Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat yang sedang
studi di Inggris telah menyampaikan pesan sebagai berikut:
Saya heran, kadang ada teman yang
sudah bertahun-tahun di sini, enak saja menjama’ sholat (Dhuhur dan ‘Ashar).
Padahal dia tidak sedang ada kuliah atau ada waktu yang tidak memungkinkan
keluar untuk sholat.
Terus ada lagi masalah ini Pak,
sekarang ini subuh sudah jam 04.00, malahan ke depannya subuh bisa jam 03.30-an.
Dan maghrib-nya jam 8.30-an, sementara isya’nya hampir jam 9.30-an lebih. Lha
itu kalo nanti puasa, bagaimana pak? (^_^)
Kapan hari ada pengumuman, kalau
nanti mulai tanggal 10 Mei sampai Agustus, Maghrib dan ‘Isya' bisa dijamak,
karena sudah masuk satu waktu. Nah ini saya tidak mudeng. Mohon penjelasannya.
Jazakallah.
-----
Saudaraku…,
Sesungguhnya aku belum berani
untuk membahas kasus-kasus seperti ini. Karena dalam hal ini diperlukan syarat
keilmuan yang sangat luas serta metodologis dalam mengeluarkan suatu fatwa
hukum terhadap kasus-kasus seperti ini. (Wallahu ta'ala a'lam).
Sedangkan untuk segala sesuatu
yang hukumnya sudah disebutkan secara jelas dalam nash Al Qur'an dan Al Hadits,
maka aku berani mengatakan apakah hukumnya halal atau haram, syah atau tidak,
dst. Contohnya, aku berani mengatakan bahwa daging babi itu haram hukumnya
untuk dimakan oleh kita kaum muslimin karena sudah disebutkan secara jelas
(secara eksplisit) dalam nash Al Qur'an.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ
وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ
بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٧٣﴾
”Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Baqarah. 173).
Oleh karena alasan itu pula,
sehingga sebagian besar artikel yang kutulis hanya membahas seputar masalah
ajakan untuk menuju kebaikan / amar ma’ruf nahi munkar, pemberian motivasi,
ajakan untuk mengingat Allah (dzikrullah), ajakan untuk berpikir tentang makna
kehidupan ini, dll.
-----
Saudaraku…,
Pada kesempatan ini, aku
hanya ingin menyampaikan bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang mudah dan
banyak sekali memberikan kemudahan (rukhsah) bagi umatnya.
Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al
Qur’an dalam surat Al Baqarah pada bagian tengah ayat 185 berikut ini:
...
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ... ﴿١٨٥﴾
”... Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” (QS.
Al Baqarah. 185).
Surat Al Baqarah ayat 185 selengkapnya adalah sebagai
berikut:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
”(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur”. (QS. Al Baqarah. 185).
Sedangkan dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ ayat
28, diperoleh penjelasan sebagai berikut:
يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ
ضَعِيفاً ﴿٢٨﴾
”Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS.
An Nisaa’. 28).
Saudaraku…,
Satu hal yang harus kita ingat, bahwa meskipun
agama Islam ini adalah agama yang mudah dan banyak sekali memberikan kemudahan
(rukhsah) bagi umatnya, namun bukan berarti kita boleh mencari mudahnya
sendiri. Kemudahan (rukhsah) tersebut baru diberikan (artinya kita baru boleh
mengambil kemudahan / keringanan / rukhsah tersebut) hanya jika kita menjumpai
adanya udzur (alasan) syar'i, yaitu udzur (alasan) yang dibenarkan agama
(artinya ada dalil yang mendasarinya).
Terkait ibadah sholat, ada
beberapa macam rukhsah yang diberikan. Sebagian diantaranya adalah diperbolehkannya
menjama’ dan menqashar sholat.
Mengqashar sholat
Yang dimaksud dengan menqashar
di sini adalah sholat yang 4 raka’at dijadikan 2 raka’at. Keringanan ini hanya
diberikan kepada musafir, yaitu orang yang sedang melakukan perjalanan / safar
(tentunya perjalanan di sini adalah bukan perjalanan yang haram / bukan
perjalanan menuju kemaksiatan).
Sedangkan yang dimaksud dengan
musafir di sini adalah apabila seseorang berniat untuk bepergian / melakukan
suatu perjalanan dan dia sudah meninggalkan rumah. Dengan
demikian, dia sudah benar-benar dalam keadaan sedang melakukan perjalanan /
safar. Sedangkan apabila yang bersangkutan sudah berniat untuk bepergian /
sudah berniat untuk melakukan suatu perjalanan namun belum melakukan perjalanan
tersebut (masih berada di dalam rumah / masih berniat saja), maka yang
bersangkutan masih belum bisa dikatakan sebagai seorang musafir. Dalam kondisi
seperti ini, dia belum boleh mengqashar sholatnya.
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ
الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوّاً مُّبِيناً
﴿١٠١﴾
“Dan apabila kamu bepergian
di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar* sembahyang(mu), jika kamu
takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu”. (QS. An Nisaa’. 101). *) Menurut pendapat jumhur (mayoritas
ulama’), arti menqashar di sini adalah sholat yang 4 raka’at dijadikan 2
raka’at, yaitu diwaktu bepergian dalam keadaan aman dan adakalanya dengan
meringankan rukun-rukun dari yang 2 raka’at itu yaitu diwaktu dalam perjalanan
dalam keadaan khauf.
Menjama’
sholat
Yang dimaksud dengan menjamak sholat
yaitu mengumpulkan dua sholat wajib dalam satu waktu, seperti shalat Dzuhur
dengan shalat ‘Ashar dan shalat Maghrib dengan shalat ‘Isya’.
Ketentuan jama' lebih longgar
dibandingkan dengan qashar. Qashar hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu
dan sesuai aturan dan syarat di atas, tetapi jama’ mempunyai ketentuan yang
tidak seketat ketentuan di atas. Dalam hal ini, diperbolehkannya jama’ tidak
hanya karena safar, namun boleh juga karena sebab-sebab lain seperti hujan,
sakit, karena melaksanakan ibadah haji, orang yang terus-menerus buang air
kecil, orang yang tidak dapat membersihkan dirinya sendiri, maupun orang yang
tidak dapat membedakan waktu.
Terkait sebab safar yang
membolehkan dilaksanakannya jama’ dan qashar, memang terdapat beberapa pendapat.
Ada yang
berpendapat, asal melakukan bepergian, maka sudah boleh melaksanakan jama’ dan
qashar. Sedangkan aku sendiri lebih cenderung untuk memilih sikap berhati-hati.
Yaitu dengan mengikuti pendapat para ulama’ yang menetapkan bahwa sebuah safar
itu minimal harus menempuh jarak tertentu. Di masa Rasulullah SAW, jarak itu
adalah 2 marhalah. Satu marhalah adalah jarak yang umumnya ditempuh oleh orang
berjalan kaki atau naik kuda selama satu hari. Jadi jarak 2 marhalah adalah
jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.
Ukuran marhalah ini sangat
dikenal pada masa itu, sehingga dapat dijadikan ukuran jarak suatu perjalanan. Orang
Arab biasa melakukan perjalanan siang hari, yaitu dari pagi hingga tengah hari.
Setelah itu mereka berhenti atau beristirahat.
Para ulama’ kemudian
mengkonversikan jarak ini sesuai dengan ukuran jarak yang dikenal di zaman
mereka masing-masing. Misalnya, di suatu zaman disebut dengan ukuran burd,
sehingga jarak itu menjadi 4 burd.
Dari Ibnu Abbas berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar shalat
kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR. At-Tabrani dan Ad-Daruqutni).
Para ulama pada zaman dahulu
memperkirakan jarak tersebut dengan durasi perjalanan selama dua hari
menggunakan kuda atau onta. Dan ketika jarak itu dikonversikan, para ulama’ jaman
sekarang mendapatkan hasil bahwa jarak 2 marhalah itu adalah 89 km atau
tepatnya 88, 704 km. Namun ada pula yang mengkonversikannya menjadi kurang
lebih 80,64 km. Perbedaan kurang atau lebih sedikit tidak masalah karena
al-Qur'an maupun Al Hadits tidak secara jelas memberikan batasan jarak tersebut.
Dengan demikian, tidak semua
perjalanan bisa membolehkan shalat jama’ serta qashar, hanya yang jaraknya
minimal 2 marhalah saja yang membolehkan. Bila jaraknya kurang dari itu, belum
dibenarkan untuk menjama’ dan mengqashar sholat.
Berbeda dengan menqashar
sholat yang mensyaratkan bahwa yang bersangkutan harus sudah benar-benar dalam
keadaan sedang melakukan perjalanan / safar. Untuk menjama’ sholat, asalkan
seseorang sudah berniat untuk bepergian dengan jarak tempuh perjalanan minimal
2 marhalah saja, maka yang bersangkutan sudah diperbolehkan menjama’ sholatnya,
sekalipun yang bersangkutan masih berada di dalam rumahnya (yang
bersangkutan sudah diperbolehkan menjama’ sholatnya, namun
belum boleh menqashar sholat). Demikian pendapat Imam
Syafi’i, yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Roem Rowi, MA. yang mana hal ini telah beliau
sampaikan saat memberi kajian rutin Kitab Riyadhush Sholihin di Masjid Al Falah
Surabaya pada tanggal 17 Maret 2013 pada sesi tanya jawab.
Terkait adanya rukhsah dalam sholat
dengan sebab-sebab safar, karena hujan lebat sehingga menyulitkan melakukan
sholat berjamaah khusus untuk sholat maghrib dan isya', karena sakit, karena
melaksanakan ibadah haji, orang yang terus-menerus buang air kecil, orang yang
tidak dapat membersihkan dirinya sendiri, maupun orang yang tidak dapat
membedakan waktu, semuanya itu diberikan karena Allah tidak menjadikan dalam
agama ini kesulitan.
...
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ... ﴿٧٨﴾
”...dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan...” (QS. Al-Hajj. 78).
Surat Al Hajj ayat 78 selengkapnya adalah sebagai berikut:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ
إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ
الرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ
الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ ﴿٧٨﴾
“Dan berjihadlah kamu pada
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong”. (QS. Al-Hajj. 78).
Meskipun demikian, untuk
sebab-sebab selain safar (kecuali karena haji), sebenarnya terdapat khilafiyah
(perbedaan pendapat) dikalangan para ulama’. Sebagian ada yang membolehkan
untuk menjama’ sholat, sebagian ada pula yang tidak membolehkannya. Terlepas
dari perbedaan pendapat tersebut, untuk keluar dari khilaf, aku sendiri lebih
memilih untuk melaksanakan shalat fardhu tetap pada waktunya tanpa dijama’.
Terkecuali jika memang sangat menyulitkan.
Sedangkan untuk para jamaah
haji, memang disyariatkan untuk menjama` dan mengqashar shalat Dhuhur dan Ashar
ketika berada di Arafah dan di Muzdalifah. Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Dari Abi Ayyub al-Anshari ra.
Bahwa Rasulullah SAW menjama` Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`.
(HR Bukhari 1674).
Dari Ibnu Mas'ud r.a. beliau
berkata: "Demi Dzat yang tidak ada tuhan lain yang menyekutuinya,
Rasulullah s.a.w. tidak pernah melakukan sholat kecuali pada waktunya kecuali
dua sholat, yaitu beliau melakukan jama' (taqdim) Dhuhur dan Ashar di Arafah
dan jama' (ta'khir) Maghrib dan ‘Isya’ di Muzdalifah" (HR. Bukhari
Muslim).
Terkait berapa lama seseorang
masih dalam status musafir sehingga masih diperbolehkan mendapatkan rukhsah
untuk menjama’ dan mengqashar sholat, para ulama berbeda pendapat mengenai hal
ini. Mayoritas ulama dan mazhab empat kecuali Hanafi mengatakan maksimum
transit yang diperbolehkan melakukan qashar adalah tiga hari (artinya jika
sudah melebihi 3 hari, maka yang bersangkutan sudah berstatus muqim sehingga
harus menyempurnakan sholatnya). Jadi kalau seorang musafir menetap di satu
tempat telah melebihi tiga hari maka ia tidak boleh lagi melakukan qashar maupun
menjama’ sholat dan harus menyempurnakan sholat.
Pendapat kedua diikuti Imam
Hanafi dan Sofyan Ats-Tsauri mengatakan maksimum waktu transit yang diperbolehkan
jama' adalah 15 hari. Pendapat ketiga diikuti sebagian ulama Hanbali dan Dawud
mengatakan maksimum 4 hari.
-----
Saudaraku mengatakan: “Kapan
hari ada pengumuman, kalo nanti mulai tanggal 10 Mei sampai Agustus, maghrib
dan isya' bisa dijama’, karena sudah masuk satu waktu. Nah ini saya tidak
mudeng. Mohon penjelasannya”.
Saudaraku...,
Berbeda dengan
wilayah-wilayah yang lokasinya dekat dengan garis Katulistiwa, untuk
wilayah-wilayah yang lokasinya semakin dekat ke Kutub Utara maupun Kutub
Selatan, dalam kondisi tertentu (dalam bulan-bulan tertentu) memang sulit untuk
menentukan saat-saat pergantian antara waktu sholat yang satu dengan waktu
sholat sesudahnya. Dalam kondisi seperti ini, maka diperbolehkan menjama’
sholat sebagaimana sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya.
-----
Saudaraku mengatakan bahwa
dalam kurun waktu tertentu, subuh bisa jam 03.30-an, sedangkan maghrib-nya jam
8.30-an. Terus bagaimana jika pada saat itu harus berpuasa (bagaimana jika
bulan Ramadhan jatuh pada saat seperti itu)?
Santai saja, wahai Saudaraku!
Sebagaimana sudah kusampaikan
sebelumnya, bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang mudah dan banyak sekali
memberikan kemudahan (rukhsah) bagi umatnya. Demikianlah, bahwa Allah tidak
menjadikan dalam agama ini kesulitan.
Saudaraku...,
Perhatikan penjelasan Al
Qur’an surat Al Baqarah ayat 183 – 185 berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
﴿١٨٣﴾
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa”, (QS. Al Baqarah. 183).
أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ
عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن
تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤﴾
”(yaitu) dalam beberapa hari
yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 184).
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
”(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (QS. Al Baqarah. 185).
Saudaraku…,
Dari penjelasan Al Qur’an
surat Al Baqarah ayat 183 – 185 tersebut, nampaklah bahwa diberikan rukhshah,
yaitu boleh meninggalkan puasa karena berat dalam melaksanakannya atau
membahayakan dirinya apabila melakukan perbuatan tersebut, kemudian
menggantinya pada hari-hari yang lain. Artinya jika pada saat itu saudaraku
memang benar-benar berat dalam melaksanakannya atau bisa membahayakan diri
saudaraku (bisa jatuh sakit, lemah tak berdaya, dll) apabila melakukan puasa,
maka saudaraku boleh meninggalkannya (tidak berpuasa) namun harus menggantinya pada
hari-hari yang lain (di luar bulan Ramadhan).
Saudaraku…,
Akhir kata, mohon maaf atas
keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku benar-benar
menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada
baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada alim ulama’ di sekitar saudaraku
tinggal. Semoga bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan.
Karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan
keutamaan daripada aku.
Demikian yang bisa
kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata
karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
Mengqada’ puasa artinya melakukan puasa di luar waktu yang
seharusnya (di luar bulan Ramadhan).
Masyaalloh, luar biasa blognya, bermanfaat banget, semoga bapak bisa selalu diistiqomahkan dan bisa selalu berbagi ilmu yang bermanfaat :)
BalasHapusAmin, ya rabbal 'alamin!
HapusTerimakasih wahai saudaraku, atas perhatiannya. Saya sendiri hanyalah setitik debu yang ingin berbagi ilmu dan pengalaman. Kebetulan saja, orang tua telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan agama (sore/malam hari) di sebuah madrasah di Blitar selama 12 tahun (pagi sekolah SD hingga SMA, sore/malam hari sekolah di madrasah).
BalasHapusSaudaraku…,
Alhamdulillah, pada saat ini telah saya tulis lebih dari 350 judul artikel dan sudah saya posting di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/ hingga bulan Maret 2015, dimana tiap awal bulan otomatis akan muncul 3 artikel di blog tersebut.
Meskipun demikian, sampai saat ini saya benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmu saya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada 'alim/'ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan/jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para 'ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada saya. (Imron Kuswandi M)