بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Minggu, 05 Maret 2023

PENGHINA NABI PASTI BINASA

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa mereka orang-orang yang menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan binasa. Perhatikan peringatan keras dari Allah SWT. dalam surat Al Ahzaab ayat 57 berikut ini:
 
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا ﴿٥٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan mela`natinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (QS. Al Ahzaab. 57).
 
Tafsir Ibnu Katsir
 
Allah Subhanahu waTa'ala memperingatkan dan mengancam orang yang menyakiti Allah dengan menentang perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya serta tiada henti-hentinya melakukan hal tersebut, juga menyakiti Rasul-Nya dengan mencelanya atau merendahkan martabatnya. Na'uzu billahi min zalik.
 
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 57) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan para pembuat patung.
 
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah:
 
عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسيَّب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَقُولُ اللهُ، عَزَّ وَجَلَّ: يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ، يَسُبّ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ"
Dari Az-Zuhri, dari Sa'idibnul Musayyab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam pernah bersabda: Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: “Anak Adam menyakiti Aku; dia mencaci masa, padahal Akulah yang menciptakan masa. Aku bolak-balikkan malam dan siang harinya (secara silih berganti)”.
 
Makna yang dimaksud ialah bahwa dahulu orang-orang Jahiliah selalu mengatakan: “Celakalah masa itu, karena telah menimpakan kepada kami anu dan anu”. Mereka menyandarkan perbuatan-perbuatan Allah kepada masa dan mencacinya, padahal sesungguhnya yang melakukan semua itu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala Setelah Islam datang, maka tradisi tersebut dilarang. Demikianlah menurut apa yang telah ditetapkan oleh Imam Syafii Abu Ubaidah dan selain keduanya dari kalangan ulama.
 
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 57) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mendiskreditkan Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam karena mengawini Safiyyah binti Huyayin ibnu Akhtab.
 
Makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian yang umum mencakup semua orang yang menyakiti Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam dengan sesuatu hal. Dan barang siapa yang menyakiti Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam, berarti telah menyakiti Allah. Sebagaimana orang yang taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam, berarti taat kepada Allah SWT. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
 
حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عَبيدة بْنِ أَبِي رَائِطَةَ الْحَذَّاءِ التَّمِيمِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ [بْنِ زِيَادٍ] ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْمُغَفَّلِ الْمُزَنِيِّ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللهَ اللهَ فِي أَصْحَابِي، لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضا بَعْدِي، فَمِنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ، وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي، وَمِنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللهَ، وَمَنْ آذَى اللهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ".
Telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Ubaidah ibnu Abu Ra'itah Al-Hazza Al-Mujasyi'i, dari Abdur Rahman ibnu Ziad, dari Abdullah ibnulMugaffal Al-Muzani yang mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam pernah bersabda: “Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah sehubungan dengan sahabat-sahabatku; janganlah kamu jadikan mereka bahan celaan sesudahku. Barang siapa yang menyukai mereka, maka dengan tulus akupun mencintainya. Dan barang siapa yang membenci mereka, maka dengan murka akupun membencinya. Barang siapa yang menyakiti mereka, maka sungguh ia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah. Dan barang siapa yang menyakiti Allah, maka dalam waktu yang dekat Allah akan mengazabnya”.
 
Saudaraku,
Berdasarkan surat Al Ahzaab ayat 57 di atas, diperoleh penjelasan bahwa Allah pasti akan membinasakan mereka orang-orang yang menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan janji Allah adalah pasti, karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Menepati Janji. 
 
... وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ ...﴿١١١﴾
"... Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At Taubah. 111). 
 
Dan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6:  
 
... لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ ... ﴿٦﴾
"... Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, ...”. (QS. Ar Ruum. 6). 
 
Kecuali jika sebelum datang azab kepada mereka (orang-orang yang menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut), mereka bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat kepada-Nya, mereka bersegera kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, dan mereka juga bersegera untuk mengikuti dengan sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an).
 
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾ وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ ﴿٥٤﴾ وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ ﴿٥٥﴾
(53) ”Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (54).Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (55).Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, (QS. Az Zumar. 53 – 55).
 
Bahkan orang sekelas Fir’aun-pun, seandainya sebelum datang azab kepadanya dia bersegera datang kepada Allah untuk bertaubat kepada-Nya, maka Allah tetap akan mengampuni semua dosa-dosanya. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Yunus ayat 91 berikut ini (di sini saya kutibkan surat Yunus dari ayat 90 hingga ayat 91):
 
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ ءَامَنتُ أَنَّهُ لَا إِلَـــٰـهَ إِلَّا الَّذِي ءَامَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٩٠﴾ ءَآلْـئَـــٰنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ ﴿٩١﴾
(90) Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (91) Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Yunus. 90 – 91).
 
Maka belajarlah dari kisah Fir’aun, wahai para penghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (serta semua kita yang saat ini sedang bergelimang dalam dosa). 
 
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ ءَايَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ ءَايَــــٰــتِنَا لَغَـــٰــفِلُونَ ﴿٩٢﴾
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. Yunus. 92).
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 

Jumat, 03 Maret 2023

TANDA BAKTI KEPADA ORANG TUA YANG NON-MUSLIM

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang muallafah telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Jika kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim), lalu sebagai tanda bakti kita kepada orang-tua yang non-muslim bagaimana Pak Imron?”.
 
Saudaraku,
Benar bahwa kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim). Hal ini berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 113 berikut ini:
 
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَـــٰبُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam. (QS. At Taubah. 113).
 
Meskipun demikian, saudaraku tidak perlu berputus-asa. Karena hal ini bukan berarti tidak ada kesempatan bagi saudaraku untuk berbakti kepada kedua orang-tua yang non-muslim. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al ‘Ankabuut ayat 8 dan dalam surat Luqman ayat 15 berikut ini:
 
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَــبِّـئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al ‘Ankabuut. 8).
 
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَــــبِّــئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٥﴾
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman. 15).
 
Saudaraku,
Berdasarkan kedua ayat di atas, diperoleh penjelasan bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada keduanya/mempergauli keduanya di dunia ini dengan baik, sekalipun mereka berdua berbuat syirik serta memaksa kita untuk berbuat syirik (mempersekutukan Allah).
 
Hal ini menunjukkan bahwa tetap ada kesempatan bagi saudaraku untuk berbakti kepada keduanya sekalipun keduanya non-muslim.
 
Saudaraku tetap wajib untuk taat kepada keduanya orang tua meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib menghormati keduanya meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib untuk berbakti/mempergauli keduanya dengan baik meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib untuk memuliakan keduanya dan tidak menghinakan keduanya meskipun keduanya non-muslim, dst. Selama mereka berdua tidak menyuruh/tidak memaksa saudaraku untuk mempersekutukan Allah (sebagaimana penjelasan surat Al ‘Ankabuut ayat 8 serta surat Luqman ayat 15 diatas) serta tidak menyuruh/tidak memaksa saudaraku untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat lainnya karena tidak ada kewajiban untuk ta’at dalam rangka bermaksiat kepada Allah, karena ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
 
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ. (رواه البخارى)
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat”. (HR. Bukhari).
 
Contoh: keduanya menyuruh saudaraku untuk membelikan bakso kesukaannya, keduanya menyuruh saudaraku untuk membersihkan kamar mandi, keduanya meminta saudaraku untuk mengantarkannya ke dokter dikala sakit, dst. Maka terhadap perkara-perkara seperti ini, saudaraku wajib untuk taat/berbakti kepada keduanya sekalipun keduanya adalah non-muslim.
 
Saudaraku,
Perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua tersebut bahkan dipertegas lagi dalam beberapa ayat berikut ini:
 
قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿١٥١﴾
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, …” (QS. Al An’aam. 151).
 
... لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿٨٣﴾
“… Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, …” (QS. Al Baqarah. 83).
 
وَاعْبُدُواْ اللهَ وَلَا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿٣٦﴾
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, …” (QS. An Nisaa’. 36).
 
... أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ﴿١٤﴾
“… Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman. 14).
 
Saudaraku,
Jika kita perhatikan ke-4 ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa ke-4 ayat di atas telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, dimana perintah tersebut beriringan dengan perintah untuk beribadah/menyembah serta bersyukur hanya kepada-Nya. Hal ini menunjukkan, betapa berbakti kepada kedua orang tua itu benar-benar menduduki tempat yang sangat tinggi.
 
Terlebih lagi jika keduanya sudah memasuki usia lanjut. Terhadap keduanya, sekedar berkata “ah’ saja kita sudah dilarang, apalagi sampai membentak keduanya.
 
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُواْ إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا ﴿٢٣﴾
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al Israa’. 23).
 
Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa berbakti kepada kedua orang tua itu benar-benar merupakan hal yang teramat penting dan tidak boleh tidak (tidak boleh ditawar-tawar lagi) harus dilaksanakan dengan setulus hati demi mengharap keridhoan Allah. Demikianlah Allah telah mengingatkan kita secara berulang-ulang.
 
اللهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللهِ ذَٰلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن يُضْلِلْ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ ﴿٢٣﴾
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az Zumar: 23).
 
Lalu bagaimana jika keduanya sudah wafat?
 
Saudaraku,
Jika keduanya sudah wafat, saudaraku tidak perlu berputus asa. Karena saudaraku masih tetap mempunyai kesempatan untuk berbakti kepada keduanya, sebagaimana penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud serta Ibnu Majah berikut ini:
 
بَيْنَانَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَمَوْتِهِمَا؟ فَقَالَ نَعَمْ: اَلصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالْإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا (رواه ابو داود وابن ماجه)
Ketika kami duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salimah kemudian bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ada amal untuk berbakti kepada kedua ayah atau ibu sesudah wafat keduanya?”. Jawab Rasulullah: Ya!
(1) mendo’akan keduanya.
(2) dan meminta ampun untuk keduanya.
(3) dan memenuhi janji keduanya setelah keduanya meninggal dunia.
(4) menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin.
(5) dan memuliakan teman dekat keduanya. (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664).
 
Meskipun demikian, bagi siapa saja yang kedua orang-tuanya wafat dalam keadaan tidak beriman (non-muslim), kelima tanda bakti kepada kedua orang-tua yang telah wafat di atas tidak semuanya boleh dilakukan. Khususnya untuk point pertama dan kedua, yakni mendo’akan keduanya serta memohonkan ampun untuk keduanya, jelas hal ini tidak boleh dilakukan jika keduanya sudah wafat dalam keadaan tidak beriman. (Wallahu ta’ala a'lam).
 
Karena kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim). Hal ini berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 113, sebagaimana sudah kusampaikan pada bagian awal tulisan ini.
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 

Rabu, 01 Maret 2023

DO’A UNTUK IBUNDA YANG NON-MUSLIM

Assalamu’alaikum wr. wb.
 
Seorang muallafah telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Jika kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim), lalu sebagai tanda bakti kita kepada orang-tua yang non-muslim bagaimana Pak Imron?”.
 
Saudaraku,
Benar bahwa kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim). Hal ini berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 113 berikut ini:
 
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَـــٰبُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam. (QS. At Taubah. 113).
 
Meskipun demikian, saudaraku tidak perlu berputus-asa. Karena hal ini bukan berarti tidak ada kesempatan bagi saudaraku untuk berbakti kepada kedua orang-tua yang non-muslim. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al ‘Ankabuut ayat 8 dan dalam surat Luqman ayat 15 berikut ini:
 
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَــبِّـئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al ‘Ankabuut. 8).
 
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَــــبِّــئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٥﴾
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman. 15).
 
Saudaraku,
Berdasarkan kedua ayat di atas, diperoleh penjelasan bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada keduanya/mempergauli keduanya di dunia ini dengan baik, sekalipun mereka berdua berbuat syirik serta memaksa kita untuk berbuat syirik (mempersekutukan Allah).
 
Hal ini menunjukkan bahwa tetap ada kesempatan bagi saudaraku untuk berbakti kepada keduanya sekalipun keduanya non-muslim.
 
Saudaraku tetap wajib untuk taat kepada keduanya orang tua meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib menghormati keduanya meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib untuk berbakti/mempergauli keduanya dengan baik meskipun keduanya non-muslim, saudaraku tetap wajib untuk memuliakan keduanya dan tidak menghinakan keduanya meskipun keduanya non-muslim, dst. Selama mereka berdua tidak menyuruh/tidak memaksa saudaraku untuk mempersekutukan Allah (sebagaimana penjelasan surat Al ‘Ankabuut ayat 8 serta surat Luqman ayat 15 diatas) serta tidak menyuruh/tidak memaksa saudaraku untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat lainnya karena tidak ada kewajiban untuk ta’at dalam rangka bermaksiat kepada Allah, karena ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf.
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
 
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ. (رواه البخارى)
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat”. (HR. Bukhari).
 
Contoh: keduanya menyuruh saudaraku untuk membelikan bakso kesukaannya, keduanya menyuruh saudaraku untuk membersihkan kamar mandi, keduanya meminta saudaraku untuk mengantarkannya ke dokter dikala sakit, dst. Maka terhadap perkara-perkara seperti ini, saudaraku wajib untuk taat/berbakti kepada keduanya sekalipun keduanya adalah non-muslim.
 
Saudaraku,
Perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua tersebut bahkan dipertegas lagi dalam beberapa ayat berikut ini:
 
قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿١٥١﴾
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, …” (QS. Al An’aam. 151).
 
... لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿٨٣﴾
“… Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, …” (QS. Al Baqarah. 83).
 
وَاعْبُدُواْ اللهَ وَلَا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ... ﴿٣٦﴾
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, …” (QS. An Nisaa’. 36).
 
... أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ﴿١٤﴾
“… Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman. 14).
 
Saudaraku,
Jika kita perhatikan ke-4 ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa ke-4 ayat di atas telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, dimana perintah tersebut beriringan dengan perintah untuk beribadah/menyembah serta bersyukur hanya kepada-Nya. Hal ini menunjukkan, betapa berbakti kepada kedua orang tua itu benar-benar menduduki tempat yang sangat tinggi.
 
Terlebih lagi jika keduanya sudah memasuki usia lanjut. Terhadap keduanya, sekedar berkata “ah’ saja kita sudah dilarang, apalagi sampai membentak keduanya.
 
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُواْ إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا ﴿٢٣﴾
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al Israa’. 23).
 
Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa berbakti kepada kedua orang tua itu benar-benar merupakan hal yang teramat penting dan tidak boleh tidak (tidak boleh ditawar-tawar lagi) harus dilaksanakan dengan setulus hati demi mengharap keridhoan Allah. Demikianlah Allah telah mengingatkan kita secara berulang-ulang.
 
اللهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللهِ ذَٰلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن يُضْلِلْ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ ﴿٢٣﴾
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az Zumar: 23).
 
Lalu bagaimana jika keduanya sudah wafat?
 
Saudaraku,
Jika keduanya sudah wafat, saudaraku tidak perlu berputus asa. Karena saudaraku masih tetap mempunyai kesempatan untuk berbakti kepada keduanya, sebagaimana penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud serta Ibnu Majah berikut ini:
 
بَيْنَانَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَمَوْتِهِمَا؟ فَقَالَ نَعَمْ: اَلصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالْإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا (رواه ابو داود وابن ماجه)
Ketika kami duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salimah kemudian bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ada amal untuk berbakti kepada kedua ayah atau ibu sesudah wafat keduanya?”. Jawab Rasulullah: Ya!
(1) mendo’akan keduanya.
(2) dan meminta ampun untuk keduanya.
(3) dan memenuhi janji keduanya setelah keduanya meninggal dunia.
(4) menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin.
(5) dan memuliakan teman dekat keduanya. (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664).
 
Meskipun demikian, bagi siapa saja yang kedua orang-tuanya wafat dalam keadaan tidak beriman (non-muslim), kelima tanda bakti kepada kedua orang-tua yang telah wafat di atas tidak semuanya boleh dilakukan. Khususnya untuk point pertama dan kedua, yakni mendo’akan keduanya serta memohonkan ampun untuk keduanya, jelas hal ini tidak boleh dilakukan jika keduanya sudah wafat dalam keadaan tidak beriman. (Wallahu ta’ala a'lam).
 
Karena kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita (termasuk kepada kedua orang tua apabila keduanya non-muslim). Hal ini berdasarkan penjelasan Al Qur’an dalam surat At Taubah ayat 113, sebagaimana sudah kusampaikan pada bagian awal tulisan ini.
 
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
 
Semoga bermanfaat.
 

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞