بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 05 Mei 2015

TENTANG SEPUTAR MASALAH RISYWAH (SUAP)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang teman telah bertanya: “Mas Imron, minta solusinya. Saya ditugaskan di Custom Clereance tetapi saya agak bertentangan dengan hati nurani, tetapi sebagai manusia saya juga butuh tambahan pendapatan. Masalahnya kalau saya di Custom akan terus berhubungan dengan uang yang kurang jelas, seperti ini: setiap melakukan pemeriksaan barang importir dengan orang bea cukai pemeriksa biasanya kita kasih uang, bahkan kadang-kadang ada yang pasang tarip tetapi setelah mereka saya kasih mereka juga kasih kepada saya sebagian kecil. Bahkan kalau ada temuan mereka tidak segan meminta nominal yang besar, setelah deal biasa(nya) mereka persen kita juga. Gimana, ya Mas?”.

Terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan untuk mencarikan solusi atas kasus tersebut. Sebelum membahas kasus tersebut, marilah kita perhatikan uraian tentang seputar masalah risywah (suap) berikut ini:

Saudaraku,
Secara umum, yang dimaksud dengan risywah (suap) adalah pemberian yang bertujuan untuk membatalkan yang benar/untuk memenangkan yang salah atau pemberian yang bertujuan untuk mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan.

Perbuatan risywah termasuk perbuatan dosa yang dilarang/diharamkan oleh Agama Islam karena termasuk memakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah melaknat orang yang menyuap maupun orang yang menerima suap.

Perhatikan  firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 188 berikut ini:

وَلَا تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 188).

Sedangkan dalam sebuah hadits, diperoleh penjelasan sebagai berikut:
Dari Abdullah bin Amr, beliau berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ. (رواه الترمذى)
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyogok dan menerima sogok”. (HR. At-Tirmidzi).

Terkait dengan masalah yang saudaraku hadapi di atas, maka di sini bisa kita bagi menjadi 2 bagian: (1) “setiap melakukan pemeriksaan barang importir dengan orang bea cukai pemeriksa biasanya kita kasih uang, bahkan kadang-kadang ada yang pasang tarip tetapi setelah mereka saya kasih mereka juga kasih kepada saya sebagian kecil” dan (2) “bahkan kalau ada temuan mereka tidak segan meminta nominal yang besar, setelah deal biasa(nya) mereka persen kita juga”.

1.  Setiap melakukan pemeriksaan barang importir dengan orang bea cukai pemeriksa biasanya kita kasih uang, bahkan kadang-kadang ada yang pasang tarip tetapi setelah mereka saya kasih mereka juga kasih kepada saya sebagian kecil.

Saudaraku,
Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena termasuk memakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja yang dimaksudkan dengan risywah di sini adalah pemberian yang bertujuan untuk membatalkan yang benar/untuk memenangkan yang salah atau pemberian yang bertujuan untuk mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan (sebagaimana penjelasan di atas).

Sedangkan kasus yang saudaraku hadapi, tidaklah demikian kondisinya. Apabila benar bahwa barang impor tersebut memang sudah menjadi hak perusahaan tempat saudaraku bekerja, namun orang (oknum) bea cukai telah mempersulit saudaraku untuk mendapatkan sesuatu yang memang sudah menjadi hak perusahaan, maka saudaraku boleh memberikan sejumlah uang kepada orang bea cukai tersebut. Dalam hal ini, saudaraku berada pada pihak yang terdzolimi karena saudaraku terpaksa memberikan sejumlah uang kepada mereka agar tidak dipersulit untuk mendapatkan barang impor yang memang sudah menjadi hak perusahaan sehingga tiada dosa bagi saudaraku dan dosanya tetap ditanggung oleh orang bea cukai yang menerima uang tersebut.

Adapun tentang uang yang saudaraku terima dari mereka setelah mereka menerima pemberian dari saudaraku, maka semuanya akan kembali dari mana sumber dana yang saudaraku gunakan untuk memberi orang bea cukai tersebut. Jika bersumber dari dana pribadi, maka uang yang saudaraku terima dari mereka adalah milik saudaraku/saudaraku boleh menerimanya. Namun jika bersumber dari dana perusahaan, maka uang yang saudaraku terima dari mereka adalah tetap milik perusahaan sehingga saudaraku harus menyerahkan kembali kepada perusahaan.

2.  Bahkan kalau ada temuan mereka tidak segan meminta nominal yang besar, setelah deal biasa(nya) mereka persen kita juga.

Dalam kasus ini, maka jelas termasuk kategori risywah (suap) karena saudaraku telah memberi sejumlah uang agar barang impor yang masih bermasalah tersebut bisa segera didapatkan tanpa menyelesaikan terlebih dahulu temuan yang ada melalui jalur yang benar. Dalam hal ini, maka baik saudaraku (sebagai pemberi suap) maupun orang bea cukai (sebagai penerima suap) adalah sama-sama berdosanya. Terlebih jika hal ini kita kaitkan dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Maa-idah pada bagian akhir ayat 2:

... وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢﴾
“... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maa-idah. 2).

Agar saudaraku terbebas dari risywah, maka sebaiknya selesaikan terlebih dahulu temuan yang ada melalui jalur yang benar. Jika (misalnya) temuan tersebut berdampak pada adanya pembayaran denda kepada negara sebesar sekian rupiah, maka bayarlah denda tersebut kepada negara. Demikian juga jika temuan tersebut berdampak pada adanya sangsi yang lainnya, maka tunaikan terlebih dahulu sangsi tersebut dengan baik dan benar. Baru setelah semuanya terselesaikan dengan baik, maka saudaraku boleh mendapatkan kembali barang impor tersebut.

Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa ketika ada temuan kemudian saudaraku berupaya untuk menyelesaikan temuan tersebut melalui jalur yang benar, bisa jadi saudaraku malah akan berhadapan dengan semakin banyak oknum yang akan ‘memeras’ saudaraku. Jika memang demikian, maka bisa saja hal ini dapat berdampak besar pada perusahaan karena perusahaan akan terseret pada kasus hukum yang (sengaja mereka buat) berlarut-larut sehingga perusahaan bisa kolaps/bangkrut sehingga akan banyak karyawan yang kehilangan pekerjaan (padahal jika tidak ada oknum, seharusnya semuanya bisa diselesaikan dengan mudah serta tidak berdampak besar pada perusahaan).

Jika kemungkinan besar dampaknya memang demikian, lalu apa yang musti saudaraku lakukan?

Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nahl ayat 106:

مَن كَفَرَ بِاللهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَـــٰـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (QS. An Nahl. 106).

Dari surat An Nahl ayat 106 tersebut diperoleh penjelasan bahwa jika seseorang dalam keadaan dipaksa kafir sedang hatinya tetap dalam keadaan beriman (hatinya tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas), maka tidak ada dosa baginya. Sedangkan batasan terpaksa sebagaimana penjelasan surat An Nahl ayat 106 tersebut adalah jika sampai mengancam jiwa.

Hal ini menunjukkan bahwa menolak mudharat/bahaya (yaitu menghindari terancamnya jiwa) adalah lebih didahulukan daripada mengambil manfaat, yaitu mempertahankan keimanan (dengan catatan hatinya tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas).

Hal yang senada, juga bisa kita jumpai dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 173 berikut ini:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٧٣﴾
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Baqarah. 173).

Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih berikut ini:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”

Saudaraku,
Merujuk pada uraian di atas, maka ketika saudaraku menghadapi kasus demikian, tentunya langkah terbaik adalah menyelesaikan temuan tersebut melalui jalur yang benar. Namun jika hal ini malah berdampak serius pada perusahaan, maka sebaiknya tidak melakukan hal itu dan lebih memilih untuk menasehati orang bea cukai tersebut dengan lisan.

Namun jika dengan lisanpun juga tidak akan berpengaruh sama sekali (dan hal ini sudah bisa diduga sebelumnya), maka dengan hati (setidaknya hati saudaraku tidak setuju dengan kemungkaran tersebut). Hal ini berarti bahwa saudaraku terpaksa memberi sejumlah uang kepada orang bea cukai tersebut, dengan catatan hati saudaraku tetap tidak menginginkannya/hati saudaraku tidak setuju dengan kemungkaran tersebut. Untuk selanjutnya serahkan semuanya kepada Allah. Perbanyaklah istighfar kepada-Nya. Semoga Allah bisa memahami kesulitan yang saudaraku hadapi.

Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Juga mohon maaf atas keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada ‘alim / ‘ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan, karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.

Semoga bermanfaat.

Minggu, 03 Mei 2015

MENGAPA HARUS MEMILIH ISLAM? (II)


Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku,
Berikut ini adalah kelanjutan dari artikel “Mengapa Harus Memilih Islam? (I)”:

h. Berbicara tentang ilmu pengetahuan harus bisa dibuktikan.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 10 berikut ini:

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَن تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنبَتْنَا فِيهَا مِن كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ ﴿١٠﴾
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik”. (QS. Luqman. 10).

√ Jika sebuah kitab telah menjelaskan bahwa bumi dan langit punya tiang, tentunya hal ini bertentangan dengan fakta yang ada. Jaman sekarang manusia sudah sangat tinggi ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan manusia sudah sampai ke bulan, tapi tidak pernah menemukan dimana letak tiang-tiang langit dan bumi tersebut. Mengatakan bumi dan langit mempunyai tiang pasti bukan berasal dari Tuhan, sebab sangat tidak mungkin Tuhan salah atau tidak tahu. Ini pasti kesalahan penulis kitab tersebut yang pada saat itu ilmu pengetahuan mereka masih sangat terbatas, jadi wajar saja kalau mereka keliru.

i.   Harus sesuai dengan fitrah manusia.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 30 berikut ini:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـــٰـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٣٠﴾
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”, (QS. Ar Ruum. 30).

√ Jika sebuah kitab telah menjelaskan bahwa tokoh sentral dalam kitab tersebut telah berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam, tentunya akan sangat mustahil bisa diikuti oleh umat. Sebab jika umat dipaksakan untuk berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam, tentu akan berakibat kematian. Puasa semacam ini tidak sesuai dengan fitrah manusia.

j.   Kitab tersebut harus bisa memberikan kesaksian bahwa dia diwahyukan oleh Allah SWT.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Hijr ayat 9 berikut ini:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَـــٰــفِظُونَ ﴿٩﴾
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Al Hijr. 9).

Ayat tersebut memberikan kesaksian bahwa dia (Al Qur'an) diwahyukan oleh Allah SWT. Lebih dari itu, ayat tersebut juga memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Qur’an untuk selama-lamanya. Tidak ada satu-pun kitab suci di dunia ini yang susunan redaksinya benar-benar sama untuk semua edisi di seluruh dunia dan di sepanjang masa. Kecuali hanya Al Qur'an! (Penjelasan lebih lengkap/lebih terperinci bisa dibaca pada buku saya yang berjudul “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits”, Jilid 1 hlm. 1 – 9).

√ Jika sebuah kitab, didalamnya banyak berisi ayat-ayat yang merupakan pernyataan dari seseorang yang ditujukan juga kepada seseorang atau sekelompok orang dan bukan merupakan pernyataan dari Tuhan bahwa Dia-lah yang menurunkan kitab itu dan Dia pula yang menjaganya, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini bahwa apa yang tertulis dalam kitab tersebut adalah benar-benar wahyu Tuhan.

k. Tidak boleh melecehkan terhadap nabi-nabi Allah.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Ali ‘Imraan ayat 33 berikut ini:

إِنَّ اللهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَـــٰــلَمِينَ ﴿٣٣﴾
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga `Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”, (QS. Ali ‘Imraan. 33).

Setiap nabi/rasul, pasti mereka adalah orang-orang pilihan Allah yang bertugas sebagai perantara untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya bagi manusia. Sebagai orang-orang pilihan, pasti mereka berakhlak mulia karena mereka adalah manusia pilihan yang akan menyampaikan firman-Nya sekaligus memberikan teladan bagi manusia.

√ Jika sebuah kitab, di dalamnya ada tertulis bahwa seorang nabi minum anggur, kemudian nabi tersebut mabuk dan ia telanjang di dalam kemahnya, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini bahwa apa yang tertulis dalam kitab tersebut adalah benar-benar wahyu Tuhan. Bisa kita bayangkan, bagaimana mungkin seorang nabi pilihan Tuhan, minum anggur sampai mabuk dan telanjang? Jelas, hal ini merupakan pelecehan terhadap seorang nabi pilihan-Nya.

l.   Tidak membeberkan cara merayu wanita dan pornografi secara vulgar.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Ali ‘Imraan ayat 47 berikut ini:

قَالَتْ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَٰلِكِ اللهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ ﴿٤٧﴾
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia. (QS. Ali ‘Imraan. 47).

Perhatikan bagaimana Al Qur’an menggambarkan pernyataan Maryam dengan kalimat: وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ (padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun). Tentunya kita yang sudah dewasa sudah pasti mengetahui apa maksud dari kalimat ini. Dan pernyataan seperti ini, tentunya sangat jauh dari pornografi secara vulgar.

√ Jika sebuah kitab di dalamnya ada tertulis kalimat berbau pornografi secara vulgar, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini bahwa apa yang tertulis dalam kitab tersebut adalah benar-benar wahyu dari Tuhan. Contoh, jika sebuah kitab di dalamnya ada tertulis kalimat rayuan kepada wanita seperti ini: “Sosok tubuhmu seumpama pohon kurma dan buah dadamu gugusannya. Kataku: “Aku ingin memanjat pohon kurma itu dan memegang gugusannya. Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah apel”. Tentunya sungguh sangat tidak pantas jika ada kitab suci yang di dalamnya ada tertulis kalimat berbau pornografi secara vulgar seperti contoh tersebut.

m. Harus ada perkataan dari Allah bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain diri-Nya.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Thaahaa ayat 14 berikut ini:

إِنَّنِي أَنَا اللهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَوٰةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thaahaa. 14).

Perhatikan pula ucapan Nabi Isa AS. sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an surat Az Zukhruf ayat 63 – 64 berikut ini:

وَلَمَّا جَاءَ عِيسَىٰ بِالْبَيِّنَـــٰتِ قَالَ قَدْ جِئْتُكُم بِالْحِكْمَةِ وَلِأُبَيِّنَ لَكُم بَعْضَ الَّذِي تَخْتَلِفُونَ فِيهِ فَاتَّقُوا اللهَ وَأَطِيعُونِ ﴿٦٣﴾ إِنَّ اللهَ هُوَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَـــٰـذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ ﴿٦٤﴾
(63) Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: "Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmat dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku". (64) Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu, maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus. (QS. Az Zukhruf. 63 – 64).

√ Jika sebuah kitab telah menjelaskan bahwa tokoh sentral dalam kitab tersebut tidak pernah menyuruh para pengikutnya untuk menjadikan dirinya sebagai Tuhan yang disembah dan menyuruh para pengikutnya untuk menyembah hanya kepada Allah yang dia sembah, tentunya akan menjadi tanda tanya besar jika para pengikutnya justru telah menjadikan dirinya sebagai Tuhan yang disembah.

n. Harus ada nama agama yang berasal dari Tuhannya, bukan dari manusia.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam dua ayat berikut ini:

... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ... ﴿٣﴾
“… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. …”. (QS. Al Maa-idah. 3).

Ayat tersebut memperjelas bahwa Islam adalah agama yang namanya berasal dari Allah SWT., yaitu agama yang benar dan diridhoi  oleh Allah SWT. bagi seluruh alam semesta, kepada semua umat manusia.

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الإِسْلَــٰمُ ... ﴿١٩﴾
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. ...”. (QS. Ali ‘Imraan. 19).

√ Jika nama sebuah agama adalah nama pemberian/buatan manusia dan bukan nama agama yang berasal langsung dari Tuhan, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini bahwa agama tersebut adalah benar-benar yang bersumber dari wahyu Ilahi.

o. Terjaganya seluruh wahyu itu dengan hafalan para pemeluknya dari awal diwahyukan sampai kiamat.

√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam dua ayat berikut ini:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿٩﴾
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr. 9). Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Qur’an untuk selama-lamanya.

Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya ayat-ayat Al Qur’an itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum muslimin secara turun-temurun dan dipahami oleh mereka sehingga tidak akan pernah ada seorangpun yang dapat mengubahnya.

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ ﴿٤٩﴾
“Sebenarnya, Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu*. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”. (QS. Al ‘Ankabuut. 49). *) Maksudnya ialah: bahwa ayat-ayat Al Qur’an itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum muslimin turun-temurun dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya.

(Penjelasan lebih lengkap/lebih terperinci bisa dibaca pada buku saya yang berjudul “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits”, Jilid 1 hlm. 3 – 9).

√ Jika sebuah kitab sudah tidak lagi terjaga kesucian dan kemurniannya dari campur tangan manusia karena sudah tidak ada lagi kitab dengan bahasa aslinya yang dapat dijadikan sebagai standard untuk mengecek apabila terjadi kesalahan, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini bahwa semua yang tertulis dalam kitab tersebut adalah benar-benar bersumber dari wahyu Ilahi.

2. Mengapa saya harus memilih Islam sebagai agama?

Saudaraku,
Jika dari 15 point yang menjadi syarat agar sebuah kitab bisa dikatakan sebagai kitab suci tersebut, ternyata tidak satupun yang terpenuhi oleh sebuah kitab, maka sesungguhnya kitab tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kitab suci.

Sedangkan jika sebenarnya memang ada ayat-ayat yang memenuhi ke-15 point di atas namun di dalam kitab tersebut telah bercampur dengan ayat-ayat yang tidak memenuhi ke-15 point di atas, maka justru hal ini telah membuktikan bahwa kitab tersebut sudah tidak suci lagi karena sudah bercampur antara yang benar dan yang salah, dan hal ini sekaligus juga membuktikan banyaknya tulisan manusia yang telah merubah isinya.

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُم بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ اللهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿٧٨﴾
“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui”. (QS. Ali ‘Imraan 78).

Saudaraku,
Dari uraian tersebut di atas, maka tidak ada pilihan yang lain bagi kita, kecuali hanya memilih Islam sebagai satu-satunya agama kita.

3. Apakah & adakah jaminan dari Tuhan, bila beragama Islam pasti masuk surga berdasarkan dari Al-Quran & Hadits?

Saudaraku,
Perhatikan penjelasan 2 hadits berikut ini:

Ubadah bin Shamit radhiyallahu 'anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
"Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tiada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat) pula bahwa surga benar adanya dan neraka benar adanya; pasti Allah memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (Muttafaq 'Alaih).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه مسلم)
"Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga." (HR. Muslim).

Demikian,
Semoga bermanfaat.

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞