بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Rabu, 06 Oktober 2010

BIARKAN MEREKA BEKERJA UNTUKMU

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketika pekerjaan kita diserobot oleh keserakahan orang lain,
Ketika jabatan kita dirampas oleh ambisi orang lain,
Ketika harta kita dicuri oleh ketamakan* orang lain,
Ketika masa depan kita melayang oleh kerakusan orang lain,
Dan ketika hak-hak kita yang lainnya terenggut oleh keserakahan orang lain,

Maka jika kita mempunyai kemampuan untuk memberantas semua kemungkaran / kekejian / ketidakadilan / keserakahan / kedholiman ini, kita harus lakukan semaksimal mungkin.

”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Namun jika kebetulan kita berada pada pihak yang lemah, sehingga kita tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi situasi yang demikian sulit ini, maka kita tidak perlu berkecil hati. Karena sesungguhnya, Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil. ”Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan)...” (QS. Asy Syuura. 17).

Dan cepat atau lambat, Allah pasti akan menunjukkan keadilan-Nya. Karena sesungguhnya janji-janji Allah adalah “pasti”. Dan Allah lebih mengetahui kapan saat yang tepat untuk melaksanakan janji-janji-Nya. "Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At Taubah. 111).

Lebih dari itu, seharusnya kita tidak perlu terlalu bersedih hati. Santai saja wahai Saudaraku…, biarkan saja mereka bekerja untukmu...!!!
Karena ketika seseorang telah menyerobot pekerjaan kita dengan cara yang tidak halal, maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjam” pekerjaan kita. Dan selama dia ”meminjam” pekerjaan kita, sesungguhnya tanpa dia sadari, dia telah bekerja untuk kita. Karena hak-hak yang melekat pada pekerjaan tersebut tetaplah menjadi hak kita dan pada suatu saat, dia tetap harus mengembalikan pekerjaan yang dipinjamnya beserta hak-hak yang ada di dalamnya.


Rasulullah SAW. bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ. (رواه ابو داود)
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya.” (HR. Abu Dawud).

Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini (atau minta dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya. Karena pada hakekatnya dia tetap tidak pernah berhak untuk memilikinya.

Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ كَانَ عِنْدَهُ لِأَخِيْهِ مَظْلَمَةٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا. إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْ حَسَناَتِهِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٍ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ. (رواه البخارى)
“Siapa yang memiliki kezaliman terhadap saudaranya, hendaklah ia meminta kehalalan saudaranya tersebut pada hari ini, sebelum datang suatu hari saat tidak berlaku lagi dinar dan tidak pula dirham. Jika ia memiliki amal saleh, akan diambil dari kebaikannya sesuai dengan kadar kezaliman yang diperbuatnya lalu diserahkan kepada orang yang dizaliminya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan, akan diambil kejelekan saudaranya yang dizaliminya lalu dibebankan kepadanya.” (HR. al-Bukhari)

Saudaraku…,
Hal yang sama juga terjadi ketika seseorang telah merampas jabatan kita, hanya karena memenuhi ambisinya yang membabi buta. Maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjam” jabatan kita. Dan selama dia ”meminjam” jabatan kita, sesungguhnya tanpa dia sadari, dia telah bekerja untuk kita. Karena hak-hak yang melekat pada jabatan tersebut tetaplah menjadi hak kita dan pada suatu saat, dia tetap harus mengembalikan jabatan yang dipinjamnya beserta hak-hak yang ada di dalamnya.

Jika dia tidak bersedia untuk mengembalikannya ketika masih hidup di dunia ini (atau minta dihalalkan), maka kelak di akhirat nanti dia tetap harus mengembalikannya. Karena pada hakekatnya dia tetap tidak pernah berhak untuk memilikinya.

Demikian juga halnya ketika seseorang telah mencuri harta kita (sepeda motor, mobil, HP, komputer, dll), karena didorong oleh ketamakannya. Maka pada hakekatnya orang tersebut hanyalah ”meminjam” harta kita. Dan selama dia ”meminjam” harta kita, apalagi jika sampai digunakan sebagai “modal” untuk bekerja dan / mencari uang, maka tanpa dia sadari, sesungguhnya dia juga telah bekerja untuk kita. Karena harta kita tersebut beserta hak-hak yang melekat padanya, tetaplah menjadi hak kita. Dan pada suatu saat, dia tetap harus mengembalikan harta yang dipinjamnya beserta hak-hak yang melekat padanya. Demikian seterusnya…!!!

”Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al A’raaf. 33).

Semoga bermanfaat!

NB.
*) Tamak adalah ketergantungan hati kita terhadap apa yang ada di tangan orang lain.

Minggu, 03 Oktober 2010

BERHARAP WAKTU LEBIH CEPAT BERLALU

Assalamu’alaikum wr. wb.

“Masih tanggal segini koq terasa seperti sudah tanggal tua, ya? Mana kantong sudah menipis lagi. Rasanya sudah tak sabar lagi menunggu terlalu lama untuk gajian lagi”. Demikian keluh-kesah Mas Nafil kepada Mas Fulan, sahabatnya.

Mendengar keluh-kesah dari Mas Nafil tersebut, Mas Fulan berupaya untuk menanggapinya:

Saudaraku…,
Berharap segera gajian, itu sama saja dengan berharap agar waktu lebih cepat berlalu. Padahal tanpa diharapkan-pun, waktu sudah teramat cepat berlalu. Yang artinya tanpa kita sadari, maut-pun juga semakin cepat menjemput kita.

Saudaraku…, Marilah kita renungkan bersama-sama, bahwa tanpa kita sadari, ternyata waktu terus berlalu dan terus berlalu (dan tidak mungkin berhenti/kita hentikan). Padahal, jatah umur kita untuk hidup di dunia ini telah ditetapkan oleh Allah SWT. sebagaimana keterangan dalam surat Faathir berikut ini:

”Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah”. (QS. Faathir. 11).

Hal itu menunjukkan bahwa pada saat yang sama, tidak terasa pula jatah umur kita juga akan terus berkurang dan terus berkurang (dan tidak mungkin berhenti/kita hentikan). Hingga tiba-tiba maut semakin dekat di hadapan kita.

Lalu, untuk apa saja umur kita selama ini telah kita habiskan...???

Saudaraku…,
Betapa singkatnya kehidupan dunia ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah bagi kita untuk senantiasa berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Dan sudah seharusnya bagi kita untuk senantiasa berdo’a kepada-Nya. Semoga Allah senantiasa membimbing kita, sehingga kelak kita dapat mengakhiri hidup ini dengan khusnul khotimah. Amin!

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (QS. Ali ‘Imran. 193).

Amin...,
Ya rabbal ‘alamin...!!!

(Semoga bemanfaat!)

NB.
Mas Fulan dan Mas Nafil pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!

Jumat, 01 Oktober 2010

KETIKA KEHILANGAN BARANG BERHARGA*

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Ketika kita naik bus dan tanpa kita sadari dompet kita yang berisikan uang beserta surat-surat penting (KTP, SIM, dll) telah terjatuh, kemudian ada orang yang melihatnya, memungutnya dan langsung mengembalikannya kepada kita, maka kita akan mengucapkan terima kasih kepadanya dan setelah itu peristiwa tersebut berlalu begitu saja. Maklum pada situasi seperti itu, kita belum sempat merasakan kehilangan dompet tersebut, tiba-tiba kita telah mendapatkannya kembali.

Lain lagi ceritanya bila pada saat kita naik bus kemudian tanpa kita sadari dompet kita telah terjatuh dan kita baru menyadarinya setelah kita turun dari bus tersebut. Kemudian setelah beberapa hari, tiba-tiba ada seseorang yang memberitahu kita bahwa dia telah menemukan dompet tersebut beserta surat-surat penting di dalamnya. Dia mengatakan, bahwa dia mengetahui alamat beserta identitas kita yang lainnya setelah membaca alamat yang ada di KTP atau SIM yang ada dalam dompet tersebut.

Dalam situasi seperti ini, kemungkinan besar kita tidak hanya mengucapkan terimakasih saja kepada yang bersangkutan. Namun juga kita berikan reward kepadanya. Maklum pada situasi seperti ini, kita benar-benar sempat merasakan kehilangan dompet tersebut dan setelah beberapa hari tiba-tiba kita telah mendapatkannya kembali.

Saudaraku…,
Yang manakah yang lebih baik: orang pertama yang melihatnya, memungutnya dan langsung mengembalikannya kepada kita, ataukah orang kedua yang tidak segera menyerahkan dompet tersebut kepada kita?

Tentunya yang terbaik adalah orang pertama. Namun, justru orang kedua-lah yang mendapatkan reward lebih besar. Begitulah, realita yang sering kita hadapi selama kita hidup di dunia ini.

-----

Saudaraku…,
Dari contoh kasus tersebut, kita dapat melihatnya dari beberapa sudut pandang:

1. Dari sudut pandang orang yang kehilangan dompet.
Sebenarnya sangat wajar jika kita memberikan reward lebih besar kepada orang kedua yang ”dirasakan” telah memberikan jasa lebih besar, meskipun bisa jadi justru orang pertama-lah yang lebih baik (orang yang menemukannya dan langsung memberikannya kepada kita).

Marilah kita renungkan bersama uraian berikut ini:

Dalam Al Qur’an surat An-Nisa` ayat 3, Allah SWT. telah berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُواْ ﴿٣﴾
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa`: 3)

Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur`anul Karim dinyatakan:

وَلَن تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُواْ كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِن تُصْلِحُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿١٢٩﴾
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisaa`: 129)


Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam per malam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”

Setelah menyebutkan sejumlah kalimat, Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan pada tafsir ayat tersebut, maksudnya apabila kalian cenderung kepada salah seorang dari istri kalian, janganlah kalian berlebih-lebihan dengan cenderung secara total padanya, sehingga kalian biarkan yang lain telantar. ”Maksudnya istri yang lain menjadi terkatung-katung. Kata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan, Adh Dhahhak, Ar-Rabi` bin Anas, As-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan, “Makna كَالْمُعَلَّقَةِ, seperti tidak punya suami dan tidak pula ditalak.” (Tafsir Al-Qur`anil Azhim, 2/317)

-----

Uraian tersebut memang menjelaskan seputar perlakuan adil dari seorang suami yang berpoligami terhadap para istrinya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa memang berat berlaku adil terhadap dua, tiga atau empat istri itu. Tetapi yang perlu diingat adalah, bahwa yang dimaksud dengan adil disini tidaklah sama dengan keadilan sebagaimana adilnya Allah kepada seluruh hamba-Nya.

Sebab jika ini yang dimaksudkan, tentunya perintah pada QS. An Nisaa’ ayat 3 tersebut akan mubadzir (sia-sia), karena tidak mungkin bisa dilaksanakan (maksudnya: buat apa membuat peraturan jika tidak mungkin bisa dilaksanakan?). Padahal, tidak mungkin Allah menciptakan apapun dengan sia-sia (termasuk ayat-ayat Al Qur'an).

Jika kita kaitkan kembali dengan kasus di atas, maka sangat wajar ketika kita ”cenderung merasakan” adanya jasa yang lebih besar kepada orang kedua, kemudian kita berikan reward yang lebih besar pula. Yang penting tidak sampai berlebih-lebihan. Dan tentunya hal ini karena didasari oleh sikap husnudzon (berbaik sangka) kita kepadanya. Artinya kita menduga/berprasangka bahwa orang kedua memang tidak bisa segera mengembalikan dompet tersebut karena memang baru menemukannya. (Wallahu ta’ala a’lam).

2. Dari sudut pandang orang yang menemukan dompet.
Memang..., dengan mengulur-ulur dalam menyerahkan dompet tersebut kepada pemiliknya, kita bisa berharap akan mendapatkan reward lebih besar kepada pemilik dompet. Karena dengan demikian, si pemilik dompet akan sangat merasakan kehilangan dompet-nya sehingga tatkala kita mengembalikannya, maka yang bersangkutan akan merasakan betapa ”jasa” kita sangat-lah besar dirasakannya.

Namun ingatlah, bahwa sesungguhnya perbuatan ini telah merugikan orang lain. Seharusnya, hanya kepada Allah saja-lah kita berharap. Seharusnya kita sandarkan seluruh hidup kita hanya kepada-Nya saja. Karena Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Karena Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.

اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. 112. 2).

... فَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ مَوْلاَكُمْ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ ﴿٤٠﴾
“..., maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Anfaal. 40).

Menyadari hal itu, maka sudah seharusnya jika kita senantiasa berupaya untuk selalu bertakwa kepada-Nya, selalu berupaya untuk menjalankan semua perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya. Juga senantiasa berdzikir / ingat kepada-Nya serta setiap saat memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya serta senantiasa berbaik sangka kepada-Nya. Karena Dia adalah Pelindung kita dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

... وَاللهُ مَوْلَاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ﴿٢﴾
... Dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Tahriim. 2).

Terkait dengan kasus di atas, maka kita tidak perlu berupaya melakukan kecurangan demi memenuhi ambisi kita untuk mendapatkan reward yang lebih besar kepada pemilik dompet. Semuanya kita serahkan kepada-Nya. Yang lebih penting bagi kita adalah segera menyerahkannya dengan baik, lillahi ta’ala. Jika kemudian diberi reward, maka sudah seharusnya bagi kita untuk mensyukurinya. Dan jika ternyata tidak mendapatkan reward apapun (hanya ucapan terimakasih dari pemilik dompet), maka kita harus tetap berprasangka baik kepada-Nya. Mungkin saja hal ini karena Allah berkehendak untuk memberikan balasan yang lebih baik di kemudian hari.

Dengan demikian, maka hal ini semua senantiasa akan membuat hidup kita menjadi tenang. Tidak dipenuhi oleh ambisi yang membabi buta...!!!

Ya… Tuhan kami,
Berilah kekuatan kepada kami, sehingga kami benar-benar dapat ridha dengan apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Cukuplah Engkau bagi kami. Sesungguhnya kami hanya berharap kepada Engkau. Semoga Engkau berikan karunia-Mu kepada kami. Amin, ya rabbal ‘alamin!

3. Dari contoh kasus tersebut, juga menunjukkan bahwa sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan keadilan mutlak selama hidup di dunia ini (wallahu a'lam).

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Contoh kasus pada artikel ini terinspirasi dari catatan Bpk. Ir. H. Syariffuddin Mahmudsyah, MSc. yang berjudul: ”Cerita Jum’at Malam: 4 Skenario Dikala HP Jatuh Di Kereta Api”.


Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞