Kepada teman sejawat non-muslim yang baru saja wafat, seorang akhwat telah menyampaikan ucapan selamat serta do’a sebagai berikut: ”Selamat jalan Pak Fulan*, selamat kembali keharibaan-Nya, tempat yang paling nyaman di surga sesuai kebaikan yang Bapak tanamkan kepada seluruh keluarga GDI (sebuah grup di facebook yang anggotanya terdiri dari para staf pengajar / dosen seluruh Indonesia)”.
Sesungguhnya apa yang telah Ibu sampaikan tersebut adalah sesuatu yang 'terlarang' dalam agama Islam!.
”Selamat jalan Pak Fulan (tidak ada keselamatan bagi seseorang yang telah wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya), selamat kembali keharibaan-Nya (tidak ada keselamatan bagi seseorang yang telah wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya), tempat yang paling nyaman di surga sesuai kebaikan yang bapak tanamkan (tidak ada surga bagi seseorang yang telah wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, karena semua amal kebajikannya akan tertolak)”.
Demikian penjelasan Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 18: ”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Sedangkan dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 113, diperoleh penjelasan bahwa kita kaum muslimin tidak diperkenankan untuk berdo’a memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat kita, apalagi hanya rekan sejawat / teman kerja, dst.
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).
Kecuali jika sebelum wafat, Pak Fulan sempat mengucapkan kalimat syahadat!!!.
-----
Beliau mengatakan: ”Wah, maaf Pak Imron. Saya benar-benar tidak tahu bahwa itu salah menurut Islam. Mudah-mudahan Allah SWT. memaafkan ketidaktahuan saya tersebut. Terima kasih untuk teguran ini Pak Imron, mudah-mudahan tidak terulang kembali.
Sebagai sesama muslim yang terikat dalam tali persaudaraan yang kuat dalam Agama Islam, memang sudah semestinya jika diantara kita saling mengingatkan serta saling memberi nasehat. Dengan saling memberi dan mengingatkan, semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi. Amin!.
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3).
-----
Beliau mengatakan: ”Pak Imron, boleh saya bertanya? Jika surat An Nisaa’ ayat 18 yang dijadikan dasar, lalu bagaimana "harga" kebaikan yang diberikan Pak Fulan (yang non muslim) tersebut selama hidupnya? Apakah tidak ada kompensasinya setelah dia meninggal? Bukankah kita diminta untuk hablum minannas dan hablum minallah?”.
Perhatikan penjelasan sebuah Hadits berikut ini:
Saudaraku…,
Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Sedangkan apabila niatnya buruk, maka amalnya-pun menjadi buruk.
Contohnya pada saat kita hendak bersedekah. Maka hal ini harus kita niatkan karena Allah semata agar bisa membuahkan pahala. Sedangkan jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, maka akan rusaklah amalan kita tersebut. Artinya kita tidak akan beroleh apapun dari sedekah yang kita lakukan.
”Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al Baqarah. 264).
Saudaraku…,
Berdasarkan penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta penjelasan Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 264 di atas, maka bagi kita yang beriman kepada Allah-pun, jika pada saat melaksanakan amal-amal kebajikan tidak kita niatkan karena Allah semata (jika kita berniat karena ingin mendapat pujian dari orang lain / riya’, dst.), maka akan rusaklah amalan kita tersebut (artinya kita tidak akan beroleh apapun dari amalan yang kita lakukan). Apalagi Pak Fulan yang jelas-jelas tidak beriman kepada-Nya, maka bisa dipastikan bahwa seluruh amal kebajikan yang telah beliau lakukan tidak ada satupun yang beliau niatkan karena Allah. Dengan demikian, bisa dipastikan pula bahwa semua amal kebajikannya akan tertolak.
”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan**, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al Furqaan. 23). **) Yang dimaksud dengan segala amal yang mereka kerjakan di sini adalah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia. Amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah SWT. karena mereka tidak beriman kepada-Nya.
Saudaraku…,
Perhatikan kembali penjelasan Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat 18 di atas:
”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang wafat sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Saudaraku…,
Jika kita perhatikan kembali dengan lebih seksama, sesungguhnya apa yang terkandung dalam surat An Nisaa’ ayat 18 tersebut, juga merupakan janji Allah terkait dengan orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Dalam ayat tersebut, Allah telah berjanji bahwa bagi mereka yang wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, maka Allah telah sediakan siksa yang teramat pedih.
Nah, karena Allah telah berjanji bahwa bagi mereka yang wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, Allah telah sediakan siksa yang teramat pedih, maka adalah mustahil bagi Allah untuk memberi keselamatan kepada mereka serta memberikan tempat yang paling nyaman di surga sesuai kebaikan yang telah mereka tanamkan (sebagaimana ucapan yang telah saudaraku sampaikan di atas). Karena sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Menepati Janji. "... Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At Taubah. 111).
Sedangkan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6: "(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum. 6).
Sehingga akan mudah dipahami, bahwa bagi mereka yang wafat dalam keadaan tidak beriman kepada-Nya, maka nantinya mereka semua itu akan menyesal dengan penyesalan yang teramat sangat. Nanti di akhirat, mereka orang-orang yang kafir itu menginginkan, kiranya mereka dahulu di dunia menjadi orang-orang muslim. Namun keinginan itu hanyalah keinginan yang hampa. Karena mereka sekali-kali tidak akan dapat ke luar daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (Na’udzubillahi mindzalika!).
”Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim”. (QS. Al Hijr. 2).
“Mereka ingin ke luar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat ke luar daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal”. (QS. Al Maa-idah. 37).
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka”. (QS. Al Baqarah. 167).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat!
NB.
*) Pak Fulan pada tulisan di atas adalah nama samaran / bukan nama sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar