Seorang akhwat telah mengirim pesan sebagai berikut: “Membaca komunikasi antara Pak Imron dengan Pak Fulan* (yang non-muslim), saya menjadi semakin terbuka mata hati saya, betapa Allah begitu sayang kepada kita. Tetapi disisi lain saya menjadi begitu sedih, mengapa "seolah-olah" Allah SWT. tidak memberi kesempatan kepada orang sebaik beliau untuk diberi hidayah. Saya masih belum bisa melihat hikmah di balik peristiwa ini, apa maksud Allah SWT. memperlihatkan hal seperti ini kepada saya. Jika memang Allah SWT. itu sayang kepada umatnya, mengapa orang sebaik Pak Fulan tidak diberi hidayah bahkan sampai pada akhir hayatnya?”.
-----
Saudaraku…,
Sebelumnya aku ingin menyampaikan pesan, bahwa ketika saudaraku belajar agama, sebaiknya janganlah belajar agama berdasarkan persepsi sendiri. Ini sangat berbahaya, Bu! Akan lebih baik jika mencari guru agama, yang dikenal baik, diterima oleh masyarakat setempat sebagai guru agama atau ‘alim / ‘ulama' yang baik / terhormat (‘alim = orang yang berilmu/bentuk tunggal/singular atau ‘ulama'/bentuk jamak/plural), dan bisa membina kita dengan cara yang baik pula.
Seseorang yang belajar tidak kepada guru tapi belajar sendiri dengan membaca buku atau artikel-artikel di internet saja, maka dia tidak akan mengetahui apakah dia telah salah dalam memahami suatu ilmu atau tidak, karena buku / artikel-artikel di internet tidak bisa menegurnya jika dia telah salah dalam memahami suatu ilmu. Sedangkan apabila seseorang belajar pada guru, maka sang guru bisa menegurnya jika dia salah.
Demikian juga halnya jika dia tak faham, seseorang yang belajar pada guru, maka dia juga bisa bertanya kepada sang guru. Sebaliknya, jika seseorang yang belajar tidak kepada guru melainkan hanya kepada buku / artikel-artikel di internet saja, jika dia tak faham, maka dia hanya terikat dengan pemahamannya sendiri (dengan akal pikirannya sendiri). Na’udzubillahi mindzalika!.
Hal ini bukan berarti kita tidak boleh membaca buku / artikel-artikel yang ada di internet. Semuanya boleh-boleh saja, namun kita harus mempunyai guru yang kepadanya kita bisa bertanya jika kita mendapatkan masalah.
Sedangkan terkait dengan pesan yang saudaraku sampaikan di atas, aku melihat bahwa seolah saudaraku telah mempertanyakan tentang keadilan Allah (maaf jika aku telah salah dalam memahami pesan saudaraku di atas). Padahal Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Asy Syuura ayat 17 yang artinya adalah sebagai berikut: ”Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan)...” (QS. Asy Syuura. 17).
Oleh karena itu, bersegeralah saudaraku kepada ampunan dari Allah SWT.
-----
Untuk membahas pesan yang saudaraku sampaikan di atas, marilah kita perhatikan uraian berikut ini:
Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Al Qur'an itu adalah sebagai petunjuk bagi manusia (serta penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu) dan pembeda antara yang hak dan yang bathil. Sesungguhnya diturunkannya Al Qur’an itu, supaya kita dapat memberi peringatan kepada orang kafir, dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, karena Al Qur'an itu benar-benar diturunkan dari Allah, Tuhan semesta alam”.
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)...”. (QS. Al Baqarah: 185).
"Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al A’raaf. 2).
"Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya: Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Qur’an itu pula.
Saudaraku…,
Ketahuilah pula, bahwa sesungguhnya Kitab Suci Al Qur'an itu adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia. Nah, karena pokok-pokok ajaran Islam ada di dalamnya (Al Qur'an), sedangkan Al Qur'an itu sendiri merupakan Kitab Suci yang sempurna, maka dari sini dapat kita simpulkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna pula, dimana semua problematika kehidupan ini telah diatur di dalamnya.
"(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).
Hal ini jelas berbeda dengan agama lain. Karena begitu banyak problematika kehidupan yang tidak diatur / tidak ada tuntunan / tidak ada penjelasan di dalam kitab sucinya, maka pada umumnya pemuka-pemuka agama lain lebih sering menggunakan logikanya sendiri untuk menjelaskan berbagai problematika kehidupan ini, tanpa bisa menunjukkan rujukannya di dalam kitab sucinya. Dan sesungguhnya hal ini adalah benar-benar merupakan penjelasan yang sangat lemah!!! Karena pada dasarnya pengetahuan manusia itu sangatlah terbatas. “... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Saudaraku…,
Dengan kesempurnaan yang ada dalam agama Islam (yang mana hal ini tidak akan pernah kita temukan pada agama yang lain), maka sebenarnya telah jelas-lah jalan yang benar daripada jalan yang sesat. “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...”. (QS. Al Baqarah: 256).
Nah, karena sebenarnya telah jelas antara jalan yang benar daripada jalan yang sesat, maka barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut** dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut* dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 256).
Sebaliknya, barangsiapa yang ingkar kepada Allah dan lebih percaya kepada Thaghut, maka dia akan binasa dengan kebinasaan yang abadi dan disiksa dengan siksaan untuk selama-lamanya.
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Saudaraku…,
Dari uraian di atas, nampaklah bahwa setelah Allah menurunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil, sedangkan Al Qur'an itu juga merupakan penjelasan yang sempurna bagi manusia sehingga telah jelaslah jalan yang benar daripada jalan yang sesat, maka keputusan sepenuhnya ada pada manusia sendiri. Apakah dia akan memilih jalan yang lurus, atau malah sebaliknya. Jadi sama sekali tidak ada paksaan.
Sehingga akan mudah dipahami bahwa jika seseorang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dirinya sendiri. Sebaliknya, barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri.
"Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng`azab sebelum Kami mengutus seorang rasul”. (QS. Al Israa’. 15).
Bisa dibayangkan, seandainya Allah telah memaksa seseorang untuk tidak beriman kepada-Nya, kemudian pada akhirnya Allah menghukumnya pula di neraka nantinya, maka tentulah Allah benar-benar tidak adil dalam hal ini. (Subhanallah, Maha Suci Allah dari sifat yang demikian).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Akhir kata, mohon maaf atas keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada alim ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Pak Fulan pada tulisan di atas adalah nama samaran / bukan nama sebenarnya.
**) Yang dimaksud dengan Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah SWT.
***) Ada baiknya jika dibaca artikel terkait, yaitu artikel yang berjudul: ”Kesucian dan Kemurnian Al Qur’an” serta “Diskusi Tentang Kesempurnaan Agama Islam” (silahkan klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2010_11_01_archive.html dan di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2011/02/diskusi-tentang-kesempurnaan-agama.html)