Assalamu’alaikum
wr. wb.
Berikut ini lanjutan dari
artikel: “Apakah
Nabi-Nabi
Yang
Terdahulu Itu Kafir Karena Agama Islam Belum Ada?
(I)”:
2. Apakah Allah bisa salah dalam
menurunkan kitab dan utusan-Nya?
Ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah telah menjelaskan dalam Al Qur'an surat Thaahaa
ayat 8 serta surat Al Hasyr ayat 24, bahwa Dia mempunyai nama-nama yang paling baik (asma’ul
husna =الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ).
اللهُ لَا إِلَـــٰــهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ﴿٨﴾
Dialah Allah, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaa’ul husna
(nama-nama yang baik). (QS. Thaahaa. 8)
هُوَ اللهُ الْخَــــٰـلِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ ﴿٢٤﴾
”Dia-lah Allah Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama
Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan
Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Hasyr. 24).
Dan salah satu dari Asma’ul
Husna tersebut adalah Al Haq (الحق ) artinya: Yang Maha Benar. Allah itu Maha Benar,
firman-Nya benar, perbuatan-Nya benar, kitab-kitab-Nya benar, agama-Nya benar
dan segala sesuatu yang bersandar kepada-Nya juga benar.
ذَٰلِكَ بِأَنَّ
اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي
الْمَوْتَىٰ وَأَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
﴿٦﴾
Yang demikian itu, karena
sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan
sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala suatu, (QS. Al Hajj. 6)
فَذَٰلِكُمُ اللهُ
رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا
الضَّلَـــٰــلُ فَأَنَّىٰ تُصْرَفُونَ ﴿٣٢﴾
Maka itulah Allah Tuhan kamu
yang haq; maka tidak ada sesudah kebenaran itu,
melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS.
Yunus. 32)
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللهَ
هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ
هُوَ الْبَـــٰطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ ﴿٦٢﴾
(Kuasa Allah) yang demikian
itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain
Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Besar. (QS. Al Hajj. 62)
Dan karena Allah itu Maha
benar, firman-Nya benar, perbuatan-Nya benar, kitab-kitab-Nya benar, agama-Nya
benar dan segala sesuatu yang bersandar kepada-Nya juga benar, maka itu artinya
Allah tidak mungkin salah dalam menurunkan kitab dan utusan-Nya.
3. Apakah
kitab-kitab-Nya tidak kekal dan tidak sempurna?
Setiap kali seorang nabi wafat
(atau dibunuh kaumnya), ajaran yang dibawanya dari waktu ke waktu selalu
mengalami pelunturan, dari yang paling sederhana hingga yang paling parah. Seringkali
para nabi dan orang shalih yang awalnya dihormati, kemudian malah dijadikan
sesembahan selain Allah SWT.
Setiap kali ajaran nabi
terdahulu mengalami penyimpangan berat, Allah mengutus nabi berikutnya untuk
meluruskannya kembali. Dan begitu Allah telah mengutus nabi berikutnya, maka
ajaran yang dibawa nabi sebelumnya yang sudah mengalami penyimpangan berat
tersebut, tidak berlaku lagi. Semua kaum yang pernah diturunkan kepada mereka
syariat (ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan) sebelumnya yang sudah mengalami
penyimpangan berat tersebut, diwajibkan untuk meninggalkannya dan berpindah
masuk ke dalam syariat terbaru.
Berhala-berhala
di masa Nabi Nuh,
tidak lain asalnya adalah dari
patung-patung orang shalih di zamannya. Namun seiring dengan berjalannya waktu,
aqidah (keyakinan)
umat Nabi Nuh sedikit demi sedikit mulai mengalami penyimpangan hingga
akhirnya terjadi
penyimpangan berat sampai menyembah patung-patung orang shalih
tersebut.
قَالَ نُوحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَن
لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا ﴿٢١﴾ وَمَكَرُوا مَكْرًا
كُبَّارًا ﴿٢٢﴾ وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ ءَالـِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا
وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا ﴿٢٣﴾
(21) Nuh berkata: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan telah mengikuti
orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan
kerugian belaka, (22) dan melakukan tipu-daya yang amat besar". (23) Dan
mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
Wadd, dan jangan pula Suwaa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr". (QS. Nuh. 21 – 23)
Ibnu
Abbas r.a. menjelaskan:
أَسْمَاءُ
رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى
قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِى كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا
، وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا
فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ. (رواه البخارى)
Mereka
adalah nama-nama orang-orang
soleh di kalangan kaumnya Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan
kaumnya untuk membuat prasasti di tempat-tempat peribadatan orang soleh itu.
Dan memberi nama prasasti itu sesuai nama orang soleh tersebut. Merekapun
melakukannya. Namun prasasti itu tidak disembah. Ketika generasi (pembuat
prasasti) ini meninggal, dan pengetahuan tentang prasasti ini mulai kabur,
akhirnya prasasti ini disembah. (HR. Bukhari).
Ketika Nabi Isa diangkat,
awalnya belum ada orang yang menyatakan beliau sebagai Tuhan (baca Al Qur’an
surat Maryam ayat 30 serta surat Az Zukhruf ayat 59 di bawah ini). Namun dengan
seiring berjalannya waktu, aqidah umat Nabi Isa sedikit demi sedikit mulai
mengalami penyimpangan hingga akhirnya terjadi penyimpangan berat sampai menjadikan
beliau Tuhan (baca surat An Nisaa’ ayat 171 di bawah
ini).
قَالَ
إِنِّي عَبْدُ اللهِ ءَاتَـــٰنِيَ الْكِتَـــٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا ﴿٣٠﴾
Berkata
Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan
Dia menjadikan aku seorang nabi”. (QS. Maryam. 30)
إِنْ
هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَـــٰـهُ مَثَلًا لِّبَنِي
إِسْرَائِيلَ ﴿٥٩﴾
“Isa
tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya ni`mat (kenabian)
dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil”. (QS.
Az Zukhruf. 59).
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ وَلَا
تَقُولُواْ عَلَى اللهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ
رَسُولُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ فَئَامِنُواْ بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُواْ
ثَلَاثَةٌ اِنتَهُواْ خَيْرًا لَّكُمْ إِنَّمَا اللهُ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَن يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَفَىٰ بِاللهِ وَكِيلًا
﴿١٧١﴾
”Wahai Ahli Kitab, janganlah
kamu melampaui batas dalam agamamu7, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al
Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan)
kalimat-Nya8 yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan)
roh dari-Nya9. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya
dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan
itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara”. (QS. An Nisaa’ ayat 171).
7) Maksudnya:
Janganlah kamu mengatakan Nabi ’Isa itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh
orang-orang Nasrani.
8) Maksudnya:
Membenarkan kedatangan seorang nabi yang diciptakan dengan kalimat ”kun”
(jadilah) tanpa bapak, yaitu Nabi ’Isa AS.
9) Disebut
tiupan dari Allah karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.
Nah, jika masalah aqidah
(keyakinan) yang
paling esensial sampai mengalami deviasi yang parah, apatah lagi masalah detail
teknis syar’iah, tentunya jauh mengalami penyimpangan
luar biasa.
Al Qur’an banyak mengupas
tentang adanya penyimpangan-penyimpangan
tersebut. Salah satu ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang penyimpangan-penyimpangan
tersebut adalah surat An Nisaa’ ayat 171 di atas.
Nah, karena ajaran-ajaran umat
terdahulu mengalami penyimpangan, maka
hanya satu penjelasan yang bisa diterima, yaitu sumber dari keyakinan tersebut
(yaitu kitab suci-nya) juga terdapat penyimpangan/kesalahan.
Dan penyimpangan-penyimpangan/kesalahan-kesalahan ini tidak mungkin terjadi jika kitab
suci - kitab suci terdahulu masih
terjamin kesucian dan kemurniannya dari campur tangan manusia.
Surat Al Maa-idah ayat 41
serta surat Ali ‘Imraan ayat 78 berikut ini memberi
penjelasan tentang kitab suci - kitab suci terdahulu yang
sudah tidak lagi terjamin kesucian dan kemurniannya dari campur tangan
manusia:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنكَ الَّذِينَ
يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُواْ آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ
وَلَمْ تُؤْمِن قُلُوبُهُمْ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُواْ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ
سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِن بَعْدِ
مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَـٰذَا فَخُذُوهُ وَإِن لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُواْ وَمَن يُرِدِ اللهُ
فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللهِ شَيْئًا أُوْلَـٰــئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي
الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿٤١﴾
”Hai Rasul, janganlah
hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan)
kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:
"Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga)
di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar
(berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain
yang belum pernah datang kepadamu; mereka merubah10 perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka
mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh mereka)
kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka
hati-hatilah" Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka
sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada
Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar”. (QS. Al Maa-idah. 41).
10) Maksudnya:
mengubah arti kata-kata, tempat, atau menambah dan mengurangi.
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُم
بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ
وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ اللهِ وَيَقُولُونَ
عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿٧٨﴾
“Sesungguhnya di antara
mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu
menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al
Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi
Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap
Allah, sedang mereka mengetahui”. (QS. Ali ‘Imraan 78)
Berbeda dengan ajaran yang
dibawa oleh nabi-nabi terdahulu yang dengan berjalannya waktu selalu mengalami
penyimpangan dari yang paling sederhana hingga yang paling parah sehingga Allah
mengutus nabi berikutnya untuk meluruskannya kembali, ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. telah Allah jaga kesucian dan kemurniannya dari campur
tangan manusia hingga hari akhir nantinya karena Nabi Muhammad adalah nabi
terakhir dari seluruh nabi.
Tidak ada lagi nabi setelah
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga
hari kiamat, karena Nabi Muhammad adalah penutup para nabi (Nabi
Muhammad adalah nabi yang terakhir). Demikian penjelasan Allah dalam Al Qur’an
surat Al Ahzaab ayat 40:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ
وَلَـــٰــكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمًا ﴿٤٠﴾
“Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”. (QS. Al Ahzaab. 40).
Karena Nabi
Muhammad adalah nabi yang terakhir, maka sudah tidak ada lagi kitab suci
setelah kitab suci Al Qur'an hingga hari kiamat. Sedangkan
yang dimaksud dengan kitab suci itu adalah sebuah kitab yang di dalamnya
berisi firman-firman Allah yang diwahyukan hanya kepada para Nabi/Rasul-Nya
saja. Artinya tidak ada seorangpun yang bisa menerima wahyu
dari-Nya, kecuali para Nabi/Rasul-Nya.
Nah, karena sudah tidak ada
lagi nabi setelah Nabi Muhammad hingga hari kiamat nanti (sebagaimana
penjelasan Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 40 di atas), maka hal ini sekaligus
juga menunjukkan bahwa Al Qur'an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan ke
muka bumi ini hingga akhir zaman.
Berbeda dengan kitab suci –
kitab suci terdahulu, Al Qur'an sebagai kitab suci terakhir, Allah yang berjanji
untuk memeliharanya sehingga tetap terjaga kesucian dan kemurniannya dari
campur tangan manusia hingga hari akhir nantinya.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَـــٰــفِظُونَ ﴿٩﴾
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya11.”
(QS. Al Hijr. 9).
11) Ayat
ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Qur’an untuk
selama-lamanya.
Lebih dari itu, karena Nabi
Muhammad adalah nabi yang terakhir, maka sudah tidak ada lagi nabi berikutnya yang diutus
Allah untuk meluruskan/merevisi Al Qur’an karena Al Qur’an memang sudah dijaga oleh Allah sehingga mustahil akan
terjadi penyimpangan-penyimpangan sebagaimana kitab suci – kitab suci
terdahulu. Penjelasan selengkapnya, bisa dibaca pada artikel yang telah kutulis
dengan judul: “Benarkah Al Qur’an Itu Perlu Direvisi?” (silakan klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.co.id/2015/06/benarkah-al-quran-itu-perlu-direvisi.html )
{ Bersambung; tulisan ke-2
dari 3 tulisan }