بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 05 Desember 2023

BOLEHKAH MENGUSAHAKAN TARGET GEBETAN AGAR JATUH CINTA PADA KITA?

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang akhwat (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Bolehkah mengusahakan target gebetan1) agar jatuh cinta pada kita?”.
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda bahwa bagi siapa saja yang suka pada sunnahnya, maka hendaklah mengikuti sunnahnya. Dan salah satu daripada sunnahnya ialah menikah.
 
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
 
مَنْ أحَبَّ فِطْرَتِى فَلْيَسْتَنَّ بِسُنَّتِى وَإِنَّ مِنْ سُنَّتِى النِّكَاحُ. (رواه البيهقى)
“Siapa yang suka pada syari’atku, maka hendaklah mengikuti sunnahku (perjalananku). Dan (salah satu) daripada sunnahku ialah menikah”. (HR. Albaihaqi).
 
Sedangkan pada hadits berikut ini, diperoleh keterangan bahwa menikah adalah sunnah beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahnya, berarti dia bukan dari golongannya.
 
دَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ... (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Al Azhar] berkata, telah menceritakan kepada kami [Adam] berkata, telah menceritakan kepada kami [Isa bin Maimun] dari [Al Qasim] dari ['Aisyah] ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku, berarti bukan dari golonganku. ...”. (HR. Ibn Majah, no. 1836).
 
و حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَمَلِهِ فِي السِّرِّ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا آكُلُ اللَّحْمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ فَقَالَ مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا لَكِنِّي أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. (رواه مسلم)
17.3/2487. Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Nafi' Al Abdi telah menceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenai amalan beliau yang tersembunyi. Maka sebagian dari mereka pun berkata: “Saya tidak akan menikah”. Kemudian sebagian lagi berkata: “Aku tidak akan makan daging”. Dan sebagian lain lagi berkata: “Aku tidak akan tidur di atas kasurku”. Mendengar ucapan-ucapan itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda: “Ada apa dengan mereka? Mereka berkata begini dan begitu, padahal aku sendiri shalat dan juga tidur, berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wanita. Maka siapa yang saja yang membenci sunnahku, berarti bukan dari golonganku”. (HR. Muslim).

Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dan Imam Ath-Thabarani berikut ini diperoleh penjelasan bahwa orang yang telah menikah itu berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka hendaknya bertaqwa kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh
 
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْدُ فَقَدِاسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي. (رواه البيهقى)
“Jika seseorang telah menikah, berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka hendaknya bertaqwa kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh”. (HR. Al Baihaqi).
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدَّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَا بَقِيَ
“Apabila seorang hamba telah menikah, sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka dari itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam separuh yang tersisa”. (HR. Ath-Thabarani)
 
Saudaraku,
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa dalam Agama Islam, menikah itu benar-benar merupakan suatu ibadah yang mendapat tempat yang sangat tinggi. Dan hal ini dimulai dari sebelum pernikahan terjadi, yaitu dimulai dari proses memilih calon pasangan (pada masa ta’aruf), khitbah, hingga berlanjut ke dalam proses pernikahan, yang semuanya itu dilakukan secara Islami yaitu tunduk pada aturan-aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.
 
Terkait hal ini, perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 2082) berikut ini:
 
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya, maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
 
Saudaraku,
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud di atas diperoleh penjelasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan orang yang hendak meminang seorang wanita untuk melihat sesuatu yang dapat membuatnya/yang bisa mendorongnya untuk menikahinya.
 
Hal ini mengindikasikan bahwa jika memang ada sesuatu yang bisa membuat seseorang tertarik dan kemudian jatuh cinta sehingga ada dorongan kuat untuk menikahinya, maka lihatlah. Hanya saja prosesnya harus syar'i yaitu tidak sampai berlebihan hingga melampaui batas-batas yang diperkenankan agama.
 
Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, maka hal ini juga mengindikasikan bahwa jika ada sesuatu dari pihak kita yang bisa membuat orang baik-baik (orang yang agama dan budi pekertinya baik) tertarik kemudian jatuh cinta sehingga ada dorongan kuat untuk menikah dengan kita, maka lakukanlah.
 
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. (رواه الترمذى)
Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila ada orang yang agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan”. (HR. At-Tirmidzi, no. 1084).
 
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَعُبَيْدُ اللهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. (رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb], [Muhammad bin Al Mutsanna] dan ['Ubaidullah bin Sa'id] mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari ['Ubaidillah] telah mengabarkan kepadaku [Sa'id bin Abu Sa'id] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung”. (HR. Muslim, no. 2661).
 
Kesimpulan
 
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, mengusahakan target gebetan agar jatuh cinta pada kita itu bukan hanya boleh, namun malah dianjurkan. Terlebih lagi jika sasaran kita adalah orang yang agama dan budi pekertinya baik. Karena hal ini merupakan langkah awal untuk terwujudnya suatu kebaikan yang lebih besar yaitu terwujudnya sebuah keluarga Islami yang nantinya dapat menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
 
وَمِنْ ءَايَـــٰــتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَاٰيَــــٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Sakinah
Yaitu perasaan nyaman, aman, damai, tentram atau tenang kepada yang dicintai.
 
... لِـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا ... ﴿٢١﴾
“..., supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Mawaddah
Mawaddah adalah perasaan kasih sayang, cinta yang membara, perasaan cinta yang menggebu (namun halal) pada pasangannya.
 
... وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Rahmah
Rahmah adalah kasih sayang dan kelembutan (perasaan saling simpati atau belas-kasihan)
 
... وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 
NB.
1)  Gebetan adalah seseorang yang sedang ditaksir atau disukai.
 

Minggu, 03 Desember 2023

TENTANG SEPUTAR PROSES MENUJU PERNIKAHAN

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang akhwat (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:Bagaimana caranya menjadi mak comblang1) buat anaknya sendiri bila anak perempuan serta bagaimana pula bila anak laki-laki?”. 
 
Saudaraku,
Dalam Islam, proses menuju pernikahan itu melewati tiga tahapan, yaitu ta’aruf, khitbah dan akad nikah.
 
Ta’aruf adalah proses mengenal, sedangkan khitbah adalah proses melamar
 
Saudaraku,
Lewat masa ta’aruf, seseorang (baik laki-laki maupun wanita) bisa menggali sebanyak mungkin informasi tentang dia/orang yang ingin dinikahi, baik hobi, sifat, kondisi kesehatan, impian dan sebagainya. 
 
Berbeda dengan khitbah yang merupakan pinangan, ta’aruf adalah rangkaian proses sebelum khitbah itu sendiri. Tentunya akan lebih baik jika kedua orang yang hendak bertunangan tersebut sudah saling mengenal terlebih dahulu dibandingkan tanpa saling kenal. Hanya saja prosesnya harus syar'i yaitu saling mengenal tanpa interaksi berlebihan. Perhatikan penjelasan berikut ini:
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa pada dasarnya melihat wanita asing bagi lelaki dan sebaliknya (yaitu melihat laki-laki asing bagi wanita) hukumnya adalah haram. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nuur ayat 30 – 31 berikut ini:
 
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَـــٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ﴿٣٠﴾ وَقُل لِّلْمُؤْمِنَـــٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـــٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ... ﴿٣١﴾
(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak (wajah dan telapak tangan) daripadanya. ...”. (QS. An Nuur. 30 – 31).
 
Namun untuk orang yang meminang, boleh baginya untuk memandang wanita yang dipinangnya (demikian pula sebaliknya, yaitu bagi wanita untuk memandang laki-laki yang akan meminangnya). Bahkan hal itu malah dianjurkan, dengan syarat karena memang benar-benar berniat untuk mengkhitbah.
 
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا قَالَ لَا قَالَ فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا. (رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Yazid bin Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata; Saya pernah berada di samping Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau seraya mengabarkan bahwa dirinya akan menikahi seorang wanita dari Anshar. Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Apakah kamu telah melihatnya?”. Dia menjawab: “Tidak”. Beliau melanjutkan: “Pergi dan lihatlah kepadanya, sesungguhnya di mata orang-orang Anshar ada sesuatu”. (HR. Muslim).
 
Saudaraku,
Terkait hal ini, yang harus diperhatikan adalah bahwa orang yang meminang hanya boleh memandang wanita yang akan dipinangnya pada telapak tangan dan wajah saja, karena dari wajahnya sudah cukup untuk bukti kecantikannya dan dari kedua tangannya juga sudah cukup untuk bukti keindahan/kehalusan kulitnya. 
 
Sedangkan yang lebih jauh dari hal itu (misalnya tentang keindahan rambutnya, bau mulutnya, dll), maka hendaknya orang yang meminang mengutus ibunya atau saudara perempuannya untuk menyingkapnya (tidak boleh dilakukan sendiri).
 
Saudaraku,
Dengan melihat wanita yang akan dipinang terlebih dahulu sebelum seseorang meminang (bisa melihat tanpa sepengetahuan wanita yang akan dipinang), maka jika dia merasa tidak suka padanya, dia bisa berpaling dari wanita tersebut tanpa menyakitinya (artinya dia bisa berpaling dari wanita tersebut sebelum proses peminangan dilakukan sehingga tidak sampai menyakitinya). 
 
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya, maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
 
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ أَوْ أَبِي حُمَيْدَةَ قَالَ وَقَدْ رَأَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Kamil] telah menceritakan kepada kami [Zuhair] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Isa] telah menceritakan kepadaku [Musa bin Abdullah bin Yazid] dari [Abu Humaid atau Humaidah], dia berkata; dia telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: “Jika seorang kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya melihat wanita tersebut apabila dia melihatnya hanya dalam rangka untuk melamarnya meskipun wanita tersebut tidak mengetahuinya”. (HR. Ahmad, no. 22497).
 
Saudaraku,
Akan jauh lebih baik lagi jika sebelum meminang, pihak lelaki juga mencari informasi tentang biografi, karakter, sifat atau hal lain dari wanita yang ingin dipinangnya (tidak hanya sekedar melihatnya) melalui orang yang mengenal dengan baik tentang wanita tersebut sehingga jika dia merasa tidak suka padanya, maka dia bisa berpaling dari wanita tersebut tanpa menyakitinya (artinya dia bisa berpaling dari wanita tersebut sebelum proses peminangan dilakukan sehingga tidak sampai menyakitinya). 
 
Hal yang sama juga bisa dilakukan oleh pihak wanita untuk mengenal lelaki yang berkeinginan untuk meminangnya sehingga bisa memudahkannya untuk mengambil keputusan (apakah menerima atau menolak pinangannya).
 
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَ أُمَّ سُلَيْمٍ تَنْظُرُ إِلَى جَارِيَةٍ فَقَالَ شُمِّي عَوَارِضَهَا وَانْظُرِي إِلَى عُرْقُوبِهَا. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami 'Umaroh dari Tsabit dari Anas, Pernah Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Ummu Sulaim Radliyallahu'anha untuk melihat wanita sahaya dan bersabda: “Ciumlah bau mulutnya dan amatilah tulang lunak diatas tumitnya (betisnya)”. (HR. Ahmad).
 
Saudaraku,
Saat proses ta’aruf sedang berjalan, masing-masing pihak perlu mengkomunikasikan perihal sosok calon kepada orangtua sebab masing-masing pihak (terlebih lagi pihak wanita) wajib mengantongi restu mereka sebelum melangkah ke tahap khitbah. Shalat istikharah, do’a dan restu orangtua akan sangat menentukan untuk menuju langkah terbaik.
 
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا .. .(رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami ['Abdurrahman bin Abu Al Mawaliy] dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhuma] berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajari kami shalat istikharah dalam setiap urusan yang kami hadapi ...“. (HR. Bukhari, no. 1096).2)
 
   Langkah awal sebelum melamar
 
   Pria langsung datang untuk melamar wanita yang ingin dinikahi (bagi wanita, dia juga bisa langsung datang kepada laki-laki untuk minta dinikahi)
 
Saudaraku,
Secara umum, memang banyak dalil yang menjelaskan bahwa prosesi melamar atau khitbah biasanya dilakukan oleh pria. Jadi si pria datang ke pihak wanita untuk meminang. Meminta izin resmi kepada walinya agar ia diperbolehkan menikah dengan wanita tersebut.
 
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَــــٰـكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَن تَقُولُواْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا وَلَا تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَـــٰبُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ ﴿٢٣٥﴾
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma`ruf. Dan janganlah kamu ber`azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis `iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al Baqarah. 235).
 
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya, maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
 
Meskipun demikian, dalam Islam juga diperbolehkan seorang wanita langsung datang kepada laki-laki untuk minta dinikahi. Dalam urusan melamar, Islam tidak melarang apabila seorang wanita untuk minta/ingin dinikahi laki-laki. Islam tidak mensyariatkan bahwa yang boleh mengajukan lamaran hanya laki-laki.
 
Saudaraku,
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini (hadits no. 4726) dikisahkan bahwa pada suatu ketika, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, datanglah seorang perempuan kepada Nabi: “Wahai Nabi, apakah engkau punya maksud untuk menikahi saya?”.
 
Dalam periwayatan hadits tersebut, disebutkan bahwa Anas bin Malik menceritakan keberanian perempuan itu kepada putrinya. Mengetahui bahwa pernah ada seorang perempuan yang ‘macam-macam’ seperti itu pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, putri Anas bin Malik itu mencibir: “Duh, tidak punya malu. Buruk sekali perangai seperti itu”.
 
Terkait hal itu, sahabat Anas menimpali komentar anaknya: “Wahai anakku, perempuan itu lebih baik daripada kamu. Ia menyukai Rasulullah, kemudian dengan jujur meminta kesediaan beliau agar menikahinya”.
 
Berikut ini hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tersebut (hadits no. 4726):
 
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا مَرْحُومُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ سَمِعْتُ ثَابِتًا الْبُنَانِيَّ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ أَنَسٍ وَعِنْدَهُ ابْنَةٌ لَهُ قَالَ أَنَسٌ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْرِضُ عَلَيْهِ نَفْسَهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَكَ بِي حَاجَةٌ فَقَالَتْ بِنْتُ أَنَسٍ مَا أَقَلَّ حَيَاءَهَا وَا سَوْأَتَاهْ وَا سَوْأَتَاهْ قَالَ هِيَ خَيْرٌ مِنْكِ رَغِبَتْ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَرَضَتْ عَلَيْهِ نَفْسَهَا. (رواه البخارى)
47.52/4726. Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Marhum bin Abdul Aziz bin Mihran ia berkata; Aku mendengar Tsabit Al Bunani berkata; Aku pernah berada di tempat Anas, sedang ia memiliki anak wanita. Anas berkata, Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu menghibahkan dirinya kepada beliau. Wanita itu berkata: “Wahai Rasulullah, adakah Anda berhasrat padaku?”. Lalu anak wanita Anas pun berkomentar: “Alangkah sedikitnya rasa malunya”. Anas berkata: “Wanita lebih baik daripada kamu, sebab ia suka pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hingga ia menghibahkan dirinya pada beliau”. (HR. Bukhari).
 
   Melalui perantara yang amanah
 
Saudaraku,
Jika seseorang (baik pihak laki-laki maupun wanita) malu atau tidak percaya diri untuk menyampaikannya secara langsung, ia bisa memilih orang lain yang bisa dipercaya sebagai perantara untuk menyampaikannya seperti orang tua, saudara, bisa juga sahabat/teman dekat. 
 
Saudaraku,
Ketika Siti Khadijah telah menemukan sosok pria yang didambakannya, Khadijahpun mencurahkan perasaannya tersebut kepada sahabatnya yang bernama Siti Nafisah dan Siti Nafisahpun segera pergi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membeberkan niatan Khadijah dan menganjurkan Rasulullah untuk menikahinya. 
 
Gayungpun bersambut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima lamaran Siti Khadijah. Melalui pamannya Abu Thalib, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melangsungkan lamaran resmi untuk pernikahan.
 
Saudaraku,
Demikianlah contoh yang telah diberikan oleh Siti Khadijah radhiyallahu ‘anha, sebaik-baik wanita umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ جَعْفَرٍ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ. (رواه أحمد)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Bisyr] telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin 'Urwah] dari [bapaknya] bahwa [Abdullah bin Ja'far] menceritakannya, bahwa dia mendengar [Ali Radhiallah 'anhu] berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik wanita pada umat saat itu adalah Maryam binti 'Imran dan sebaik-baik wanita umat ini adalah Khadijah." (HR. Ahmad, no. 1149).

   Mencarikan jodoh untuk orang lain

Salah satu diantara motivasi besar untuk menikah, Allah telah memerintahkan orang yang sudah menikah untuk turut mensukseskan terwujudnya pernikahan orang lain. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nuur ayat 32 berikut ini:

وَأَنكِحُوا الْأَيَــــٰـمَىٰ مِنكُمْ ... ﴿٣٢﴾
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, …” (QS. An Nuur. 32).
 
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian) lafal Ayaama adalah bentuk jamak dari lafal Ayyimun artinya wanita yang tidak mempunyai suami, baik perawan atau janda, dan laki-laki yang tidak mempunyai istri; hal ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan yang merdeka ...”. (QS. An Nuur. 32).
 
Terkait hal ini, berikut ini kusampaikan tentang kisah sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang mencarikan jodoh untuk putrinya.
 
Umar bin Khattab adalah sahabat Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. Beliau memiliki seorang putri bernama Hafshah. Putrinya telah menikah. Namun pada suatu hari suaminya meninggal dunia.
 
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang melihat kondisi tersebut lantas berniat mencarikan jodoh untuk putrinya agar tidak menjanda terlalu lama. Selepas masa iddah, kemudian Umar bin Khattab r.a. menemui sahabat-sahabatnya untuk menawarkan Hafshah agar dinikahi.
 
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ حُذَافَةَ السَّهْمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا تُوُفِّيَ بِالْمَدِينَةِ قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ حَفْصَةَ فَقُلْتُ إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ قَالَ سَأَنْظُرُ فِي أَمْرِي فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ فَقَالَ قَدْ بَدَا لِي أَنْ لَا أَتَزَوَّجَ يَوْمِي هَذَا قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ أَبَا بَكْرٍ فَقُلْتُ إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ فَصَمَتَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا فَكُنْتُ عَلَيْهِ أَوْجَدَ مِنِّي عَلَى عُثْمَانَ فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ خَطَبَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَعَلَّكَ وَجَدْتَ عَلَيَّ حِينَ عَرَضْتَ عَلَيَّ حَفْصَةَ فَلَمْ أَرْجِعْ إِلَيْكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا عَرَضْتَ إِلَّا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا فَلَمْ أَكُنْ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ تَرَكَهَا لَقَبِلْتُهَا. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu'aib] dari [Az Zuhri] dia berkata, telah mengabarkan kepadaku [Salim bin Abdullah] bahwa dia mendengar [Abdullah bin Umar] radliallahu 'anhuma bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi – ia termasuk di antara sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ikut serta dalam perang Badr dan meninggal di Madinah –, Umar berkata: “Maka aku datangi Usman bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya. Aku berkata: “Jika engkau mau, maka aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar”. Utsman hanya memberi jawaban: “Aku akan melihat perkaraku dulu, aku lalu menunggu beberapa malam”. Kemudian ia menemuiku dan berkata: “Nampaknya aku tidak akan menikah pada saat ini”. Umar berkata: “Kemudian aku menemui Abu Bakr, kukatakan padanya. Jika engkau menghendaki, maka aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar”. Abu Bakar hanya terdiam dan tidak memberi jawaban sedikitpun kepadaku. Dan kemarahanku kepadanya jauh lebih memuncak daripada kepada Utsman. Lalu aku menunggu beberapa malam, ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminangnya. Maka aku menikahkannya dengan beliau. Kemudian Abu Bakr menemuiku dan berkata: “Sepertinya engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah kepadaku dan aku tidak memberi jawaban sedikitpun”. Aku menjawab: “Ya”. Abu Bakr berkata: “Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberi jawaban kepadamu mengenai apa yang engkau tawarkan kepadaku, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering menyebut-nyebutnya dan tidak mungkin aku akan menyebarkan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kalaulah beliau meninggalkannya, tentu aku akan menerima tawaranmu”. (HR. Bukhari, no. 3704).
 
   Mempermudah jalan untuk menikah
 
Saudaraku,
Apabila datang orang yang agama dan budi pekertinya baik untuk meminang anak-anak perempuan dan kerabat kalian, maka nikahkanlah dia. Dan jangan bermahal-mahal dalam mahar agar mudah dipenuhi sehingga bisa memudahkan para pemuda untuk menikah.
 
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. (رواه الترمذى)
1084. Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila ada orang yang agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan”. (HR. At-Tirmidzi).
 
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ سَخْبَرَةَ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ مَئُونَةً. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Yazid] telah mengabarkan kepada kami [Hammad bin Salamah] dari [Ibnu Sakhirah] dari [Al Qasim bin Muhammad] dari [Aisyah] dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: “Wanita yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya”. (HR. Ahmad no. 23966).
 
   Penutup
 
Saudaraku,
Demikianlah proses menuju pernikahan dalam Islam. Jika mereka bisa berjalan sendiri (sang pria punya keberanian untuk langsung datang melamar wanita yang ingin dinikahi, demikian pula si wanita juga langsung datang kepada laki-laki untuk minta dinikahi), maka cukup dido’akan dari jauh, semoga ridho Allah menyertai niatan baik mereka.
 
Sedangkan jika mereka (baik pihak laki-laki maupun pihak wanita) malu atau tidak percaya diri untuk menyampaikannya secara langsung, maka disini peranan orang lain (terutama keluarga dekat yaitu orang tua serta saudara-saudaranya) sangat penting untuk mengatasi kebuntuan tersebut, yaitu dengan menjadi perantara dalam menyampaikannya kepada calon isteri/suami.
 
Namun jika sekedar mengutarakan kepada keluarga dekat (orang tua serta saudara-saudaranya) tentang gerak hatinya untuk menikah saja tak mampu terucap, maka keluarga dekatnya (yaitu orang tua serta saudara-saudaranya) harus aktif memotivasi agar keinginan untuk menikah tetap tidak pernah padam. 
 
Jika mereka telah merasa nikmat (terhibur) dalam kesendiriannya, sebaiknya beri penjelasan, bahwa hal ini adalah salah besar. Masih ada kenikmatan (hiburan/ perhiasan) lain yang jauh lebih dahsyat. Terutama jika kita merujuk pada hadits berikut ini:
 
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ. (رواه مسلم)
18.54/2668. Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid telah menceritakan kepada kami Haiwah telah mengabarkan kepadaku Syurahbil bin Syarik bahwa dia pernah mendengar Abu Abdurrahman Al Hubuli telah bercerita dari Abdullah bin 'Amru bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”. (HR. Muslim). 
 
Lebih dari itu, sampaikan pula bahwa pernikahan itu dapat menundukkan penglihatan dan menjaga kemaluan dari yang haram sehingga hati bisa menjadi lebih tenang. Bahkan tidak hanya itu, orang yang telah menikah itu berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. 
 
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 
 
يَامَعْشَرَالشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْخِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. (رواه البخارى و مسلم)
“Hai para pemuda, siapa yang sanggup menunaikan kewajiban perkawinan, maka hendaklah kawin. Karena kawin itu dapat menundukkan penglihatan dan menjaga kemaluan dari yang haram. Dan siapa yang belum dapat, maka hendaklah berpuasa (menjaga diri dari zina) karena puasa itu sebagai pencegahnya”. (HR. Bukhari, Muslim).
 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 
 
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْدُ فَقَدِاسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي. (رواه البيهقى)
“Jika seseorang telah kawin, berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka hendaknya bertaqwa kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh”. (HR. Al Baihaqi).
 
Saudaraku,
Jika mereka sudah termotivasi namun belum juga berani melangkah, maka bantulah mereka untuk melangkah menuju pernikahan, dengan tahapan seperti penjelasan di atas.
 
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat”. (HR. Ibnu Majah, no. 2408).
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat. 
 
NB.
1)  Mak comblang adalah perantara pencari jodoh; perantara yang menghubungkan atau mempertemukan calon suami~istri.
 
2)  Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari selengkapnya (hadits no. 1096) adalah sebagai berikut:
 
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ.(رواه البخارى)
11.270/1096. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Abu Al Mawaliy dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhua berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajari kami shalat istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana Beliau mengajarkan kami Al Qur'an, yang Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku'lah (shalat) dua raka'at yang bukan shalat wajib kemudian berdo'alah: Allahumma inniy astakhiiruka bi 'ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal 'azhim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta'lamu wa laa 'Abdullah'lamu wa anta 'allaamul ghuyuub. Allahumma in kunta ta'lamu anna haadzal amru khairul liy fiy diiniy wa aku ma'aasyiy wa 'aafiyati amriy atau; 'Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy wa yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta ta'lamu anna haadzal amru syarrul liy fiy diiniy wa ma'aasyiy wa 'aafiyati amriy aw qaola; fiy 'aajili amriy wa aajilihi fashrifhu 'anniy washrifniy 'anhu waqdurliyl khaira haitsu kaana tsummar dhiniy. Beliau bersabda: Dan sebutlah keperluannya (Ya Allah aku memohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaanMu dan memohon kepadaMu dengan karuniaMu yang Agung, karena Engkau Maha berkuasa sedang aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui karena Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya, ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di maa nanti maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah buatku urusn yang baik saja dimanapun adanya kemudian paskanlah hatiku dengan ketepanMu itu. Beliau bersabda: Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu. (HR. Bukhari).
 

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞