بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Selasa, 05 Maret 2024

BAGAIMANA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENCONTOHKAN PROSES PEMILIHAN ISTRI DAN DENGAN ALASAN APA POLIGAMI DILAKUKAN ATAU DIANJURKAN? (II)

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang akhwat1) (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Pak Imron, bagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan proses pemilihan istri dan dengan alasan apa poligami dilakukan atau dianjurkan?”.
 
Dengan alasan apa poligami dilakukan atau dianjurkan?
 
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ pada bagian awal ayat 3 berikut ini:
 
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَـــٰمَىٰ فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَـــٰثَ وَرُبَـــٰعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً ... ﴿٣﴾
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, …” (QS. An Nisaa’. 3).
 
Saudaraku,
Yang perlu diberi catatan terkait surat An Nisaa’ ayat 3 di atas adalah bahwa ayat tersebut bukanlah perintah untuk menambah isteri menjadi dua, tiga atau empat.
 
Sekali lagi kusampaikan bahwa surat An Nisaa’ ayat 3 di atas bukanlah perintah untuk menambah isteri menjadi dua, tiga atau empat.
 
Yang terjadi justru sebaliknya. Ayat tersebut justru membatasi seorang suami agar beristri maksimal hanya sampai 4 orang saja. Karena pada saat itu sudah menjadi budaya bahwa seorang suami mempunyai istri yang banyak dan tidak ada batasannya berapa maksimal seorang suami boleh mempunyai istri.
 
Saudaraku,
Sebagaimana sudah diketahui, bahwa praktik poligami sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima wahyu pertama (sebelum beliau diangkat menjadi Rasul) dilakukan tanpa batas. Laki-laki dianggap wajar dan sah saja untuk mengambil perempuan sebagai isteri sebanyak yang dikehendakinya, berapapun, sebagaimana laki-laki juga dianggap wajar saja memperlakukan kaum perempuan sesuka hatinya.
 
Peradaban seperti ini telah lama bercokol bukan hanya di wilayah Jazirah Arab, tetapi juga dalam banyak peradaban lainnya di berbagai belahan dunia lainnya. Dengan kata lain perkawinan poligami sejatinya bukan khas peradaban Arab, tetapi juga peradaban bangsa-bangsa lain pada saat itu serta pada masa-masa sebelumnya.
 
Saudaraku,
Pada masa itu nasib hidup kaum perempuan didefinisikan oleh laki-laki dan untuk kepentingan mereka. Perempuan bahkan dipandang sebagai layaknya benda dan untuk kesenangan kaum laki-laki.
 
Maka tidaklah mengherankan bila masyarakat Arab pada waktu itu menganggap kelahiran anak perempuan bukanlah merupakan peristiwa yang patut dirayakan. Sebagian malah menganggap kelahiran anak perempuan itu justru dapat membawa kesialan. Sehingga mereka bimbang, apakah akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah hidup-hidup. Al Qur’an telah menginformasikan kepada kita realitas sosial ini.
 
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ ﴿٥٨﴾ يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ ﴿٥٩﴾
(58) Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. (59) Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. An Nahl. 58 – 59).
 
Saudaraku,
Tentu saja Islam memandang bahwa poligami (apalagi perbudakan) yang dipraktikkan bangsa Arab ketika itu (dan hal ini juga terjadi di berbagai belahan dunia yang lainnya) bukan merupakan tradisi yang baik, karena seringkali merugikan kaum perempuan. Dan setiap perbuatan yang merendahkan dan membuat derita orang, haruslah dihindarkan dan dihentikan. Manusia harus dimuliakan, manusia harus dibebaskan dari kegelapan menuju cahaya.
 
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ ... ﴿٧٠﴾
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, ...”. (QS. Al Israa’. 70).
 
اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَـــٰتِ إِلَى النُّوُرِ ... ﴿٢٥٧﴾
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. ...”. (QS. Al Baqarah. 257).
 
Saudaraku,
Dari uraian di atas, nampaklah bahwa terkait praktik poligami, Islam justru hadir dalam rangka mengeliminasi praktik ini, selangkah demi selangkah.
 
Terdapat dua cara yang terdapat dalam Al Qur’an untuk merespon praktik ini (sebagaimana yang terdapat dalam surat An Nisaa’ ayat 3 di atas), yaitu mengurangi jumlahnya dan mengarahkannya pada penegakan keadilan.
 
Saudaraku,
Al Qur’an turun salah satunya adalah untuk melancarkan koreksi, kritik dan memprotes keadaan tersebut dengan mengambil strategi meminimalisasi jumlah yang tak terbatas itu sehingga dibatasi hanya empat orang saja di satu sisi (perhatikan kembali penjelasan surat An Nisaa’ ayat 3 di atas serta penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi berikut ini), dan memperingatkan serta menuntut agar para suami berlaku adil kepada para isterinya pada sisi yang lain (perhatikan kembali penjelasan surat An Nisaa’ ayat 3 di atas).
 
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ حُمَيْضَةَ بِنْتِ الشَّمَرْدَلِ عَنْ قَيْسِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ أَسْلَمْتُ وَعِنْدِي ثَمَانِ نِسْوَةٍ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا. (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Ibrahim Ad Dauraqqi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dari [Ibnu Abu Laila] dari [Khamaidlah binti Asy Syamardal] dari [Qais bin Al Harits] ia berkata: “Aku masuk Islam sementara aku mempunyai delapan isteri. Lalu aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menuturkan masalah itu”. Maka beliau bersabda: “Pilihlah empat di antara mereka”. (HR. Ibnu Majah, no. 1942).
 
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِىَّ أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِىُّ  -صلى الله عليه وسلم - أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ. (رواه الترمذى)
Dari Ibnu ‘Umar, Ghoylan bin Salamah Ats Tsaqofiy baru masuk Islam dan ia memiliki sepuluh istri di masa Jahiliyyah. Istri-istrinya tadi masuk Islam bersamanya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar ia memilih empat saja dari istri-istrinya. (HR. Tirmidzi).
 
Jika membawa kebaikan lanjutkan, sedangkan jika tidak membawa kebaikan jangan dilanjutkan.
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa tujuan dilaksanakannya sebuah pernikahan dalam Agama Islam adalah terwujudnya sebuah keluarga Islami yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
 
وَمِنْ ءَايَـــٰــتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَاٰيَــــٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Sakinah
Yaitu perasaan nyaman, aman, damai, tentram atau tenang kepada yang dicintai.
 
... لِـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا ... ﴿٢١﴾
“..., supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Mawaddah
Mawaddah adalah perasaan kasih sayang, cinta yang membara, perasaan cinta yang menggebu (namun halal) pada pasangannya.
 
... وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Rahmah
Rahmah adalah kasih sayang dan kelembutan (perasaan saling simpati atau belas-kasihan)
 
... وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Saudaraku,
Tujuan yang sangat mulia ini (yaitu terwujudnya sebuah keluarga Islami yang sakinah, mawaddah wa rahmah) tidak hanya berlaku pada pernikahan yang pertama saja, namun juga berlaku pada pernikahan berikutnya (yaitu pernikahan dengan isteri kedua, ketiga maupun keempat).
 
Sehingga jika poligami yang dilakukan justru menimbulkan problem psikologis bagi isteri bahkan juga bagi pihak lain yang terkait terutama anak-anak, hubungan-hubungan di antara mereka akhirnya tidak berjalan harmonis, dst. Dengan kata lain jika poligami yang dilakukan justru malah lebih banyak dampak negatifnya, maka keadaan seperti ini jelas tidak sejalan dengan missi perkawinan yang digariskan Al Qur’an. Yakni menciptakan kehidupan rumah tangga yang sakinah (tenteram), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Wallahu a'lam.
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 
{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}
 
NB.
Pada tulisan di atas ku-akhiri dengan kalimat: ”wallahu a'lam”. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku sangatlah terbatas, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:
 
... وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
 “... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
 
Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Karena Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:
 
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا ﴿١١٠﴾
Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (QS. Thaahaa. 110).
 
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. Ath Thalaaq. 12).
 
 

Minggu, 03 Maret 2024

BAGAIMANA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENCONTOHKAN PROSES PEMILIHAN ISTRI DAN DENGAN ALASAN APA POLIGAMI DILAKUKAN ATAU DIANJURKAN? (I)

 
Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang akhwat1) (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Pak Imron, bagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan proses pemilihan istri dan dengan alasan apa poligami dilakukan atau dianjurkan?”.
 
Bagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan proses pemilihan istri?
 
Sebelum membahas pertanyaan panjenengan tersebut, marilah kita perhatikan terlebih dahulu uraian berikut ini:
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang yang paling beruntung itu adalah orang yang telah Allah anugerahkan kepadanya kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah (orang yang telah Allah anugerahkan kepadanya pemahaman yang mendalam tentang agama).
 
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُوْلُواْ الْأَلْبَابِ ﴿٢٦٩﴾
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu (yaitu kemampuan untuk memahami syariat Islam), maka ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan tidaklah mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. Al Baqarah. 269).
 
Sedangkan dalam sebuah hadits, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي الدِّيْنِ. (رواه البخارى و مسلم)
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti tentang agamanya (Allah akan memberikan kepadanya pemahaman tentang agama)”. (HR. Bukhari no. 6768 dan Muslim no. 1721).
 
Maka bersyukurlah bagi siapa saja yang telah Allah mudahkan untuk mendapatkannya (maka bersyukurlah bagi siapa saja yang telah Allah anugerahkan kemudahan baginya untuk memahami syariat Islam).
 
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٍ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا. (رواه البخارى و مسلم)
“Tidak boleh iri selain terhadap dua golongan: (1) orang yang dikaruniai harta yang melimpah oleh Allah SWT. kemudian dia membelanjakannya di jalan yang haq, (2) orang yang dikaruniai hikmah (ilmu Al Qur’an dan As Sunnah), kemudian dia menunaikannya (mengamalkannya), serta mengajarkannya”. (Muttafaqun ‘alaih).
 
Sedangkan orang yang telah Allah anugerahkan kepadanya kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah serta istiqomah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah pasti yang bersangkutan termasuk golongan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah.
 
... إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَـــٰـكُمْ ... ﴿١٣﴾
“... Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. ...”. (QS. Al Hujuraat. 13).
 
Dan yang bersangkutan adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah.
 
وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ وَإِلَى اللهِ عَـــٰـقِبَةُ الْأُمُورِ ﴿٢٢﴾
Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS. Luqman. 22).
 
Maka hendaknya bagi setiap muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah. Rasulullah-pun sangat menganjurkan untuk memilih istri yang baik agamanya.
 
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَعُبَيْدُ اللهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. (رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb], [Muhammad bin Al Mutsanna] dan ['Ubaidullah bin Sa'id] mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari ['Ubaidillah] telah mengabarkan kepadaku [Sa'id bin Abu Sa'id] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung”. (HR. Muslim, no. 2661).
 
Saudaraku,
Dari uraian di atas, nampak bahwa kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah (yaitu kemampuan untuk memahami syariat Islam) merupakan poin terpenting dalam memilih pasangan.
 
Maka pilihlah calon istri (calon pasangan hidup) yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena hal itu merupakan salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah Ta’ala.
 
و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَهُوَ يَخْطُبُ يَقُولُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَيُعْطِي اللهُ. (رواه مسلم)
13.97/1721. Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab ia berkata, telah menceritakan kepadaku Humaid bin Abdurrahman bin Auf ia berkata; saya mendengar Mu'awiyah bin Abu Sufyan yang sedang berkhutbah berkata; Sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka ia akan diberi pengetahuan yang mendalam mengenai agama. Sesungguhnya aku ini hanyalah yang membagi-bagi, sedangkan yang memberi ialah Allah”. (HR. Muslim).
 
√ Karena seorang calon isteri yang baik agamanya, maka dia akan bersedia ta'at kepada suaminya.
 
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّ ابْنَ قَارِظٍ أَخْبَرَهُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ishaq] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari ['Ubaidullah bin Abu Ja'far] bahwa [Ibnu Qarizh] mengabarinya dari [Abdurrahman bin Auf] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta'at kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; 'Masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan”. (HR. Ahmad, no. 1573).
 
Sebagai catatan, keta’atan istri kepada suami tersebut hanyalah dalam perkara yang makruf saja, karena tidak ada kewajiban untuk ta’at dalam rangka bermaksiat kepada Allah.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).
 
√ Karena seorang calon isteri yang baik agamanya, maka dia juga akan menjaga auratnya.
 
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـــٰــبِيبِهِنَّ ... ﴿٥٩﴾
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ...”. (QS. Al Ahzab. 59).
 
√ Karena seorang calon isteri yang baik agamanya, maka dia juga akan bertanggung-jawab terhadap rumah suaminya.
 
Dikisahkan oleh Abdullah bin ‘Umar dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

...، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، ... (رواه البخارى ومسلم)
..., Dan seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya, dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya, ...”. (HR. Al-Bukhari no. 4789 dan Muslim no. 3408).2)
 
√ Karena seorang calon isteri yang baik agamanya, apabila suaminya melihatnya maka ia akan menyenangkannya, dan apabila ia memerintahkannya maka diapun mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia akan menjaga amanahnya.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar radliallahu ‘anhu:
 
... أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ. (رواه ابو داود)
Maukah aku beritahukan simpanan paling baik yang disimpan oleh seseorang? Yaitu istri yang shalih yang apabila suaminya melihatnya maka ia akan menyenangkannya, dan apabila ia memerintahkannya, maka diapun mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia akan menjaga amanahnya”. (HR. Abu Dawud no. 1417).3)
 
Saudaraku,
Jika memang demikian faktanya, maka in sya Allah hal itu semua akan memudahkan terwujudnya sebuah keluarga Islami yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
 
وَمِنْ ءَايَـــٰــتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَاٰيَــــٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Sakinah
Yaitu perasaan nyaman, aman, damai, tentram atau tenang kepada yang dicintai.
 
... لِـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا ... ﴿٢١﴾
“..., supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Mawaddah
Mawaddah adalah perasaan kasih sayang, cinta yang membara, perasaan cinta yang menggebu (namun halal) pada pasangannya.
 
... وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Rahmah
Rahmah adalah kasih sayang dan kelembutan (perasaan saling simpati atau belas-kasihan)
 
... وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan }
 
NB.
1)  Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk jamak dari ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah terjadi pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ ) yang juga merupakan bentuk jamak dari ‘alim ( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia juga telah mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar mendengar kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama' yang kharismatik”. Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar kalimat berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘alim yang kharismatik”.
 
2)  Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 4789) dan Imam Muslim (hadits no. 3408) selengkapnya adalah sebagai berikut:
 
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الْإِمَامُ رَاعٍ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pimpinan negara adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang kepala rumah tangga adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya, dan akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang pembantu adalah yang bertanggung jawab tentang harta tuannya dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Maka masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang rakyatnya. (Muttafaqun ‘alaih).
 
3)  Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 1417) selengkapnya adalah sebagai berikut:

 

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى الْمُحَارِبِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا غَيْلَانُ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ {وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ} قَالَ كَبُرَ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَا أُفَرِّجُ عَنْكُمْ فَانْطَلَقَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللهِ إِنَّهُ كَبُرَ عَلَى أَصْحَابِكَ هَذِهِ الْآيَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لَمْ يَفْرِضْ الزَّكَاةَ إِلَّا لِيُطَيِّبَ مَا بَقِيَ مِنْ أَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا فَرَضَ الْمَوَارِيثَ لِتَكُونَ لِمَنْ بَعْدَكُمْ فَكَبَّرَ عُمَرُ ثُمَّ قَالَ لَهُ أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada Kami [Utsman bin Abu Syaibah], telah menceritakan kepada Kami [Yahya bin Ya'la Al Muharibi], telah menceritakan kepada Kami [ayahku], telah menceritakan kepada Kami [Ghailan] dari [Ja'far bin Iyas] dari [Mujahid] dari [Ibnu Abbas], ia berkata; tatkala turun ayat: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak… “. Maka hal tersebut terasa berat atas orang-orang muslim. Kemudian Umar radliallahu 'anhu berkata; aku akan melapangkan hal itu dari kalian. Kemudian ia pergi dan berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya ayat ini telah terasa berat atas orang-orang muslim. Kemudian Rasulullah shallla Allahu 'alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan zakat kecuali untuk mensucikan apa yang tersisa dari harta kalian, dan mewajibkan warisan untuk orang-orang yang kalian tinggalkan”. Maka Umar pun bertakbir, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Umar: “Maukah aku beritahukan simpanan paling baik yang disimpan oleh seseorang? Yaitu istri yang shalih yang apabila suaminya melihatnya maka ia akan menyenangkannya, dan apabilla ia memerintahkannya, maka diapun mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia akan menjaga amanahnya”. (HR. Abu Dawud no. 1417).
 

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞