Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (teman kuliah
di ITS) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:
Pak Imron,
mau tanya perihal waris lagi, nggih. Seandainya masing-masing ahli waris atau anak ahli waris yang
berhak sudah
tahu bagian masing-masing, namun mengingat sulitnya
menjual harta warisan (rumah),
bagaimana kalau
harta warisan tersebut dibagi
secara kekeluargaan saja?
Sebagaimana
sudah aku sampaikan sebelumnya, bahwa orangtua kami mempunyai 4 orang anak yang
terdiri dari 3 anak perempuan dan satu anak laki-laki.
Anak pertama
(perempuan/almh) sudah dapat hibah sebuah rumah dari orang tua, anak kedua (perempuan/almh)
juga sudah dapat hibah sebuah rumah dari orang tua, anak ketiga (perempuan) belum
dapat hibah rumah dari orang tua, dan anak keempat (laki-laki) sudah dapat hibah
sebuah rumah (dibeli dari harta warisan ayah). Sedangkan harta
warisan yang ditinggalkan orangtua adalah: satu rumah
pembelian ayah, satu rumah
pembelian ibu serta satu rumah warisan dari orang-tuanya
ibu.
Jadi katakanlah anak
ketiga yang belum
dapat hibah rumah dari orang tua diberi jatah rumah
pembelian ibu, anak laki-laki
karena baru dapat
1 rumah maka diberi jatah (ditambahi)
rumah
pembelian ayah. Sehingga yang dijual hanya rumah
warisan dari orang-tuanya ibu (dibagi masing-masing 1 bagian untuk ketiga anak perempuan dan 2 bagian untuk anak laki-laki),
meskipun sebenarnya anak pertama dan anak kedua tidak
dapat warisan karena
mereka meninggal lebih dulu dari pada ibu.
Apakah pembagian
harta warisan seperti itu diperbolehkan (semua
ahli waris sudah
mengetahui bagiannya tetapi penyelesaiannya saling
legowo)?
Tangapan
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa hukum hibah itu sangat berbeda dengan
hukum waris. Jadi jangan saudaraku campur-adukkan antara keduanya.
Sedangkan terkait pemikiran saudaraku yang merasa
keberatan untuk membagi harta warisan sesuai dengan ketetapan Allah dan
Rasul-Nya dengan alasan karena saudaraku merasa kesulitan untuk menjual harta warisan yang berupa rumah, sehingga saudaraku lebih
memilih untuk membagi harta warisan tersebut secara kekeluargaan (dengan
meninggalkan ketetapan Allah dan Rasul-Nya), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 51 serta surat Al
Ahzaab ayat 36:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى
اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُوْلَـــٰــئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan: "Kami mendengar dan kami
patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An
Nuur. 51)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَــٰــلًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzaab. 36)
Saudaraku,
Berdasarkan
penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 51 serta surat Al Ahzaab ayat 36 di
atas, sebagai muslim yang baik, maka tidak ada pilihan lain
bagi saudaraku (beserta ahli waris lainnya) kecuali menerima dengan
sepenuhnya apapun yang datang dari Allah dan Rasul-Nya dan akan melaksanakannya
apa adanya tanpa adanya tawar-menawar sedikitpun.
Saudaraku,
Sesungguhnya Allah
telah menjadikan kita berada di atas suatu syariat/peraturan dari urusan/agama
yang lurus. Maka ikutilah syariat itu semuanya (tanpa terkecuali) dan janganlah
saudaraku
mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
ثُمَّ جَعَلْنَـــٰـكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨﴾
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”. (QS. Al Jaatsiyah. 18).
Saudaraku,
Ambillah
seluruh hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya tanpa
terkecuali, baik yang kita senangi maupun yang tidak kita senangi. Ikutilah syariat
itu semuanya (tanpa terkecuali) dan janganlah kita mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.
Kita tidak
boleh mengambil sebagian saja hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah,
yaitu hukum-hukum yang kita senangi saja (apapun alasannya). Sementara
hukum-hukum yang lain yang tidak kita senangi kita buang begitu saja (apapun alasannya).
Karena Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 208 berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ
ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah. 208).
Jika saudaraku
mengambil sebagian hukum-hukum Allah dan membuang sebagian yang lainnya (apapun alasannya),
maka tanpa saudaraku sadari, saudaraku
telah memperturutkan langkah-langkah syaitan. Padahal, sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagi kita. Na’udzubillahi mindzalika!
...
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَن
يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا
اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ﴿٨٥﴾
“... Apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang
lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”.
(QS. Al Baqarah. 85).
Terlebih
lagi jika menyangkut masalah pembagian harta warisan. Terkait hal ini, Allah
telah memberikan peringatan yang sangat keras (agar kita berhati-hati terhadap hukum-hukum/ketentuan-ketentuan dari Allah Ta’ala). Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ ayat 13 – 14:
تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ
يُدْخِلْهُ جَنَّــــٰتٍ تَجْرِي مِن
تَحْتِهَا الْأَنْهَــٰــرُ خَــٰــلِدِينَ فِيهَا وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٣﴾ وَمَن يَعْصِ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَــٰــلِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ ﴿١٤﴾
(13) (Hukum-hukum tersebut) itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang
besar. (14) Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS.
An Nisaa’. 13 – 14).
Saudaraku mengatakan bahwa semua
ahli waris sudah
mengetahui bagiannya tetapi semua ahli waris saling legowo dengan penyelesaian secara
kekeluargaan.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang terkait
pelaksanaan syariat Islam itu tidak boleh berdasarkan saling legowo, namun harus berdasarkan keridho-an Allah, yaitu berdasarkan
peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah (melalui Al Qur’an) serta Rasul-Nya
(melalui Hadits).
ثُمَّ جَعَلْنَـــٰـكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨﴾
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”. (QS. Al Jaatsiyah. 18).
Oleh karena itu, tetaplah membagi harta waris
sesuai dengan ketentuan-Nya, (dimana rincian pembagiannya sudah aku jelaskan
dengan sangat mendetail pada artikel sebelumnya) dan jangan mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Saudaraku,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut kehendak-Nya. Dan
tidak ada satu pihakpun yang dapat menolak ketetapan-Nya. Demikian penjelasan
Allah dalam Al Qur'an surat
Ar Ra’d ayat 41:
أَوَلَمْ يَرَوْاْ أَنَّا نَأْتِي
الأَرْضَ نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ
وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿٤١﴾
“Dan apakah
mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah
(orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit)
dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum
(menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah
Yang Maha cepat hisab-Nya”. (QS. Ar Ra’d. 41).
Saudaraku mengatakan bahwa yang menjadi sebab
saudaraku (beserta ahli waris lainnya) merasa keberatan untuk membagi harta warisan sesuai
dengan ketetapan Allah dan Rasul-Nya adalah karena saudaraku merasa kesulitan
untuk menjual harta warisan yang berupa rumah. Dengan membagi
harta warisan secara kekeluargaan, maka segalanya menjadi lebih mudah karena
dari 3 rumah tersebut, cukup dijual salah satunya saja.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa membagi harta warisan itu
tidak harus dengan menjual semua harta warisan tersebut. Untuk
lebih jelasnya, berikut ini saya beri permisalan tentang nilai/harga dari harta
warisan tersebut beserta hak waris dari masing-masing ahli waris setelah
dilakukan pembagian harta warisan sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Misal rumah pertama harganya Rp 250 juta, rumah kedua
harganya Rp 500 juta, dan rumah ketiga harganya Rp 450 juta, total harta
warisan adalah Rp 1.200 juta.
Kemudian berdasarkan pembagian harta warisan sesuai
dengan syariat Islam (misal: ahli warisnya
ada 5 orang), ahli waris pertama mendapatkan hak
waris senilai Rp 300 juta, ahli waris kedua mendapatkan hak waris senilai Rp
400 juta, ahli waris ketiga mendapatkan hak waris senilai Rp 200 juta, ahli
waris keempat mendapatkan hak waris senilai Rp 200 juta, ahli waris kelima mendapatkan
hak waris senilai Rp 100 juta,
Selanjutnya semua ahli waris sepakat untuk memberikan
rumah pertama kepada ahli waris pertama dan memberikan rumah kedua kepada ahli
waris kedua dan menjual rumah ketiga.
Maka dalam
hal ini ahli waris pertama berhak untuk meminta kekurangan
sebesar Rp 50 juta (karena hak warisnya Rp 300 juta
namun baru mendapatkan rumah senilai Rp 250 juta). Sedangkan ahli waris kedua
harus mengembalikan kelebihan senilai Rp 100 juta kepada ahli waris lainnya (karena
hak warisnya hanya Rp 400 juta namun mendapatkan
rumah senilai Rp 500 juta).
Saudaraku,
Setelah masing-masing ahli waris mendapatkan
harta warisan sesuai dengan haknya masing-masing, maka harta warisan tersebut
menjadi milik pribadi dari masing-masing ahli waris. Dan karena statusnya sudah
berubah menjadi milik pribadi, maka menjadi hak pemilik sepenuhnya untuk tetap
memilikinya atau mau mensedekahkan/menghibahkan sebagian atau semuanya kepada
saudaranya maupun kepada orang lain.
Jadi prinsipnya adalah: bagilah terlebih
dahulu harta warisan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum waris dalam syariat
Islam. Kemudian setelah dibagikan kepada para ahli waris dan sudah menjadi
milik pribadi, maka terserah masing-masing pihak, apakah harta milik pribadi
yang berasal dari harta warisan tersebut mau disedekahkan/dihibahkan sebagian
atau seluruhnya kepada saudaranya maupun kepada orang lain.
Demikian yang bisa kusampaikan, mohon
maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
Bagaimanapun sampai saat ini
aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh
karena itu ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada 'alim/'ulama’ di
sekitar saudaraku tinggal, semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan/jawaban
yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para 'ulama') lebih
banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.