Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat telah bertanya: “Pak Imron yth. Maaf saya mengganggu, tapi ada yang ingin saya sampaikan dan tanyakan. Apakah Pak Imron sudah mendengar tentang kondisi terakhir Pak Fulan*? Beliau sakit dan menurut berita yang saya ikuti, kondisinya sekarang sudah koma bahkan katanya sudah mati batang otaknya. Sebagai orang yang tahu akan kontribusi Beliau terhadap perkembangan GDI maupun FOOT (dua buah grup di facebook yang anggotanya terdiri dari para staf pengajar / dosen seluruh Indonesia) saya sangat sedih..., tetapi pertanyaan saya apa yang dapat saya lakukan? Apakah boleh saya mendo’akan kesembuhan beliau? Mengingat beliau adalah Nasrani, apa yang boleh saya lakukan? Saya terus terang tidak tahu harus berbuat apa... Di satu sisi saya merasa Beliau seperti orang tua, tetapi di sisi lain perbedaan keyakinan rasanya ada pembatasan. Mohon Pak Imron dapat memberikan pencerahan. Terima kasih, wass”.
-----
Saudaraku…,
Pada dasarnya kita kaum muslimin tidak dilarang untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang non-muslim yang tiada memerangi kita karena agama dan tidak pula mengusir kita dari negeri kita (non-muslim yang bersikap baik kepada kita). Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al Mumtahanah ayat 8:
”Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al Mumtahanah. 8).
Saudaraku…,
Dalam konteks hubungan sosial-kemasyarakatan, pergaulan dengan non-muslim (apapun agamanya) tidaklah dilarang dalam agama Islam, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Mumtahanah di atas. Dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, hal ini justru bisa kita jadikan sebagai sarana untuk mengenalkan Islam kepada mereka sehingga akan timbul rasa simpati di hati mereka dan tidak muncul dugaan negatif kepada Islam, karena sesungguhnya Islam itu tidak identik dengan kekerasan. (Semoga Allah menjadikan kita sebagai jalan hidayah bagi orang lain. Amin!).
Meskipun demikian, dalam urusan akidah / keyakinan, sesungguhnya antara yang muslim dengan non-muslim harus ada pemisahan yang jelas. Dalam urusan akidah / keyakinan, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tidak boleh ada kerja sama**, tidak boleh ada intervensi*** (campur tangan) dari pihak lain. Demikian penjelasan Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6: “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).
Saudaraku…,
Terkait dengan permohonan do’a yang ingin disampaikan kepada non-muslim, tentunya kita harus lebih berhati-hati. Tidak sembarang do’a boleh kita sampaikan kepada non-mulim. Terhadap mereka yang non-muslim, sebaiknya kita do’akan agar mereka mendapat hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW., dimana Beliau pernah berdo’a agar Allah memberi hidayah kepada salah seorang dari dua lelaki, yaitu Abu Jahal atau Umar bin Al-Khattab.
Rasulullah SAW. pernah berdo’a: “Ya Allah! Muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua lelaki yang Engkau lebih sayang; Abu Jahal atau ‘Umar bin Al-Khattab.” (Hadis riwayat Tirmizi).
Terkait dengan Pak Fulan yang saat ini sudah dalam kondisi batang otak tidak berfungsi dan saat ini masih dibantu peralatan / obat untuk bertahan, maka sebagai seorang hamba, kita hanya bisa berdo’a semoga Beliau masih bisa diberi kesembuhan sehingga pada akhirnya Beliau bisa mendapatkan kesuksesan dalam hidup yang jauh lebih baik daripada yang telah Beliau raih selama ini. (Tentunya tiada yang lebih baik daripada yang telah Beliau raih selama ini, selain mendapat hidayah dari Allah dan menemukan Islam di hari tuanya).
Dengan kita do’akan agar Beliau masih bisa diberi kesembuhan (serta diberi panjang umur dan kesehatan) maka peluang untuk mendapatkan hidayah masih terbuka (jadi ujung-ujungnya kita berdo’a agar Beliau diberi hidayah). Sedangkan jika Beliau telah wafat dalam keadaan tidak beriman, maka Beliau akan tetap dalam kekafiran untuk selama-lamanya. (Na’udzubillahi mindzalika!).
”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Sedangkan apabila kita mendo’akan agar Beliau mendapat ampunan dari Allah, maka ini adalah perbuatan terlarang!
Saudaraku…,
Kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita. Demikian penjelasan Al Qur’an surat At Taubah ayat 113 serta ayat 114:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (QS. At Taubah. 114).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat!
NB.
*) Pak Fulan pada tulisan di atas adalah nama samaran / bukan nama sebenarnya.
**) Yang saya maksud dengan kerja sama di sini, antara lain: orang-orang yang beragama Hindu bekerjasama dengan orang-orang Nasrani menyembah Yesus, dst.
***) Sedangkan yang saya maksud dengan intervensi, antara lain: kita ikut mengatur / memasukkan unsur-unsur Islam dalam peribadatan mereka yang non-muslim atau sebaliknya. Contohnya: setiap memulai peribadatan mereka yang non-muslim, kita paksakan untuk membaca basmalah. Atau sebaliknya, ketika seseorang hendak sholat di masjid, kemudian orang lain yang non-muslim telah memaksakannya untuk memakai salib. Atau dilakukan kompromi: saat ini seorang muslim dipersilahkan menyembah Allah, tetapi lain waktu menyembah sembahan-sembahan mereka selain Allah. Demikian juga mereka yang non-muslim melakukan hal yang sama secara bergantian sebagai jalan tengahnya untuk menuju kedamaian.
Jadi, biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar