بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Senin, 05 November 2018

ISTRI MENINGGALKAN RUMAH KARENA MERASA TERANIAYA



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (teman sekolah di SMAN 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Pak Imron, bagaimana ya hukumnya dalam Islam bila istri yang merasa teraniaya terus minggat/keluar dari rumah?”.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya tujuan utama dalam pernikahan adalah terbentuknya keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar-Ruum ayat 21 berikut ini:

وَمِنْ ءَايَـــــٰــتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَــــٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum. 21)

Kata Sakinah terambil dari Bahasa Arab yang teridiri dari huruf-huruf sin, kaf, dan nun yang mengandung makna ketenangan atau kebalikan dari kegoncangan dan pergolakan.

Mawaddah adalah perasaan cinta yang membara. Seorang suami atau istri yang hatinya dipenuhi oleh mawaddah, maka dia tidak akan rela pasangan hidupnya disentuh oleh sesuatu yang buruk. Dia bahkan bersedia menampung keburukan itu atau mengorbankan diri demi pasangan hidupnya.

Rahmah dalam Bahasa Indonesia berarti rasa sayang. Rasa sayang kepada pasangan hidupnya merupakan bentuk kesetiaan dan kebahagiaan yang dihasilkannya.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Islam telah berpesan agar kasih sayang dan rasa cinta selalu menghiasi kehidupan rumah tangga, kebaikan dan kebersamaan mengiringi suami istri. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 19 berikut ini:

... وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا ﴿١٩﴾
“... Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An Nisaa’. 19).

Saudaraku,
Sudah menjadi sesuatu yang wajar jika dalam membina rumah tangga, kita berharap agar semuanya berjalan baik-baik saja sebagaimana uraian di atas. Namun jika dalam perjalanan waktu kemudian ada kekhilafan dari suami tercinta, maka sebaiknya sang istri mengingatkan suami akan kekhilafannya sambil berdo’a kepada-Nya agar dia segera mendapat petunjuk dan bimbingan dari-Nya sehingga bisa segera belajar dari kesalahannya untuk kemudian segera bisa berubah ke arah yang lebih baik sehingga pernikahan ini dapat dipertahankan untuk selamanya.

Dan jika pada akhirnya sang suami menyadari kesalahannya kemudian mulai belajar untuk berubah ke arah yang lebih baik, sebaiknya istri juga bisa memaafkan kesalahannya/jangan mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Semoga kelapangan dada sang istri dalam menghadapi keadaan yang demikian sulit ini, dapat dilihat oleh Allah sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan kita kepada-Nya. Amin, ya rabbal ‘alamin!

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّـــٰـلِحَـــٰتُ قَـــٰـنِتَـــٰتٌ حَـــٰــفِظَـــٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ وَالَّــــٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ﴿٣٤﴾
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya*, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah** mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An Nisaa’. 34).

Namun jika ternyata sang suami tetap seperti sekarang (bahkan kondisinya semakin memburuk) sehingga istri merasa teraniaya, maka sebaiknya istri tidak lantas minggat/keluar dari rumah sebagaimana ditempuh orang-orang yang dilanda kebuntuan pikiran dan hati, tergesa-gesa, tanpa mempertimbangkan dampak buruknya di keesokan hari.

Ingat! Bahwa sesungguhnya tergesa-gesa itu adalah perbuatan syaitan, sedangkan syaitan itu benar-benar musuh yang nyata bagi kita. Oleh karena itu, janganlah kita mengikuti langkah-langkah mereka.

وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اَللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللهِ صلى الله عليه وسلم  اَلْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ . أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَسَنٌ
Dari Sahal Ibnu Sa'ad Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Tergesa-gesa adalah termasuk perbuatan setan”. Riwayat Tirmidzi. Dia berkata bahwa hadits tersebut hasan.

... وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“... dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah. 208).

Terus bagaimana solusinya jika terjadi pertikaian dalam rumah tangga sehingga istri merasa teraniaya?

Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 35 berikut ini:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُواْ حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلَـــٰحًا يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا ﴿٣٥﴾
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An Nisaa’. 35).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan jika kamu khawatir timbulnya persengketaan di antara keduanya) maksudnya di antara suami dengan istri terjadi pertengkaran (maka utuslah) kepada mereka atas kerelaan kedua belah pihak (seorang penengah) yakni seorang laki-laki yang adil (dari keluarga laki-laki) atau kaum kerabatnya (dan seorang penengah dari keluarga wanita) yang masing-masingnya mewakili pihak suami tentang putusannya untuk menjatuhkan talak atau menerima khuluk/tebusan dari pihak istri dalam putusannya untuk menyetujui khuluk. Kedua mereka akan berusaha sungguh-sungguh dan menyuruh pihak yang aniaya supaya sadar dan kembali, atau kalau dianggap perlu buat memisahkan antara suami istri itu. Firman-Nya: (jika mereka berdua bermaksud) maksudnya kedua penengah itu (mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada mereka) artinya suami istri sehingga ditakdirkan-Nyalah mana-mana yang sesuai untuk keduanya, apakah perbaikan ataukah perceraian. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (lagi Maha Mengenali) yang batin seperti halnya yang lahir”.

Pertanyaannya adalah: apakah suami-istri itu masing-masing telah menjalankan kewajibannya? Apakah sudah menempuh jalan penyelesaian, yaitu mendatangkan dua penengah dari pihak keluarga masing-masing untuk ikut membahas dan memberikan solusi yang tepat bagi masing-masing suami istri itu sebagaimana penjelasan surat An Nisaa’ ayat 35 di atas? Atau lantaran tidak ingin berbelit-belit, maka aturan-aturan Allah di atas dikesampingkan begitu saja?

Saudaraku,
Bila masih dimungkinkan untuk menyatukan, maka seorang wanita tidak boleh menempuh jalur memutuskan tali pernikahan dengan meminta (menggugat) cerai dari suaminya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَاَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta perceraian dari suaminya tanpa alasan yang jelas, maka haram baginya aroma surga”. (Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim, al-Baihaqi, dari sahabat Tsaubân).

Saudaraku,
Dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 128, diperoleh penjelasan sebagai berikut:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِن تُحْسِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿١٢٨﴾
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An Nisaa’. 128).

Namun apabila perbedaan sudah sedemikian meruncing/sulit untuk dijembatani lagi sehingga menyebabkan suasana kehidupan rumah tangga kian hari justru tidak semakin baik, maka Islam memberi keluasan.

Islam telah memberikan solusi dan jalan bagi mereka yang tidak mampu lagi menemukan kebahagiaan dalam berumah tangga dengan cara yang halal (meskipun hal tersebut dibenci), yaitu cerai. Perhatikan penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 130 berikut ini:

وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللهُ وَاسِعًا حَكِيمًا ﴿١٣٠﴾
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa’. 130).

Saudaraku,
Sebagaimana uraian di atas, bahwa jika seorang istri mengajukan gugat cerai tanpa alasan yang jelas, maka hal ini termasuk dosa besar. Peringatan ini mendapat ancaman keras sebagaimana penjelasan hadits di atas.

Sebuah gugatan cerai dapat disahkan oleh agama (artinya dibenarkan/dibolehkan sehingga bukan merupakan perbuatan dosa) bila ada alasan syar’i. Misalnya karena kurangnya agama (seperti tidak mau melaksanakan shalat, tidak mau melaksanakan puasa, dll), akhlak buruk pada diri suami yang suka bertindak sewenang-wenang hingga menyebabkan istri sangat tertekan dan tidak mampu lagi memenuhi hak suami dengan baik, dst.

Meski demikian, keputusan atas gugatan istri ini tetap berada di tangan suami, kecuali bila perkaranya sudah masuk kepada hakim, maka hakim dapat memaksa sang suami tersebut untuk menceraikan istrinya. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:

حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ جَمِيلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Jamil Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi Telah menceritakan kepada kami Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya; Isteri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu? Ia menjawab, Ya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu. (HR. Bukhari). (Wallahu a'lam).

Semoga Allah menganugerahi keutuhan rumah tangga bagi kita semua kaum muslimin. Amin, ya rabbal ‘alamin.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Nusyuz (meninggalkan kewajiban bersuami isteri): merupakan kesombongan istri, seperti menolak suaminya dari jima’ atau menyentuh badannya atau menolak pindah bersama suaminya atau menutupi pintu terhadap suaminya yang mau masuk atau minta cerai atau keluar dari rumah tanpa ijin dari suaminya (tentunya semuanya itu jika tanpa disertai dengan alasan yang dibenarkan agama).

**) Memukul di sini adalah memukul dengan pukulan yang tidak sampai melukai fisik sang istri, ditujukan agar sang istri segera menghentikan perbuatannya tersebut.

Sabtu, 03 November 2018

PENUHILAH AKAD-AKAD ITU



Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Berikut ini kutipan perbincangan antara Pak Fulan* dengan teman-temannya:

   Mau kemana, Pak Fulan?
   Mau ke THR Mall** beli laptop.
   Kalau begitu, ini aku sekalian titip uang Rp 5 juta untuk dibelikan laptop juga. (Hal yang sama juga diikuti oleh 3 orang teman Pak Fulan lainnya, total ada 4 orang).
   Okay!

Saudaraku,
Dalam kasus di atas, Pak Fulan hanya boleh menggunakan uang sebanyak Rp 20 juta tersebut untuk pembelian laptop serta keperluan lain terkait pembelian laptop, seperti: biaya transportasi/biaya pengiriman, biaya kuli angkut, dll. Kalau mau menggunakan untuk keperluan lainnya yang tidak terkait pembelian laptop, maka harus seijin ke-4 orang tersebut. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Maa-idah ayat pertama berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ ... ﴿١﴾
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...” (QS. Al Maa-idah. 1).

Saudaraku,
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut, jelas sekali bahwa dalam kasus di atas, Pak Fulan hanya boleh menggunakan uang sebanyak Rp 20 juta tersebut untuk pembelian laptop serta keperluan lain terkait pembelian laptop, seperti: biaya transportasi/biaya pengiriman, biaya kuli angkut, dll. Sehingga haram hukumnya bagi Pak Fulan jika menggunakan dana tersebut untuk keperluan lainnya yang tidak terkait pembelian laptop. Kecuali jika Pak Fulan telah mendapat ijin dari ke-4 orang temannya tersebut.

Ini artinya jika pemilik dana tersebut tidak memberi ijin, maka haram hukumnya  bagi Pak Fulan menggunakan dana tersebut untuk keperluan yang lainnya. Jika Pak Fulan tetap nekad menggunakannya untuk keperluan lainnya tanpa persetujuan ke-4 orang temannya, maka jelas Pak Fulan telah berlaku dzolim kepada ke-4 orang temannya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ كَانَ عِنْدَهُ لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُوْنَ دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْ حَسَنَاتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. (رواه البخارى)
“Siapa yang memiliki kezaliman terhadap saudaranya, hendaklah ia meminta kehalalan saudaranya tersebut pada hari ini, sebelum datang suatu hari saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. al-Bukhari).

Sekali lagi, jika Pak Fulan tetap nekad menggunakan dana tersebut untuk keperluan lainnya tanpa persetujuan ke-4 orang temannya, maka jelas Pak Fulan telah berlaku dzolim kepada ke-4 orang temannya. Dan jika hal ini telah dilakukan oleh Pak Fulan, maka Pak Fulan harus segera menemui ke-4 temannya untuk meminta kehalalan atas perbuatannya tersebut.

Jika ternyata ke-4 temannya tidak mau menghalalkan (artinya tidak mau memaafkan atas akad yang telah dicederai oleh Pak Fulan tersebut), maka Pak Fulan harus mengembalikan dana tersebut sesuai dengan peruntukan semula tanpa menunggu datangnya suatu hari dimana tidak berlaku lagi dinar dan tidak pula dirham (tanpa menunggu datangnya hari akhir).

Jika sampai datangnya hari akhir Pak Fulan tetap juga belum mengembalikan dana tersebut sesuai dengan peruntukan semula, maka jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada ke-4 orang yang dizaliminya.

Sedangkan apabila ia tidak memiliki kebaikan, maka akan diambil kejelekan ke-4 saudaranya yang dizaliminya itu, lalu dibebankan kepadanya. Dan jika hal ini yang terjadi (yaitu apabila pahala kebaikannya tidak mencukupi untuk menebus dosa-dosa kejahatan yang telah dilakukannya), maka diambillah dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya itu dan dibebankan kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka. Maka jadilah dia orang yang bangkrut dengan sebenar-benarnya. (Na’udzubillahi mindzalika). Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: اَلْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. (رواه مسلم)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Para sahabat menjawab, ‘Setahu kami orang yang bangkrut itu adalah orang yang tak punya harta benda.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa catatan dosa; mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, membunuh si ini, dan memukul si ini. Akhirnya, pahala kebaikan yang dimilikinya diberikan kepada masing-masing orang yang dijahatinya itu (sebagai balasannya). Manakala pahala kebaikannya itu tidak mencukupi untuk menebus dosa kejahatan yang dilakukannya, diambillah dosa-dosa orang yang dijahatinya itu dan ditimpakan kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka.” (HR. Muslim).

Saudaraku,
Dari uraian di atas, nampaklah betapa besar tanggung jawab Pak Fulan terkait akad-akad yang telah diamanahkan kepadanya. Dan hal seperti ini tidak hanya berlaku untuk Pak Fulan saja, namun berlaku umum. Artinya berlaku bagi siapa saja yang berhadapan dengan kasus serupa.

Misalnya: sebuah biro penyelenggara ibadah umrah telah menerima setoran dari sejumlah orang yang tentu saja mereka orang-orang yang menyetorkan uangnya tersebut dengan satu niat saja, yaitu untuk keperluan ibadah umrah. Maka dalam hal ini, pihak biro penyelenggara ibadah umrah tersebut juga hanya boleh menggunakan uangnya para calon jama’ah umrah tersebut untuk keperluan ibadah umrah saja. Kalau mau menggunakan untuk keperluan lainnya yang tidak terkait dengan keperluan ibadah umrah, jelas harus seijin para pemilik dana tersebut.

Menggunakan dana tanpa izin, kemudian menjanjikan hal yang manis-manis selangit kepada para calon jama’ah (harga murah, fasilitas mewah, pelayanan wah, dst.), sementara itu dananya kemudian dibisniskan tanpa seijin para pemilik dana, jelas dalam hal ini pihak biro penyelenggara ibadah umrah tersebut juga akan berhadapan dengan tanggung jawab yang sangat besar sebagaimana yang dialami oleh Pak Fulan pada kisah di atas. (Na’udzubillahi mindzalika!).

Apalagi jika dana yang terlibat adalah jauh lebih besar serta melibatkan banyak orang sebagai pemilik dana tersebut, tentunya tanggung-jawabnya juga menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan tanggung jawab Pak Fulan pada kasus di atas. Dan hal ini sama sekali tidak terkait apakah bisnis tersebut pada akhirnya sukses (bisa mendatangkan sejumlah keuntungan) atau gagal. Karena dalam hal ini yang jelas-jelas dilanggar adalah firman Allah pada ayat pertama dari surat Al Maa-idah, yaitu tentang pemenuhan akad.

Saudaraku,
Tentunya hal yang sama juga berlaku pada biro penyelenggara ibadah haji, baik yang swasta (biasanya ibadah haji khusus/ibadah haji plus diselenggarakan oleh pihak swasta) maupun biro penyelenggara ibadah haji plat merah yang telah menerima uang setoran dari para calon jama’ah haji yang pada saat menyetorkan uangnya hanya dengan satu niat saja, yaitu untuk keperluan ibadah haji. (Wallahu ta’ala a’lam).

قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿١٥﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". (QS. Al An’aam. 15).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Pak Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas.

**) THR Mall adalah salah satu mall milik Pemkot Surabaya, merupakan salah satu pusat penjualan laptop/komputer di Surabaya.

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞