “Engkau bersedekah dalam keadaan dirimu sehat, tidak ingin hartamu lepas darimu, serta dalam keadaan engkau takut kefakiran dan sangat menginginkan harta tersebut. Janganlah engkau menunda hingga ketika ruh sudah mendekati tenggorokan barulah engkau mengatakan, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian’, padahal memang itu sudah menjadi milik si fulan (ahli warisnya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”, (QS. Al Ma’aarij. 24 – 25).

Semoga bermanfaat.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞