Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah, telah diberi
kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh seorang sahabat.
Sahabat yang menyampaikan pertanyaan ini, dulunya non-muslim. Alhamdulillah,
beberapa tahun yang lalu beliau sudah masuk Islam sekeluarga bersama isteri dan
anak-anaknya. Saat ini, usia beliau sekitar 42 th. Kebetulan ada salah seorang
teman beliau yang belum lama menjadi muallaf, yang telah menitipkan beberapa
pertanyaan. Berikut ini pertanyaan tersebut serta bahasannya.
Seorang
sahabat telah menyampaikan pertanyaan sebagai berikut: “Pak Imron, ana ada
pertanyaan titipan dari seorang muallaf yang imannya sedang di uji. (1) Begitu
banyak agama & keyakinan di dunia & pastinya mereka meyakini bahwa
agama mereka benar. Bagaimana kita bisa tahu bila Islam adalah agama yang
benar? (2) Mengapa saya harus memilih Islam sebagai agama? (3) Apakah &
adakah jaminan dari Tuhan, bila beragama Islam pasti masuk surga berdasarkan
dari Al-Quran & Hadits?”.
Saudaraku,
Terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
Dari apa yang telah saudaraku
sampaikan, nampaknya saudara kita
tersebut
telah menanyakan beberapa hal:
1. Begitu
banyak agama & keyakinan di dunia & pastinya mereka meyakini bahwa
agama mereka benar. Bagaimana kita bisa tahu bila Islam adalah agama yang
benar?
Saudaraku,
Cara termudah untuk mengetahui apakah sebuah agama itu
benar atau tidak adalah dengan melihat kitab sucinya, karena dari kitab
sucinyalah pokok-pokok ajaran suatu agama bersumber.
Berikut ini syarat-syarat sebuah kitab dikatakan suci, sebagaimana yang
telah ditulis oleh salah seorang ustadz dalam salah satu buku karya beliau pada
halaman 45 – 46:
a. Harus benar-benar bersumber
dari Allah SWT.
b. Allah yang mewahyukan harus
bersifat Maha atas segala sesuatu.
c. Harus mempertahankan bahasa
aslinya ketika nabi itu menerima wahyu-Nya.
d. Penerima wahyu orangnya harus
jelas, benar-benar jujur dan berakhlak mulia.
e. Tidak boleh mengajarkan ajaran
yang kejam dan sadis.
f. Memberikan pelajaran dan
menunjuki manusia kepada jalan yang benar.
g. Ayat-ayatnya tidak boleh
bertentangan satu sama lainnya.
h. Berbicara tentang ilmu
pengetahuan harus bisa dibuktikan.
i. Harus sesuai dengan fitrah
manusia.
j. Kitab tersebut harus bisa
memberikan kesaksian bahwa dia diwahyukan oleh Allah SWT.
k. Tidak boleh melecehkan terhadap
nabi-nabi Allah.
l. Tidak membeberkan cara merayu
wanita dan pornografi secara vulgar.
m. Harus ada perkataan dari
Allah bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain diri-Nya.
n. Harus ada nama agama
yang berasal dari Tuhannya, bukan dari manusia.
o. Terjaganya seluruh
wahyu itu dengan hafalan para pemeluknya dari awal diwahyukan sampai kiamat.
Mari kita bahas secara lebih terperinci.
a. Harus benar-benar bersumber
dari Allah SWT.
√ Al Qur’an benar-benar datang dari Allah SWT.
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَـــٰـلَمِينَ ﴿١٩٢﴾
”Dan sesungguhnya Al Qur'an
ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam”, (QS. Asy Syu’araa’. 192).
وَمَا تَنَزَّلَتْ بِهِ الشَّيَـــٰطِينُ ﴿٢١٠﴾
”Dan Al Qur'an itu bukanlah
dibawa turun oleh syaitan-syaitan”. (QS. Asy Syu’araa’. 210).
قُلْ أَنزَلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٦﴾
”Katakanlah: "Al Qur'an
itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Furqaan. 6).
Oleh karena itu, janganlah kita
termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Karena jika sekiranya Al Qur’an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah kita akan mendapati adanya pertentangan yang banyak
di dalamnya.
الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُن مِّنَ الْمُمْتَرِينَ
﴿٦٠﴾
“(Apa yang telah Kami
ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu
janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu”. (QS. Ali
‘Imran. 60).
(Penjelasan lebih lengkap/lebih terperinci bisa dibaca
pada buku saya yang berjudul “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut
Al Qur’an dan Hadits”, Jilid 2 hlm. 1 – 7).
Dalam Islam, semua wahyu atau firman Allah dibukukan
dalam satu kitab yaitu Al Qur’an. Semua ucapan, tindakan, perbuatan dan aturan
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dibukukan
dalam suatu kitab tersendiri, yaitu Kitab Hadits. Dan perjalanan hidup beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam juga dibukukan dalam kitab yang lain, yaitu Kitab Sirah
Nabawiyah. Jadi jelas tidak bercampur antara firman Allah, sabda nabi-Nya,
maupun tulisan-tulisan/pernyataan-pernyataan dari para sahabat nabi-Nya.
√ Jika sebuah kitab ternyata kandungannya bercampur
antara wahyu Allah, sabda nabi-Nya, dari penulis Alkitab itu sendiri (baik yang
dikenal maupun yang tidak dikenal), maka kitab semacam itu akan lebih tepat
jika dikatakan sebagai kitab ilahi sekaligus kitab insani.
b. Allah yang mewahyukan harus
bersifat Maha atas segala sesuatu.
√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Ath Thalaaq
ayat 12 berikut ini:
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
﴿١٢﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu
pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).
Saudaraku,
Dari satu ayat ini saja jelas sekali terlihat betapa luar
biasa ilmu Allah. Betapa Maha Kuasa Dia terhadap segala sesuatu dan betapa
ilmu-Nya tidak terbatas, meliputi segala sesuatu.
√ Jika sebuah kitab menjelaskan bahwa Tuhan menyesal
karena telah melihat makhluk ciptaan-Nya (manusia) banyak berbuat kejahatan di
muka bumi ini sehingga hal itu telah memilukan hati-Nya, maka tentunya hal ini
benar-benar pelecehan terhadap kemahakuasaan Tuhan. Jika
penjelasan semacam ini ada dalam sebuah kitab, maka sungguh ironis sekali jika
Tuhan ditempatkan oleh penulis kitab tersebut sebagai perancang atau pencipta
yang keliru dan gagal. Apalagi jika dijelaskan pula bahwa penyesalan Tuhan
tersebut begitu mendalam hingga hati-Nya sangat pilu karena kegagalan yang
dibuatnya sendiri, tentunya hal ini benar-benar telah menempatkan Tuhan tidak
mempunyai sifat Maha atas segala sesuatu.
c. Harus mempertahankan bahasa
aslinya ketika nabi itu menerima wahyu-Nya.
√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam dua ayat berikut
ini:
إِنَّا أَنزَلْنَـــٰهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٢﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. (QS. Yusuf. 2).
إِنَّا جَعَلْنَــٰهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٣﴾
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya
kamu memahami-(nya)”. (QS. Az Zukhruf. 3).
Pada kedua ayat tersebut, Allah sendiri yang memberikan
kesaksian bahwa Al Qur’an itu Dia turunkan dalam Bahasa Arab. Dan terbukti
sejak dahulu hingga sekarang bahkan hingga hari kiamat nanti, Al Qur’an akan
tetap mempertahankan bahasa aslinya.
Al Qur’an walaupun sudah diterjemahkan dalam berbagai
bahasa, namun tetap didampingi dengan bahasa aslinya yaitu Bahasa Arab. Hal ini
bisa kita buktikan, bahwa kemanapun kita pergi di seluruh permukaan bumi ini,
pasti akan kita jumpai terjemahan Al Qur’an yang didampingi dengan Bahasa Arab.
√ Jika sebuah kitab sudah tidak bisa mempertahankan
bahasa aslinya sebab bahasa aslinya tersebut sudah tidak ada lagi, sedangkan
yang ada hanya salinan / terjemahannya dalam bahasa asing, maka akan sulit bagi
kitab tersebut untuk mempertahankan kesucian dan kemurniannya (dari campur
tangan manusia) karena sudah tidak ada lagi kitab dengan bahasa aslinya yang
dapat dijadikan sebagai standard untuk mengecek apabila terjadi kesalahan.
Makanya jangan heran jika kitab seperti itu dari waktu ke
waktu akan selalu mengalami perubahan, karena sudah tidak ada lagi kitab dengan
bahasa aslinya yang dapat dijadikan sebagai standard untuk mengecek apabila
terjadi kesalahan.
d. Penerima wahyu orangnya harus
jelas, benar-benar jujur dan berakhlak mulia.
√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 23 berikut ini:
وَإِن كُنتُمْ
فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ
مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صَـــٰـدِقِينَ ﴿٢٣﴾
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Al
Baqarah. 23).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Al Qur'an telah Allah wahyukan kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah seorang nabi yang jujur dan berakhlak mulia, sebagaimana
penjelasan Al Qur’an dalam surat An Najm ayat 1 – 6 berikut ini:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ ﴿١﴾ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ ﴿٢﴾ وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾ عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ ﴿٥﴾ ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ ﴿٦﴾
(1) “Demi bintang ketika terbenam”, (2) “ kawanmu
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru”, (3) “dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya”. (4) “Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”, (5) “yang diajarkan kepadanya
oleh (Jibril) yang sangat kuat”, (6) “Yang mempunyai akal yang cerdas; dan
(Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli”. (QS. An Najm. 1 – 6).
√ Jika sebuah kitab sumbernya dari banyak pihak dan
ditulis oleh banyak orang yang sebagian diantaranya tidak dikenal, apalagi jika
sebagian penulisnya diketahui berakhlak buruk, sedangkan kitab tersebut terdiri
dari beberapa versi yang mana antara versi yang satu dengan yang lain jumlah
kitab/pasal/ayatnya tidak sama, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini
kebenarannya karena pasti akan banyak dijumpai banyak pertentangan antar ayat
di dalamnya.
e. Tidak boleh mengajarkan ajaran
yang kejam dan sadis.
√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 190 berikut ini:
وَقَـــٰــتِلُواْ فِي
سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَـــٰــتِلُونَكُمْ وَلَا
تَعْتَدُواْ إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿١٩٠﴾
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al Baqarah. 190).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memang menyuruh
untuk memerangi orang-orang yang memerangi umat Islam, namun Allah telah
melarang umat Islam untuk melakukannya dengan melampaui batas. Karena diperangi
tentu harus dilawan, namun tetap dalam
batas-batas tertentu yang tidak berlebihan.
√ Jika sebuah kitab telah menjelaskan bahwa Tuhan sendiri
telah memerintahkan untuk menumpas tanpa belas kasihan terhadap perempuan dan
anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusupun disuruh bunuh oleh Tuhan tanpa
belas kasihan, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini bahwa apa yang
tertulis dalam kitab tersebut adalah benar-benar wahyu Tuhan. Apakah salah dan
dosa anak-anak yang menyusu? Mengapa Tuhan menyuruh membunuh mereka tanpa belas
kasihan?
f. Memberikan pelajaran dan
menunjuki manusia kepada jalan yang benar.
√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 222 berikut ini:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ ﴿٢٢٢﴾
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al Baqarah. 222).
Ayat Al Qur’an tersebut dengan jelas memberi tuntunan dan
mengajari agar hidup bersih dan menjauhkan dari kotoran. Darah haid saja
dianggap kotoran oleh Allah, apalagi kotoran manusia.
√ Jika sebuah kitab telah menjelaskan bahwa Tuhan telah
mengajarkan cara-cara yang jorok,
seperti memerintahkan untuk memakan roti yang mana roti tersebut harus dibakar
di atas kotoran manusia yang sudah kering atau mengijinkan untuk memakan
kotoran lembu sebagai ganti kotoran manusia, tentunya akan sulit bagi kita
untuk meyakini bahwa apa yang tertulis dalam kitab tersebut adalah benar-benar
wahyu Tuhan.
g. Ayat-ayatnya tidak boleh
bertentangan satu sama lainnya.
√ Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 82 berikut ini:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ
غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلَـــٰـفًا كَثِيرًا ﴿٨٢﴾
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau
kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. An Nisaa’. 82).
Pertanyaan: mengapa dalam Al Qur’an tidak kita jumpai
adanya pertentangan antar ayat di dalamnya? Jawabannya adalah karena sumber Al
Qur’an hanya satu yaitu dari Allah SWT. dan hanya diwahyukan kepada seorang
saja, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
√ Jika sebuah kitab sumbernya dari banyak pihak dan
ditulis oleh banyak orang yang sebagian diantaranya tidak dikenal, apalagi jika
sebagian penulisnya diketahui berakhlak buruk, sedangkan kitab tersebut terdiri
dari beberapa versi yang mana antara versi yang satu dengan yang lain jumlah
kitab/pasal/ayatnya tidak sama, tentunya akan sulit bagi kita untuk meyakini
kebenarannya karena pasti akan banyak dijumpai banyak pertentangan antar ayat
di dalamnya.
Semoga bermanfaat.
{Bersambung; tulisan ke-1 dari 2 tulisan}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar