Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Dalam sebuah diskusi terbuka di facebook, seorang non-muslim telah membuat pernyataan sebagai berikut:
Bang Fulan:
Islam
itu enaknya
cuma untuk laki-laki saja! (Kaum
laki-laki itu kedudukannya lebih tinggi dari kaum wanita / kaum laki-laki
adalah pemimpin bagi kaum wanita, wanita perlu meminta izin dari suaminya
apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya, wanita wajib taat kepada
suaminya sementara suami tak perlu taat pada isterinya, wanita menerima warisan
lebih sedikit daripada lelaki, wanita kurang dalam beribadat karena adanya
masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki, dll).
Imron Kuswandi M:
Maaf, dari pernyataan anda, nampak sekali bahwa di dalam
pikiran anda, yang ada hanyalah kedengkian yang timbul dari diri anda sendiri,
setelah nyata kebenaran itu ada di depan anda. Dan kedengkian itu, hanya akan
menutup semua kebaikan yang seharusnya menghampiri diri anda.
Bang Fulan:
Bukan begitu saudara. Saya hanya bertanya sesuai yang ada
di hati saya!
Imron Kuswandi M:
Mohon maaf jika saya kasih komen seperti itu. Karena anda
yang baru tahu sedikit tentang Islam, langsung ambil kesimpulan. Ini tak ubahnya seperti
seorang buta yang baru meraba belalai gajah, lantas menyimpulkan bahwa ternyata
gajah itu sejenis hewan yang bentuknya seperti ular. Alhasil, si buta
merasa benar dalam mengambil kesimpulan karena merasa didukung oleh bukti yang
sangat meyakinkan.
Imron Kuswandi M:
Baiklah, berikut ini saya sampaikan beberapa uraian yang
intinya memberi gambaran bahwa tidak benar jika Islam itu enaknya cuma untuk
laki-laki saja (sebagaimana kesimpulan anda)!
*) Benar
bahwa dalam lingkup keluarga, kaum laki-laki itu kedudukannya lebih tinggi dari
kaum wanita karena kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita
(isteri), sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat An Nisaa’ pada bagian awal ayat
34 berikut ini:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ
اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ... ﴿٣٤﴾
“Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), ...”
(QS. An Nisaa’. 34).
Surat An Nisaa’ ayat 34 selengkapnya adalah sebagai
berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ وَالَّاتِي تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلِيًّا كَبِيرًا ﴿٣٤﴾
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya*, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah** mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An Nisaa’. 34).
Namun tahukah anda bahwa dalam kedudukannya sebagai
seorang ibu (yang tentu saja adalah seorang wanita), maka selain kepada Allah
dan rasul-Nya, beliau adalah orang yang harus kita hormati melebihi semua
manusia yang lainnya? Ya...,
Berbakti
kepada ibu benar-benar
menduduki tempat tertinggi, melebihi semua yang lain.
Perhatikan penjelasan hadits berikut ini:
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
يَارَسُولَ اللهِ مَنْ أَحَقَّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ: أُمُّكَ.
قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. فَقَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ
ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوكَ. (رواه البخارى ومسلم)
Abuhurairah r.a. berkata:
Seseorang datang kepada Rasulullah S.A.W. dan bertanya: “Ya Rasulullah,
siapakah yang berhak untuk aku layani (untuk aku patuhi)?”. Jawab Rasulullah:
“Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab
Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ayahmu!”. (HR.
Bukhari, Muslim).
“Jagalah ibumu, karena surga
itu di bawah tapak kakinya”. (HR. Ibn Majah, Annasa’i, dan Alhaakim).
*) Benar bahwa wanita perlu meminta izin dari suaminya
apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya, sebagaimana penjelasan Al
Qur’an surat An Nisaa’ pada bagian akhir ayat 34 serta hadits riwayat Al
Khathib berikut ini:
...
وَالَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ﴿٣٤﴾
“...
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya*, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah** mereka. Kemudian jika
mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An
Nisaa’. 34). Yang dimaksud dengan nusyuz* adalah
kesombongan istri, seperti menolak suaminya dari jima’ / bersetubuh
atau menyentuh badannya atau menolak pindah bersama suaminya atau menutupi
pintu terhadap suaminya yang mau masuk atau minta cerai atau keluar dari rumah
tanpa ijin dari suaminya tanpa disertai dengan alasan yang dibenarkan agama,
sedangkan yang dimaksud dengan memukul** di sini adalah memukul dengan pukulan yang tidak sampai melukai
fisik sang istri, ditujukan agar sang istri segera menghentikan perbuatannya tersebut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا بِغَيْرِ
إِذْنِ زَوْجِهَا كَانَتْ فِى سُخْطِ اللهِ حَتَّى تَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهَا أَوْ
يَرْضَى عَنْهَا زَوْجُهَا. (وَفِى رِوَايَةٍ) لَعَنَهَا كُلُّ مَلَكٍ فِى
السَّمَاءِ وَكُلُّ شَىْءٍ مَرَّتْ عَلَيْهِ غَيْرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ حَتَّى
تَرْجِعَ. (رواه الخطيب)
“Tiap isteri yang keluar dari rumah suaminya tanpa ijin
suaminya tetap berada dalam murka Allah sehingga kembali ke rumahnya atau
dima’afkan oleh suaminya”. (HR. Al Khathib). Dilain riwayat: “Dikutuk oleh semua
malaikat di langit dan semua apa yang dilaluinya selain manusia dan jin,
sehingga kembali”.
Tetapi tahukah anda bahwa konsekuensi dari kedudukannya sebagai pemimpin
bagi kaum wanita (isteri), maka laki-laki (suami) adalah yang paling bertanggung jawab akan baik-buruknya isteri
dan keluarganya? Dia wajib membimbing / mengarahkan isteri dan keluarganya untuk
menggapai ridho-Nya sehingga (atas rahmat-Nya) bisa menggapai surga yang
dipenuhi kenikmatan abadi serta terhindar dari api neraka Jahannam. Ya, benar-benar
sebuah tanggung-jawab yang sangat berat!
Dikisahkan
oleh Abdullah bin ‘Umar dari Nabi SAW:
أَلاَ
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيْرُ الَّذِي
عَلىَ النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ
عَلىَ أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى
بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْهُمْ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ
عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعِ
وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. (رواه البخارى ومسلم)
“Ketahuilah,
setiap kalian adalah penanggung jawab dan akan ditanyai tentang tanggung
jawabnya. Maka seorang pemimpin yang memimpin manusia adalah penanggung jawab
dan kelak akan ditanya tentang mereka. Seorang laki-laki adalah penanggung
jawab atas keluarganya dan kelak dia akan ditanya tentang mereka. Seorang istri
adalah penanggung jawab rumah tangga dan anak-anak suaminya dan kelak akan
ditanya. Seorang hamba sahaya adalah penanggung jawab harta tuannya dan kelak dia
akan ditanya tentangnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan
kelak akan ditanyai tentang tanggung jawabnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ
غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahriim. 6).
Lebih dari itu, laki-laki (suami) juga wajib mempergauli
isterinya dengan cara yang baik, sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat An
Nisaa’ pada bagian tengah ayat 19 serta hadits riwayat At-Tirmidzi berikut ini:
...
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ...﴿١٩﴾
“... Dan bergaullah dengan mereka secara patut. ...”.
(QS. An Nisaa’. 19).
Rasulullah SAW. bersabda:
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ
لِنِسَائِهِمْ. (رواه الترمذى)
“Mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling bagus akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. at-Tirmidzi).
*) Benar bahwa wanita wajib taat kepada suaminya
sementara suami tak perlu taat pada isterinya, sebagaimana penjelasan surat An
Nisaa’ ayat 34 di atas. Namun ketahuilah, bahwa sesungguhnya suami
mempunyai tanggung-jawab yang sangat besar terhadap isteri (dan keluarganya)
sebagaimana penjelasan surat At Tahriim ayat 6 serta hadits riwayat Al-Bukhari
dan Muslim di atas.
Benar bahwa suami tak perlu taat pada isterinya (sementara
wanita/isteri wajib taat kepada suaminya). Dan ini adalah konsekuensi dari kedudukannya
sebagai pemimpin bagi wanita/isterinya (pemimpin tidak perlu taat pada pihak
yang dipimpin). Namun tahukah anda bahwa
suami wajib mempergauli isterinya dengan cara yang baik? (Lihat
kembali penjelasan surat An Nisaa’ ayat 19 serta
hadits riwayat At-Tirmidzi di atas).
*) Benar bahwa wanita menerima warisan lebih sedikit
daripada lelaki, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat An
Nisaa’ ayat 176 berikut ini:
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلاَلَةِ
إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ
وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ فَإِن كَانَتَا اثْنَتَيْنِ
فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِن كَانُواْ إِخْوَةً رِّجَالاً وَنِسَاء
فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّواْ
وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿١٧٦﴾
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara
laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian
dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya
kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An Nisaa’. 176).
Ya..., Tak bisa dipungkiri bahwa dari penjelasan surat An
Nisaa’ ayat 176 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa wanita
menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki. Tetapi
tahukah anda bahwa harta itu akan menjadi milik pribadinya dan tidak harus
diserahkan kepada suaminya, sementara apabila laki-laki menerima warisan, maka ia
juga akan menggunakan hartanya untuk isteri dan anak-anaknya? Bukankah
seorang laki-laki (suami) itu wajib memberi nafkah kepada keluarganya, tetapi
tidak sebaliknya?
...
وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ ... ﴿٣٤﴾
“...
dan karena mereka (laki-laki / suami) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka ...”
(QS. An Nisaa’. 34).
*) Benar bahwa wanita kurang dalam beribadat karena
adanya masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki, sebagaimana penjelasan
beberapa hadits berikut ini:
Dari Abu Sai’d, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda:
أَلَيْسَ
إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا. (رواه
البخارى ومسلم)
“Bukankah bila si wanita haid ia
tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah
kekurangan agama si wanita. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no.
1951 dan Muslim no. 79).
Ketika ‘Aisyah haid saat haji, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda padanya:
فَافْعَلِى
مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى.
(رواه البخارى ومسلم)
“Lakukanlah
segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf
di Ka’bah hingga engkau suci.”
(HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)
Tetapi tahukah anda bahwa seorang wanita boleh memasuki pintu syurga
melalui pintu surga yang mana saja yang disukainya cukup dengan 4 syarat saja,
yaitu: sholat lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan dan menjaga kemaluannya
dari yang haram dan patuh ta’at pada suaminya. Demikian penjelasan hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَنَتْ
فَرْجَهَاوَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيْلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ الْأَبْوَابَ
شِئْتَ. (رواه أحمد)
“Jika isteri itu telah mengerjakan sholat lima waktu dan
puasa pada bulan Ramadhan dan menjaga kemaluannya dari yang haram dan patuh
ta’at pada suaminya, maka akan dipersilahkan: Masuklah ke surga dari pintu mana
yang kamu suka”. (HR. Ahmad).
-----
Demikian seterusnya. Sehingga
jika anda belajar Islam lebih jauh lagi, nampaklah bahwa
sesungguhnya Islam begitu memuliakan kaum hawa, sama seperti halnya Islam
memuliakan kaum adam. Hal ini sangat berbeda dengan propaganda pihak-pihak yang
dengki terhadap kebenaran Islam, dimana mereka hanya menyampaikan ”secuil”
informasi yang tidak lengkap, sehingga seolah-olah terkesan bahwa Islam adalah
agama yang memandang rendah kaum hawa.
...
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ...﴿٢٢٨﴾
“... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. ...”. (QS. Al Baqarah. 228).
Demikian penjelasan yang bisa saya sampaikan. Mohon
maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Bang Fulan:
Penjelasannya bagus. Tapi ya sudahlah, kita jalani saja
agama masing-masing. Makasih sudah mau berbagi, Pak Imron.
-----
Demikian hasil diskusi ini,
Semoga bermanfaat!
NB.
*) Bang Fulan
pada diskusi di atas adalah nama samaran / bukan nama sebenarnya. Mohon
ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan nama pada diskusi di
atas.