Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang teman telah bertanya tentang seputar masalah bid’ah, termasuk diantaranya tentang masalah berjabatan tangan (bersalam-salaman) setelah sholat fardhu berjama’ah.
-----
Saudaraku…,
Berbicara seputar masalah bid’ah, akan memakan waktu yang panjang / tidak cukup jika hanya melalui sekali atau dua kali pesan / email. Pada kesempatan ini, aku hanya ingin menyampaikan prinsip dasar tentang perbedaan pendapat dalam agama kita:
~ Secara umum, khilafiyah: hanya pada masalah kultur / kebudayaan dan kemasyarakatan. Sedangkan pada masalah: ushuliyah / pokok (aqidah), tidak boleh ada beda pendapat, seperti jumlah rakaat dalam sholat maghrib adalah 3 rakaat, nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW, dll.
~ Antar madzhab: perbedaan pendapat hanya pada masalah furu’iyah / cabang (akhlaq, dll).
~ Kita harus menghargai pendapat orang lain.
Saudaraku…,
Pada dasarnya semua ibadah itu
dilarang kecuali jika ada dalilnya, baik berdasarkan Al Qur’an maupun Al
Hadits. Jika kita mengada-adakan “ibadah baru” yang tidak pernah diajarkan oleh
Rasulullah / tidak ada dasarnya baik dari Al Qur’an maupun Al Hadits, maka
jelas hal ini adalah bid’ah.
Diriwayatkan dari Jabir
berkata, Rasulullah SAW.
bersabda:
أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ وَشَرَّ
الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ. (رواه مسلم)
“Kemudian
daripada itu. Maka sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah.
Dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Muhammad SAW. Dan seburuk-buruk
perkara adalah yang diada-adakan. Maka sesungguhnya setiap yang diada-adakan
adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (HR. Muslim)
Tentang berjabatan tangan (bersalam-salaman)
setelah sholat fardhu berjama’ah, misalnya. Sampai saat ini aku belum menemukan
ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits yang menjadi dasar diperintahkannya
berjabatan tangan (bersalam-salaman) setelah sholat fardhu berjama’ah. Namun,
perintah untuk membina tali silaturrahim serta saling berjabatan tangan kepada
sesama kaum muslimin, dengan mudah bisa kita temukan dalilnya dalam Al Qur’an
ataupun Al Hadits.
Rasulullah SAW. bersabda:
أَفْشِ
السَّلَامَ، وَأَطْعِم ِالطَّعَامَ، وَصِلِ الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ، وَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
“Tebarkanlah
salam, berilah (orang) makanan, sambunglah karib kerabat (silaturrahim), berdirilah
(shalat) di malam hari ketika manusia tidur, dan masuklah kamu ke dalam surga
dengan selamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Hurairah(.
Rasulullah SAW. bersabda:
لاَ
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا, وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا,
أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا
السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم)
“Kalian tidak akan masuk surga
sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian bisa
saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan terhadap satu amalan yang bila
kalian mengerjakannya kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di
antara kalian.” (HR. Muslim no. 192)
Rasulullah SAW. telah bersabda:
مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang suka
dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung
hubungan rahimnya (hendaklah
ia senantiasa menjaga hubungan silaturrahim).”
(Muttafaqun ‘alaih).
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisaa’. 1).
Rasulullah saw. telah bersabda: “Orang yang menaiki kendaraan hendaknya mengucapkan salam kepada yang berjalan, orang yang berjalan hendaknya mengucapkan salam kepada yang duduk, dan yang terbaik di antara dua orang yang berjalan adalah yang terdahulu dalam mengucapkan salam”. (H.R. Al-Bazzar dan Ibnu Hibban).
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad secara shahih, bahwasanya Anas bin Malik berkata, “Dahulu para sahabat Nabi apabila bertemu mereka saling berjabat tangan, dan apabila datang dari bepergian jauh mereka saling berpelukan” (H.R. Ath Thabarani).
Menyikapi hal ini, jika setelah sholat fardlu kita harus berjabatan tangan dengan saudara-saudara kita yang juga sholat berjama’ah di sebelah kiri atau kanan kita, maka sebaiknya hal ini kita niatkan sebagai ibadah sunah yang tidak terkait dengan selesainya sholat fardhu berjama’ah. Berjabatan tangan dengan sesama kaum muslimin bisa dilaksanakan kapan saja (tidak terkait dengan selesainya sholat fardhu berjama’ah). Jika kita menganggap bahwa setelah selesai melaksanakan sholat fardhu berjama’ah, disunahkan untuk berjabatan tangan dengan jama’ah lain di sebelah kiri atau kanan kita, sementara tidak ada satupun ayat Al Qur’an maupun Hadits yang mendasarinya, tentu saja sangat dikhawatirkan bahwa kita telah melakukan bid’ah. (Wallahu ta’ala a’lam).
Saudaraku…,
Penting pula untuk aku sampaikan di sini. Bagi kita umat Islam: jangan mudah terpancing oleh segala sesuatu yang dapat memecah-belah persatuan kita / umat Islam. Mari kita utamakan persatuan umat Islam. Mari kita wujudkan terbinanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin!!!
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu*, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (QS. Al Anfaal. 73).
*) Yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu; adalah keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.
Demikian penjelasan yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika terdapat kesalahan / kekhilafan.
Mohon maaf atas keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada alim ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.
Semoga bermanfat.