بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 30 Desember 2008

SAUDARAKU..., SELAMAT TAHUN BARU 1430 H.

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Tidak terasa, 1 tahun telah berlalu.
Tidak terasa maut semakin dekat menjemput kita.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita,
sehingga kelak kita dapat mengakhiri hidup ini,
dengan husnul khotimah.

Selamat tahun tahun baru 1430 H…!

Saudaraku...,
Ingatlah, bahwa sesungguhnya: "Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui". (QS. Al Mu’minuun. 114).

Semoga bermanfaat...!

Kamis, 11 Desember 2008

KEADAAN SURGA DAN NERAKA

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat (dosen Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya / ITS) telah bertanya: "Satu kali lagi Pak Imron, he he.... Surga dan neraka sekarang sudah ada isinya apa belum?? Akhirat itu dekat apa jauh?? Terima kasih".

-----

Saudaraku…,
Surga dan nereka sekarang sudah ada isinya apa belum? Akhirat itu dekat apa jauh? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, aku hanya bisa sampaikan beberapa keterangan dalam Al Qur’an berikut ini:

Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", ... (QS. An Naml. 65).

”Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Al An’aam. 59).

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS. Al A’raaf. 188).

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. Huud. 123).

Saudaraku…,
Mohon maaf, aku tidak mampu untuk memberikan penjelasan lebih dari uraian di atas. ”Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib sehingga dia mengetahui (apa yang dikatakan)?” (QS. An Najm. 35).

”Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. AL Baqarah. 32). Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga bermanfaat.

NB.
Ada baiknya jika Saudaraku juga bertanya kepada dosen-dosen Agama Islam di lingkungan ITS. Mungkin bisa diperoleh jawaban yang lebih baik. Sedangkan aku sendiri, pengetahuanku tentang Agama Islam sangatlah terbatas. Itulah sebabnya, pada tulisan di atas aku akhiri dengan kalimat: ”wallahu a'lam”.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku / logika-ku adalah sangat terbatas, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85). Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Karena Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:

“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. (QS. Thaahaa. 110).
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Rabu, 10 Desember 2008

PERUMPAMAAN SURGA

Assalamu'alaikum wr. wb.

Seorang sahabat (dosen Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya / ITS) telah mengatakan: "Saya telah membaca blognya sampeyan: (http://imronkuswandi.blogspot.com/). Bagus sekali isinya, di situ banyak menerangkan ayat-ayat Al Qur’an, Yaitu mengajak kita untuk beramal dan bertaqwa kepada Allah SWT. Serta jangan sampai terlena kepada kehidupan dunia".

"Saya membaca beberapa ayat Al Qur’an, tetapi saya belum bisa memahaminya, diantaranya surat Ar Ra’d 35 dan surat Muhammad 15. Mungkin sampeyan punya pengalaman dan ilmu untuk menerangkan ayat tersebut. Terima kasih".

-----

Wa’alaikum salam wr. wb.

Saudaraku…,
Dalam Al Qur’an surat Ar Ra’d ayat 35 dan surat Muhammad ayat 15 diperoleh keterangan sebagai berikut: “Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman). mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka”. (QS. Ar Ra’d. 35).

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad. 15).

Saudaraku…,
Sepanjang pengetahuanku, baik Al Hadits maupun ayat-ayat Al Qur’an diturunkan sesuai dengan kondisi umat pada saat itu, termasuk dari sisi bahasanya, supaya mudah dipahami. “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. (QS. Yusuf. 2).

Hal ini bukan berarti bahwa baik Al Hadits maupun ayat-ayat Al Qur’an tersebut hanya berlaku untuk saat itu, namun tetap berlaku hingga akhir zaman. Sebagai contohnya adalah keterangan pada surat Ali ‘Imran ayat 14 berikut ini: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali ‘Imran. 14).

Pada saat itu, kuda adalah salah satu hewan pilihan. Tidak hanya bisa dijadikan sebagai kendaraan, namun juga menjadi kebanggaan. Mungkin pada saat ini, setara dengan mobil.

Demikian pula halnya dengan penjelasan pada surat Ar Ra’d ayat 35 serta surat Muhammad ayat 15 di atas. Karena Al Qur’an diturunkan di wilayah dengan kondisi alam berpadang pasir nan tandus, tentu saja tiada yang lebih menarik bagi penduduk yang tinggal di wilayah seperti itu, selain dari air, sungai serta kebun-kebun yang rindang dengan berbagai macam buah-buahan di dalamnya.

Sehingga dengan menggambarkan surga seperti taman yang mengalir sungai-sungai di dalamnya serta kebun-kebun yang rindang dengan berbagai macam buah-buahan yang tiada henti-hentinya, hal ini benar-benar menggambarkan betapa surga itu adalah suatu tempat yang penuh dengan kenikmatan / kesenangan. Dan hal ini tentunya akan dengan mudah dipahami oleh umat saat itu.

Namun perlu diingat, bahwa hal itu semua hanyalah perumpamaan belaka. Karena dalam sebuah hadits, diperoleh keterangan bahwa alam akhirat itu adalah teramat dahsyat dan tidak mungkin kita bisa membayangkannya, baik kesulitannya maupun kenikmatannya. Artinya jika kita membayangkan adanya suatu kesulitan/siksaan yang teramat pedih sekalipun, maka kondisi di alam akhirat adalah tetap lebih dahsyat dari siksaan paling pedih yang mampu kita bayangkan. Demikian pula sebaliknya, jika suatu saat kita membayangkan adanya suatu kebahagiaan / kenikmatan yang luar biasa, maka kondisi di alam akhirat adalah tetap lebih dahsyat dari kebahagiaan / kenikmatan paling dahsyat yang mampu kita bayangkan.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ. (رواه البخارى ومسلم)   
“Allah SWT. berfirman, ‘Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia’.” (HR. al-Bukhari, Muslim)

Dari sini dapatlah kita pahami, bahwa sebaik apapun kita dalam membayangkan kondisi surga, maka yang terjadi sesungguhnya adalah jauh lebih dahsyat dari apa yang kita perkirakan. Artinya jika di sana digambarkan ada sungai-sungai yang mengalir, maka jangan dibayangkan bahwa sungai-sungai tersebut adalah sama dengan sungai-sungai yang ada di alam dunia ini. Nama-nya saja yang sama, tetapi kondisi yang sesungguhnya adalah jauh lebih dahsyat dari apa yang bisa kita bayangkan. Karena sebelum kita menyaksikan sendiri pada saatnya nanti di alam akhirat, maka kita tetap tidak akan mampu menggambarkan bagaimana kondisi surga yang sesungguhnya. Wallahu a'lam bish-shawab.

Semoga bermanfaat.

NB.
Ada baiknya jika Saudaraku juga bertanya kepada dosen-dosen Agama Islam di lingkungan ITS. Mungkin bisa diperoleh jawaban yang lebih baik. Sedangkan aku sendiri, pengetahuanku tentang Agama Islam sangatlah terbatas. Itulah sebabnya, pada tulisan di atas aku akhiri dengan kalimat: ”wallahu a'lam”.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku / logika-ku adalah sangat terbatas, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85). Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Karena Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:

“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”. (QS. Thaahaa. 110).

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Selasa, 09 Desember 2008

SELALU DALAM KEBAIKAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Jika pada saat ini Allah memberikan kesenangan kepada kita, maka sudah seharusnya bagi kita mensyukurinya. Yang dimaksud dengan kesenangan disini bisa meliputi segala hal. Bisa berupa harta kekayaan yang telah Allah berikan kepada kita, nikmat kesehatan, ilmu yang bermanfaat, waktu/kesempatan yang telah diberikan-Nya kepada kita, dst.

Sedangkan apabila saat ini kita ditimpa kesedihan, maka sudah seharusnya bagi kita untuk menghadapinya dengan sabar dan tabah. Yang dimaksud dengan kesedihan disini bisa meliputi segala hal. Bisa berupa kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, sakit yang mendera kita, dst.


Rasulullah SAW. bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ. (رواه مسلم)
“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya setiap perkaranya merupakan kebaikan baginya, dan ini tidak dimiliki siapapun kecuali oleh seorang mukmin: apabila memperoleh kelapangan, dia bersyukur, maka ini kebaikan baginya, dan apabila ditimpa kesusahan, dia bersabar, maka ini pun kebaikan baginya.” (HR. Muslim).
 
Semoga bermanfaat...!

Sabtu, 06 Desember 2008

BERHARAP / RAJA’ (II)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ternyata Allah tidak menciptakan kita, melainkan supaya kita beribadah dan menyembah-Nya. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzaariyaat. 56).

Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kita mempersekutukan-Nya, karena sesungguhnya perbuatan syirik (mempersekutukan Allah) itu adalah dosa terbesar dari semua dosa, hingga Allah tidak akan mengampuni dosa syirik tersebut sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).

Saudaraku…,
Karena sesungguhnya Tuhan kita adalah Allah Yang Esa, jika kita memang benar-benar mengharap perjumpaan dengan-Nya, maka hendaklah kita mengerjakan amal saleh dan janganlah kita mempersekutukan-Nya dengan apapun!!!

Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al Kahfi. 110).

Saudaraku…,
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az Zumar. 9).

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti”. (QS. Al Israa’. 57).

Saudaraku…,
“Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung”. (QS. Ar Ra’d. 12).

Semoga bermanfaat!

{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}

Jumat, 05 Desember 2008

BERHARAP / RAJA’ (I)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ditengah kesulitan hidup yang datang tiada henti... Sementara masalah demi masalah juga datang silih berganti... Maka sudah seharusnya bagi kita untuk senantiasa berharap hanya kepada Allah, sambil tetap berusaha keras untuk menghadapinya. Jangan berharap kepada yang lain! Karena yang lain-pun sama seperti kita, yang tercipta dalam keadaan yang sangat lemah. “Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisaa’. 28).

Berharaplah hanya kepada Allah semata, karena “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. Al Ikhlash. 2). Karena “Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Anfaal. 40). “Dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Tahriim. 2). “Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh”. (QS. Al A’raaf. 196).

Saudaraku…,
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat". (QS. Al Hijr. 56).

Saudaraku…,
“Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung”. (QS. Ar Ra’d. 12).

Saudaraku…,
Jika kita sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian pula Rasul-Nya. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”. Jika memang demikian adanya, maka tentunya hal itu adalah lebih baik bagi kita.

“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At Taubah. 59).

Semoga bermanfaat!

{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan}

Kamis, 04 Desember 2008

KETENANGAN HATI

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketika masalah demi masalah datang silih berganti...
Ketika kesulitan demi kesulitan seolah datang tiada henti...
Ketika tantangan hidup dari hari ke hari terasa kian mendaki...

Dan ketika kemaksiatan sudah merajalela...
Dan ketika kejujuran sudah menjadi barang yang langka...
Dan ketika kecurangan sudah membudaya...
Dan ketika kecintaan pada dunia sudah menjadi tujuan utama...
Dan ketika kemungkaran sudah ada dimana-mana...

Maka hanya orang-orang yang beriman serta senantiasa mengingat Allah saja, hati mereka menjadi tenang dan tenteram. Mereka mengikhlaskan hatinya kepada Allah dengan sepenuhnya.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar Ra’d. 28).

“(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya** dengan hati yang suci”. (QS. Ash Shaaffaat. 84). **) Maksud “datang kepada Tuhannya” ialah mengikhlaskan hatinya kepada Allah dengan sepenuhnya.

Saudaraku…,
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya”. (QS. Az Zumar. 23).

Semoga bermanfaat!

Rabu, 03 Desember 2008

MENGAPA KITA MESTI BERSEDIH?

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Jika kita renungi lebih jauh lagi...,
Nampaklah bahwa pada saat ini kemaksiatan seolah sudah merajalela...

Saudaraku…,
Jika kita renungi lebih jauh lagi...,
Nampaklah bahwa pada saat ini kejujuran seolah sudah menjadi barang yang langka...

Saudaraku…,
Jika kita renungi lebih jauh lagi...,
Nampaklah bahwa pada saat ini kecurangan seolah sudah membudaya...

Saudaraku…,
Jika kita renungi lebih jauh lagi...,
Nampaklah bahwa pada saat ini kecintaan pada dunia seolah sudah menjadi tujuan utama...

Yah…, singkat cerita, begitu beratnya kondisi lingkungan kita saat ini. Teramat banyak kemungkaran di sana-sini. Sehingga rasanya tidak cukup untuk sekedar menuliskannya dalam tulisan ini. Sungguh, suatu keadaan yang (mungkin) tidak pernah terlintas dalam pikiran kita sebelumnya.

Saudaraku…,
Meski situasinya benar-benar sulit seperti ini...,
Tidak semestinya bagi kita untuk larut dalam kesusahan.

Meski situasinya benar-benar sulit seperti ini...,
Tidak semestinya bagi kita untuk larut dalam kesedihan.

Saudaraku…,
Kembalikan semua urusan ini hanya kepada-Nya. Supaya jiwa kita menjadi tenang. “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”. (QS. Al Fajr. 27-28).

"… Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS. Al A’raaf. 126).

"Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At Tahrim. 8).

"Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”, (QS. Al Mumtahanah. 4).

Semoga bermanfaat!

Selasa, 02 Desember 2008

HANYA KEPADA-MU AKU MENGADU

Assalamu’alaikum wr. wb.

Mas Fulan - sebagai seorang hamba Allah - mengadukan situasi yang sedang dihadapinya saat ini kepada Tuhannya Yang Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang:

Ya Allah...,
Saat ini aku benar-benar merasakan...,
Betapa masalah demi masalah datang silih berganti...

Saat ini aku juga benar-benar merasakan...,
Betapa kesulitan demi kesulitan seolah datang tiada henti...

Saat ini aku juga benar-benar merasakan...,
Betapa tantangan hidup dari hari ke hari terasa kian mendaki...

Ya Allah…,
Hal itu semua masih ditambah dengan kondisi tempat kerjaku yang sangat jauh dari anganku...

Juga masih ditambah dengan kondisi negeriku yang carut-marut...,
Dimana kemaksiatan sudah merajalela...
Dimana kejujuran sudah menjadi barang yang langka...
Dimana kecurangan sudah membudaya...
Dimana kecintaan pada dunia sudah menjadi tujuan utama...
Dimana kemungkaran sudah ada dimana-mana...
Dimana ..., Dimana ... dst.,
Rasanya aku sudah kehabisan kata-kata untuk sekedar melukiskannya dalam tulisan ini. Sungguh, suatu keadaan yang tidak pernah terlintas dalam pikiranku sebelumnya.

Ya Allah…,
Jika situasinya benar-benar sulit seperti ini...,
Sungguh aku tidak bisa membayangkan...,
Bagaimana rahmat-Mu dapat menyelimuti negeri ini...?

Ya Allah…,
Seandainya tanpa-Mu...,
Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi ’tuk menghadapinya...

Ya Allah…,
Seandainya tanpa-Mu...,
Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi ’tuk menjalaninya...

Ya Allah…,
Seandainya tanpa-Mu…,
Rasanya aku sudah tidak tahu lagi...,
Apakah aku masih bisa bertahan hingga hari ini...

Ya Allah…,
Sesungguhnya, hanyalah kepada Engkau…,
Aku mengadukan kesusahanku ini…

Ya Allah…,
Sesungguhnya, hanyalah kepada Engkau…,
Aku mengadukan kesedihanku ini…

Karena sesungguhnya telah Engkau beritakan kepadaku tentang kisah Nabi Ya`qub dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 86 berikut ini: Ya`qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf. 86).

Semoga bermanfaat.

Senin, 01 Desember 2008

KEGUNDAHAN HATI

Assalamu’alaikum wr. wb.

Mas Fulan adalah seorang pemuda dari Blitar. Setelah menyelesaikan kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di sebuah kota di Jawa Timur, Mas Fulan bekerja sebagai seorang dosen di sebuah perguruan tinggi swasta (PTS) terkemuka di kota yang sama.

Nampaknya Mas Fulan sangat menikmati profesinya sebagai seorang dosen di PTS tersebut. Dengan proses perekrutan pegawai yang profesional (sangat sedikit/hampir tidak ada yang masuk via KKN), juga sistem pelaporan keuangan yang transparan serta apa adanya (sesuai dengan realita di lapangan), membuat suasana kerja menjadi nyaman dan bersahabat.

Hingga pada suatu saat, Mas Fulan mulai berpikir untuk ”hijrah” ke perguruan tinggi negeri (PTN) dan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Pikiran ini muncul karena setelah menyelesaikan pendidikan pasca sarjana dengan predikat yang membanggakan, Mas Fulan secara berturut-turut mendapat banyak tawaran dari beberapa PTN untuk menjadi PNS dan mengajar di sana. Apalagi pada saat yang sama, Mas Fulan juga mendapat dukungan dari mertuanya yang berprofesi sebagai guru SD di Blitar, juga dari orang tuanya yang berlatar belakang PNS.

Sebelum benar-benar memutuskan untuk menjadi dosen di sebuah PTN dan menjadi PNS di sana, Mas Fulan menyangka bahwa dengan menjadi PNS – meski gajinya jauh lebih kecil dari gajinya saat ini – tetapi hal ini mampu menjaminnya hingga hari tua.

Namun setelah Mas Fulan benar-benar menjadi PNS, dia mulai dikejutkan dengan situasi yang jauh berbeda. Dia benar-benar tidak menyangka, bahwa ternyata kejujuran itu menjadi begitu mahal di tempat kerjanya yang baru. Ibarat dalam sebuah perjalanan, jika semula kondisi jalan yang dilaluinya lurus dan mulus sehingga terasa begitu nyaman untuk dilewati, kini dia harus melalui jalan yang berliku dan mendaki, sedangkan disana-sini penuh dengan lubang yang menganga. Dan hal ini telah menjadikan perjalanannya menjadi benar-benar jauh dari kenyamanan. Sungguh..., sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sebenarnya ada keinginan yang kuat dalam diri Mas Fulan untuk kembali bekerja di PTS terkemuka seperti dahulu. Namun apalah daya, saat ini usia Mas Fulan sudah mendekati 40 tahun, suatu usia yang sudah tidak muda lagi untuk mencari pekerjaan baru. Sedangkan untuk berwiraswasta, disamping minim pengalaman, juga sudah terlambat. Hingga akhirnya, terpaksa Mas Fulan tetap menjalani pekerjaannya yang sekarang, meski dengan hati yang gundah gulana.

Mengiringi sholat malam yang senantiasa dilakukannya, Mas Fulan terus merenungi situasi yang dialaminya. Dan jika seandainya benar bahwa begitu banyak lembaga negara yang situasinya seperti tempat kerjanya saat ini, sungguh sulit dibayangkan bagaimana rahmat Allah dapat menyelimuti negeri ini. Dan hal ini benar-benar merupakan keadaan yang tidak pernah terpikir sebelumnya, saat Mas Fulan masih bekerja sebagai seorang dosen di PTS dahulu.

Saudaraku…,
Ditengah kegundahan hati yang semakin menjadi-jadi, Mas Fulan hanya bisa berdo’a, semoga Allah senantiasa melimpahkan kesabaran kepadanya dan me-wafatkan dirinya dalam keadaan berserah diri kepada-Nya.

“Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS. Al A’raaf. 126).

Semoga bermanfaat!

NB.
Mas Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon maaf jika secara kebetulan ada kemiripan / kesamaan nama!

Semoga apa yang dialami oleh Mas Fulan tersebut tidak terjadi di alam ”nyata”.

Minggu, 30 November 2008

BERBUAT BAIKLAH SELAGI ADA KESEMPATAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Bagi kita yang tinggal di Blitar ataupun di Surabaya dan belum pernah sekalipun ke luar negeri, mungkin kita akan menyangka bahwa Jepang itu adalah suatu negeri yang sangat jauh. Apalagi Inggris atau Perancis.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya negeri Jepang, Inggris maupun Perancis, toh dengan mudah bisa kita tempuh dengan menggunakan pesawat terbang, bahkan hanya memakan waktu sekian jam perjalanan saja.

Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa bulan itu adalah sangat jauh. Karena jauhnya, hingga dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa bulan tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak hanya sebesar piring saja. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya bulan tersebut adalah teramat besar, bahkan milyaran kali lebih besar dibandingkan dengan sebuah piring.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya bulan, toh dengan mudah bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat ruang angkasa. Bahkan perjalanan tersebut hanya memakan waktu beberapa hari saja.

Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa matahari itu adalah teramat jauh. Karena jauhnya, hingga dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa matahari tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak sama dengan bulan. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya matahari tersebut adalah teramat besar, bahkan ratusan ribu kali lebih besar dibandingkan dengan bumi kita, apalagi jika dibandingkan dengan bulan.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya matahari, toh dengan mudah bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat ruang angkasa. Bahkan perjalanan tersebut mungkin hanya memakan waktu beberapa bulan saja.

Saudaraku…,
Mungkin kita menyangka bahwa bintang-bintanglah yang sungguh-sungguh teramat jauh. Karena jauhnya, hingga dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa bintang-bintang tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak seperti titik saja, jauh lebih kecil dibandingkan matahari. Padahal kita semua juga sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya bintang-bintang tersebut adalah teramat besar, bahkan begitu banyak yang jauh lebih besar dari matahari.

Sekali-kali tidaklah demikian wahai saudaraku. Karena sejauh-jauhnya bintang, toh dengan berjalannya waktu, suatu saat (entah kapan) ketika teknologi sudah memungkinkan – meski dengan menggunakan pesawat tak berawak – tetap saja pada akhirnya akan sampai juga ke sana. Artinya, secara logika perjalanan ke sana bukanlah sesuatu yang tidak mungkin.

Saudaraku…,
Lalu apakah gerangan yang lebih jauh dari semuanya itu? Hingga karena teramat jauhnya, maka dengan teknologi secanggih apapun, secara logika kita tidak akan mungkin bisa ke sana? Sampai kapanpun?

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa yang lebih jauh dari semuanya itu, hingga karena teramat jauhnya, maka dengan teknologi secanggih apapun, secara logika kita tidak akan mungkin bisa ke sana, sampai kapanpun, ternyata adalah: kesempatan.

Yah...., ternyata yang dimaksud adalah kesempatan. Karena jika kesempatan itu sudah berlalu meninggalkan kita (meski hanya sedetik), maka kita tidak mungkin bisa ke sana lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun.

Saudaraku…,
Masih jelas dalam ingatan kita, betapa masa-masa ketika kita masih SMA dahulu. Masa ketika hari-hari indah kita lalui bersama. Masa ketika hari-hari kita lalui dengan penuh canda dan tawa. Namun, ternyata masa SMA itu telah lama berlalu dan tak mungkin kembali lagi. Yah..., kita tidak mungkin ke sana lagi, kembali ke masa SMA lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun. Dan bersamaan dengan berlalunya masa SMA itu, berlalu pula semua kesempatan yang ada di dalamnya. Dan kita tidak mungkin mendapatkannya lagi, selamanya.

Demikian juga dengan masa-masa ketika kita kuliah dahulu (bagi kita yang melanjutkan hingga pendidikan tinggi). Sama seperti masa-masa ketika kita masih SMA dahulu, ternyata masa kuliah itu juga telah berlalu dan tak mungkin kembali lagi. Yah..., kita tidak mungkin ke sana lagi, kembali ke masa kuliah lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun. Dan bersamaan dengan berlalunya masa kuliah itu, berlalu pula semua kesempatan yang ada di dalamnya. Dan kita tidak mungkin mendapatkannya lagi, untuk selama-lamanya.

Saudaraku…,
Begitulah seterusnya. Jika kesempatan itu sudah berlalu meninggalkan kita, maka kita tidak mungkin bisa ke sana lagi. Bahkan dengan teknologi secanggih apapun, dan sampai kapanpun.

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. (bahwa Rasulullah SAW. bersabda):
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ. (رواه البخارى)
“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia melalaikannya: (1) kesehatan, dan (2) waktu luang.” (HR. Al-Bukhari).

Oleh karena itu, berbuat baiklah selagi ada kesempatan. Karena sesungguhnya nikmat kesempatan itu adalah suatu nikmat pemberian Allah Yang Maha Pemurah yang begitu tinggi nilainya, tetapi seringkali kita lupakan.

Belanjakanlah di jalan Allah, sebagian dari rezki yang telah Allah berikan kepada kita, sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at.

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at.” (QS. 2. 254).

Saudaraku…,
Belanjakanlah di jalan Allah, sebagian dari rezki yang telah Allah berikan kepada kita, sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kita. Karena jika masa itu telah tiba – yaitu masa ketika kita tutup usia – maka kita tidak dapat menangguhkannya walau hanya sesaat. Dan itu artinya kesempatan kita untuk berbuat baik telah berlalu dan tak mungkin bisa kembali lagi.

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (QS. Al Munaafiquun. 10).

Saudaraku…,
Saling tolong-menolonglah kepada sesama, kepada saudara-saudara kita yang lain selagi kesempatan itu masih ada. Karena jika kesempatan itu telah berlalu, pergi meninggalkan kita, maka kita tidak mungkin mendapatkannya lagi. Apalagi, jika maut sudah terlanjur menjemput kita, maka masing-masing diantara kita sudah tidak bisa saling menolong lagi. Bahkan terhadap diri kita sendiripun kita tidak bisa menolong lagi, kecuali amal saleh yang telah kita kerjakan, kecuali kebaikan yang telah kita usahakan.

”Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah”. (QS. Luqman. 33).

”Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”, (QS. Al Israa’. 9).

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfa`at lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya kamipun menunggu (pula)". (QS. Al An’aam. 158).

Semoga bermanfaat.

Rabu, 12 November 2008

AHLI IBADAH vs AHLI MAKSIAT

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Seorang ahli ibadah*1 mengatakan: “Sesungguhnya aku benar-benar takut, karena aku tidak tahu apakah aku bisa selamat dari api neraka. Oleh karena itu, aku senantiasa berupaya untuk selalu bertakwa*2 kepada-Nya, selalu berupaya untuk menjalankan semua perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya. Aku juga senantiasa berdzikir/ingat kepada-Nya serta setiap saat memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya”.

Karena sesungguhnya Allah telah berfirman: “orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran”, (QS. Al A’laa. 10). ”dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. Ar Ra’d. 21).

”(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat”. (QS. Al Anbiyaa’. 49).

”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”, (QS. Al Mu’minuun. 60).

Saudaraku…,
Di sisi lain, seorang ahli maksiat*1 dengan santainya mengatakan: ”Saya tidak terlalu khawatir dengan semuanya ini***. Bukankah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang...???”.
*3 Yang dimaksud dengan: (tidak terlalu khawatir dengan semuanya ini*3) adalah semua perbuatan maksiat yang telah, sedang dan akan dilakukannya.

Saudaraku...!!!
Betapa ringannya ahli maksiat*1 tersebut mengatakan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Penyayang, sementara pada saat yang sama dia terus dan terus bermaksiat kepada-Nya. Padahal, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an: ”Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah*4 dan bertakwa*2 kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (QS. An Nuur. 52).

Sedangkan dalam salah satu hadits qudsi, Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Allah Ta’ala berfirman:

وَعِزَّتِى وَجَلَالِى لَا أَجْمَعُ عَلَى عَبْدِى خَوْفَيْنِ وَأَمْنَيْنِ إِذَاخَافَنِى فِى الدُّنْيَا أَمَّنْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَإِذَاأَمِنَنِى فِى الدُّنْيَا أَخَفْتُهُ فِى الْآخِرَةِ (يَوْمَ الْقِيَامَةِ). (روه ابن حبان)
“Demi kemulyaan dan kebesaran-Ku tidak akan Aku himpun pada hamba-Ku dua kali takut dan dua kali aman. Jika ia takut kepada-Ku di dunia Aku beri aman di hari qiyamat, dan jika ia merasa aman dari-Ku di dunia Aku takutkan di akhirat (hari qiyamat)”. (HR. Ibn. Hibban).

Semoga bermanfaat.
NB.
*4) Yang dimaksud dengan: takut kepada Allah*4 ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa*2 ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi, yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, tidak cukup diartikan dengan takut saja..

Sedangkan yang dimaksud dengan ahli ibadah*1 ialah orang yang dalam hidupnya senantiasa menjalankan ibadah dengan baik, dan yang dimaksud dengan ahli maksiat*1 ialah orang yang dalam hidupnya senantiasa bergelimang dengan kemaksiatan.

Senin, 10 November 2008

SENDIRIAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Sadarkah kita, bahwa ternyata kita...
● Terlahir sendirian...,
● Mati sendirian...,
● Di liang lahat sendirian...,
● Di padang mahsyar sendirian...,
● Dan dihisab sendirian...?

“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. (QS. Maryam. 95). *

“Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at** dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong”. (QS. Al Baqarah. 48). “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”, (QS. Al Qiyaamah. 14).

Saudaraku…,
Sudahkah kita menyadarinya dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya?

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Meskipun pada hari itu kita dikumpulkan bersama dengan seluruh umat manusia (dan tidak ketinggalan seorangpun) sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 148 serta surat Huud ayat 103 berikut ini: ”...Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah. 148). ”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk”). (QS. Huud. 103). Namun pada hakekatnya kita tetaplah sendirian (sendiri-sendiri), yaitu datang menghadap kepada Allah dengan sendiri-sendiri untuk mempertanggung-jawabkan semua perbuatan kita sendiri-sendiri sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat Maryam ayat 95 tersebut di atas.

**) Yang dimaksud dengan syafa`at** ialah: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfa’at bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain.

Sabtu, 08 November 2008

SEOLAH TIDAK BISA BERNAFAS LAGI

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketika kita baru lulus sekolah/kuliah dan masih menjadi pengangguran, tentunya kita bisa merasakan betapa banyaknya uang Rp 100.000,- itu. Maklum, pada kondisi seperti itu, yang bisa kita lakukan hanyalah meminta/menunggu pemberian dari orang tua atau kakak-kakak kita yang telah terlebih dahulu bekerja.

Namun begitu kita mulai bekerja, maka uang sebanyak Rp 100.000,- itu menjadi biasa saja, bahkan terlihat sangat sedikit. Karena penghasilan yang kita terima adalah jauh lebih besar. Tentu saja pada awalnya kita akan sangat bergembira dengan hal ini. Dengan memiliki penghasilan sendiri, kita bisa lebih leluasa dalam menjalani hidup ini. Banyak hal yang dahulu hanya berupa mimpi, sekarang bisa menjadi kenyataan.

Namun, lama kelamaan kita mulai terbiasa dengan penghasilan tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Artinya kebutuhan hidup kita lama kelamaan menyesuaikan dengan penghasilan kita. Apalagi secara naluriah, kita mempunyai kecenderungan untuk membandingkan dengan teman sejawat dan ingin menjadi yang ter... (terkaya, terbaik, tersukses, dst.). Hingga pada perkembangan berikutnya, justru kebutuhan hidup kita bisa melampaui penghasilan kita. Pada saat-saat seperti ini, kita mulai merasakan kembali, betapa beratnya menjalani hidup ini. Seolah-olah kita tidak bisa bernafas saja. Hingga ketika karier kita mulai meningkat, lega-lah kita. Karena kini kebutuhan hidup kita dapat tertutupi kembali.

Namun, dengan berjalannya waktu, lagi-lagi kita mulai terbiasa dengan penghasilan tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Artinya kebutuhan hidup kita lama kelamaan menyesuaikan dengan penghasilan kita. Dan karena secara naluriah, kita mempunyai kecenderungan untuk membandingkan dengan teman sejawat dan ingin menjadi yang ter... (terkaya, terbaik, tersukses, dst.), maka pada perkembangan berikutnya, justru kebutuhan hidup kita lagi-lagi bisa melampaui penghasilan kita. Dan lagi-lagi, kita dapat merasakan betapa beratnya menjalani hidup ini, seolah kita tidak bisa bernafas saja. Hingga ketika karier kita meningkat lagi, lega-lah kita, karena kini kebutuhan hidup kita dapat tertutupi kembali. Demikian seterusnya, hal ini akan terus berulang.

Saudaraku…,
Jika karier kita terus menanjak, maka (mungkin) kita masih bisa terus mengikuti kebutuhan hidup kita yang juga terus meningkat. Namun, petaka bisa saja datang sewaktu-waktu. Yaitu ketika perjalanan karier kita tidak berjalan sesuai dengan harapan. Ketika hal itu terjadi, dimana penghasilan tak kunjung meningkat, sementara kebutuhan hidup terlanjur terus meningkat hingga jauh meninggalkan batas penghasilan kita, jelaslah bahwa kita akan merasakan betapa hidup ini semakin berat saja. Begitu beratnya beban hidup yang kita rasakan, hingga rasanya kita benar-benar tidak bisa bernafas lagi.

Pada tahapan ini – jika tidak berhati-hati – kita bisa terjebak dalam jeratan syaitan. Hingga korupsi menjadi jalan pintasnya. Jika ini yang menjadi pilihan, maka hal ini nampak sebagai jalan keluarnya. Namun, dengan berjalannya waktu, lagi-lagi kita mulai terbiasa dengan ”tambahan penghasilan” tersebut, hingga pada akhirnya hal itu sudah menjadi suatu kebutuhan. Dan karena kebutuhan hidup terus saja meningkat, maka untuk menutupinya, besaran korupsi juga harus terus ditingkatkan. Hingga tiba-tiba bau busuk itu tercium oleh aparat dan penjara menjadi tempat peristirahatan kita. Atau jika kita bisa selamat darinya, maka kita akan terus dan terus melakukan korupsi hingga tiba-tiba ajal menjemput kita dan neraka menjadi persinggahan terakhir kita. Na’udzubillahi mindzalika!

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللهِ الْغَرُورُ ﴿٥﴾
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Faathir. 5).

-----

Ya… Tuhan kami,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (QS. Al Faatihah. 6 – 7).

Ya… Tuhan kami,
Berilah kekuatan kepada kami, sehingga kami benar-benar dapat ridha dengan apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Cukuplah Engkau bagi kami. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang hanya berharap kepada Engkau. Semoga Engkau berikan karunia-Mu kepada kami. Amin!

وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوْاْ مَا آتَاهُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللهُ سَيُؤْتِينَا اللهُ مِن فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللهِ رَاغِبُونَ ﴿٥٩﴾
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At Taubah. 59).

Semoga bermanfaat!

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞