Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat telah
bertanya: “Mas Imron, maaf kalau panjenengan tidak berkenan. Mohon saya diberi
penjelasan, apa saja hak-hak dan kewajiban seorang istri dalam Agama Islam? Matur nuwun”.
Saudaraku...,
Hak-hak dan kewajiban seorang
istri itu sangat banyak*. Jika ditulis semuanya, bisa menjadi satu buku sendiri.
Namun secara umum adalah sebagai berikut: Kewajiban istri adalah taat kepada
suaminya selama sang suami tidak melanggar perintah agama. Sedangkan hak-hak
istri adalah mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin dari suami serta berhak
mendapatkan bimbingan dari suami dalam menggapai ridho-Nya / agar selamat dari
siksa api neraka.
*) Segala sesuatu yang
menjadi hak seorang istri, akan menjadi kewajiban bagi seorang suami untuk
memenuhinya. Sebaliknya, segala sesuatu yang menjadi kewajiban bagi seorang istri,
akan menjadi hak bagi seorang suami untuk mendapatkannya. Dengan demikian,
sesungguhnya hak-hak dan kewajiban seorang istri itu seimbang dengan hak-hak
dan kewajiban seorang suami.
-----
Beliau mengatakan: ”Maaf,
boleh nggak kalau saya mendapatkan penjelasan secara gamblang dari apa yang
disebut di atas?”.
Saudaraku…,
Berikut ini aku sampaikan
salah satu ayat yang menggambarkan hubungan suami-istri (hak-hak dan kewajiban
masing-masing):
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ وَالَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا
كَبِيرًا ﴿٣٤﴾
“Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya**, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah*** mereka. Kemudian jika mereka
menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An Nisaa’. 34).
**) Yang dimaksud dengan
nusyuz adalah kesombongan istri, seperti menolak suaminya dari jima’
(bersetubuh) atau menyentuh badannya atau menolak pindah bersama suaminya atau
menutupi pintu terhadap suaminya yang mau masuk atau minta cerai atau keluar
dari rumah tanpa ijin dari suaminya.
***) Memukul di sini adalah
memukul dengan pukulan yang tidak sampai melukai fisik sang istri, ditujukan
agar sang istri segera menghentikan perbuatannya tersebut.
Saudaraku...,
Sebagaimana penjelasan di
atas, bahwa yang dimaksud dengan nusyuz adalah kesombongan istri, seperti
menolak suaminya dari jima’ (bersetubuh) atau menyentuh badannya atau menolak
pindah bersama suaminya atau menutupi pintu terhadap suaminya yang mau masuk
atau minta cerai atau keluar dari rumah tanpa ijin dari suaminya.
Tentunya semuanya itu jika
tanpa disertai dengan alasan yang dibenarkan agama. Sedangkan jika disertai
dengan alasan yang dibenarkan agama, maka tidak masalah (boleh dilakukan).
Contohnya: seorang istri
hendak menunaikan ibadah haji karena dia memang mampu untuk menunaikannya,
apalagi sang istri pergi bersama mahramnya. Namun sang suami ternyata
melarangnya. Maka dalam hal ini sang istri tidak masalah jika tetap pergi ke tanah
suci meskipun tanpa disertai ijin dari sang suami. Karena menunaikan ibadah
haji hukumnya wajib bagi yang mampu, sedangkan perintah haji itu datangnya dari
Allah. Tentunya memenuhi panggilan Allah adalah lebih utama daripada memenuhi
perintah / larangan suami.
Demikian juga halnya dengan
menolak suaminya dari jima’ (bersetubuh). Jika hal itu dilakukan saat sedang
haid, tentu tidak terlarang. Bahkan sang istri harus menolaknya. Karena
berjima’ saat istri sedang haid adalah terlarang, sedangkan larangan berjima’
saat istri sedang haid itu datangnya dari Allah. Tentunya menjauhi larangan
Allah adalah lebih utama daripada memenuhi perintah / keinginan suami.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ
يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ ﴿٢٢٢﴾
”Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah kotoran". Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri**** dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci*****, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri”. (QS. Al Baqarah. 222).
****) Maksudnya: jangan
menjima’ istri di waktu haid. *****) Sedangkan yang dimaksud dengan suci ialah
sesudah mandi. Ada pula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
Saudaraku…,
Perhatikan juga penjelasan
hadits berikut ini: Anas r.a. berkata: Rasulullah bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْدُ فَقَدِاسْتَكْمَلَ نِصْفَ
الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي
“Jika seseorang telah kawin,
berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka hendaknya bertaqwa
kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh”. (HR. Al Baihaqi).
Saudaraku…,
Dari hadits tersebut,
diperoleh penjelasan bahwa jika seseorang telah menikah, berarti ia telah
mencukupi separuh dari agamanya. Hal ini menunjukkan, betapa teramat banyaknya
/ teramat kompleks-nya seputar masalah hubungan suami-istri itu. Sehingga – seperti
sudah aku sampaikan sebelumnya – jika ditulis semuanya, bisa menjadi satu buku
sendiri. Jadi, bukannya aku tidak bersedia menjelaskannya secara detail. Tapi
karena memang pertanyaan dari saudaraku tersebut memerlukan jawaban /
penjelasan yang teramat luas.
Saudaraku…,
Pertanyaan yang saudaraku
sampaikan tersebut (apa saja hak-hak dan kewajiban seorang istri dalam agama
Islam?), sama dengan pertanyaan berikut ini: “Apa saja kewajiban seorang muslim
itu?”. Kedua pertanyaan tersebut sama-sama memerlukan jawaban /
penjelasan yang teramat luas.
Jawaban / penjelasan secara
umum untuk pertanyaan yang kedua (apa saja kewajiban seorang muslim itu?)
adalah: bahwa seorang muslim itu wajib untuk menjalankan semua perintah-Nya
serta menjauhi semua larangan-Nya.
Demikian yang bisa
kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini
semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar