Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat telah mengirim
pesan: “Pak
Imron semoga sehat selalu, aamiin. Tapi sebelumnya mohon pertanyaan ini tidak
di-share ke group/umum, karena bersifat pendapat pribadi dan untuk mencegah
terjadinya konflik. Maaf Pak, mau minta pendapat Bapak. Saya minta
pendapat/pandangan Bapak tentang ormas X*. Note: saya bukan (belum) anggota
ormas tersebut”. *) Beliau menyebut nama salah satu ormas.
Hehe. Santai saja, wahai saudaraku!
Tentang seputar ormas tersebut, sebenarnya saya tidak
begitu paham karena saya bukan anggota ormas tersebut dan juga belum pernah
terlibat terlalu jauh dalam ormas tersebut.
Bagi saya sendiri, selama tujuannya baik (artinya tidak
bertentangan dengan agama Islam) dan disampaikan dengan cara yang baik pula
serta tidak mudah menyalahkan (apalagi sampai mengkafirkan) pihak lain, kiranya
tak masalah. Mereka semua tetaplah saudara kita.
-----
Beliau mengatakan:
Terima kasih atas penjelasan dari Bapak. Jujur Pak, ini
masalah pribadi saya. Sahabat saya mengajak saya bergabung dengan ormas
tersebut. Namun saya belum mau bergabung. Salah satu alasannya adalah
sebagaimana saya kutip dari pendapat Bapak: "Bagi saya sendiri, selama
tujuannya baik (artinya tidak bertentangan dengan agama Islam) dan disampaikan
dengan cara yang baik pula serta tidak mudah menyalahkan (apalagi sampai
mengkafirkan) pihak lain, kiranya tak masalah. Mereka semua tetaplah saudara kita".
Saya memberi garis bawah pada kalimat: "tidak mudah menyalahkan (apalagi
sampai mengkafirkan) pihak lain"
Sejauh pengamatan saya melalui media internet baik dari
diskusi maupun lainnya, nampaknya saya menilai mereka sangat mudah sekali
menggunakan kata kafir dan kufur. Sahabat yang mengajak saya bergabung ini
adalah sahabat yang sangat baik dan sering menolong pada saat saya mengalami
kesulitan. Saya ingin menolak ajakannya. Kira-kira bagaimana caranya, ya Pak? Atas
arahannya dan saran yang baik, saya ucapkan terima kasih.”
Saudaraku...,
Mengapa saya mengatakan seperti itu?
“Bagi saya sendiri, selama tujuannya baik
(artinya tidak bertentangan dengan agama Islam)*1 dan disampaikan dengan cara
yang baik*2 pula serta tidak mudah menyalahkan (apalagi sampai mengkafirkan)
pihak lain*3, kiranya tak masalah. Mereka semua tetaplah saudara kita”.
*1. Selama tujuannya baik (artinya tidak bertentangan
dengan agama Islam).
Saudaraku...,
Sebagai seorang muslim,
seharusnya rujukan utamanya adalah Al Qur’an dan Al Hadits. Jika ada yang
bertentangan dengan keduanya, tinggalkan! Jika sesuai dengan keduanya, silahkan
diambil / dilaksanakan!
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
﴿٢﴾
“Kitab (Al Qur'an)* ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertakwa”, (QS. Al Baqarah. 2). *) Allah menamakan Al Qur’an
dengan Al Kitab* yang di sini berarti “yang ditulis” sebagai isyarat bahwa Al
Qur’an diperintahkan untuk ditulis.
هَـذَا بَلاَغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ
وَلِيَعْلَمُواْ أَنَّمَا هُوَ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ
الأَلْبَابِ ﴿٥٢﴾
“(Al Qur'an) ini adalah
penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha
Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).
*2. Disampaikan dengan cara yang baik.
Saudaraku...,
Dalam berdakwah, kita musti berendah diri dan berlaku
lemah lembut. Sikap merendahkan diri serta berlaku lemah lembut dihadapan
mereka, jelas akan lebih dapat mendatangkan simpati dibandingkan sikap angkuh
dan kasar. Demikian contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah
Muhammad SAW. dalam berdakwah, sebagaimana telah diperintahkan Allah
SWT. dalam surat Asy Syu’araa’ ayat 215:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
﴿٢١٥﴾
“dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy Syu’araa’. 215).
Sedangkan dalam ayat yang lain, kita juga diperintahkan
untuk berdakwah bil hikmah (dengan hikmah) dan memberi pelajaran yang baik atau
nasihat yang lembut dan membantah mereka dengan bantahan yang baik pula,
seperti menyeru mereka untuk menyembah Allah SWT. dengan menyampaikan kepada
mereka tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujjah-hujjah (keterangan, alasan,
bukti, atau argumentasi) yang jelas.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah* dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An
Nahl. 125). *) Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
*3. Tidak mudah menyalahkan (apalagi sampai mengkafirkan)
pihak lain.
Saudaraku...,
Sebagai seorang muslim yang baik, janganlah kita mudah
menyalahkan/mudah melontarkan tuduhan (apalagi sampai mengkafirkan) kepada
saudara sesama muslim. Karena jika tuduhan itu tidak benar, maka tuduhan/ucapan
itu akan kembali kepada diri kita sendiri. (Na’udzubillahi
mindzalika!)
Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ
بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، فَإِنْ كَانَ كَمَا قَالَ: وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
“Apabila seorang laki-laki menyeru kepada saudaranya
(sesama muslim): Wahai kafir, maka salah seorang dari keduanya telah kembali
dengan pengkafiran tersebut, lalu apabila (benar) sebagaimana yang dikatakannya
(maka menuju kepada orang tersebut), namun bila tidak, niscaya kembali kepada
yang mengucapkannya.” (HR. Malik, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya dia mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ: يَا
عَدُوَّاللهِ، وَلَيْسَ كَذلِكَ، إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ. (رواه البخارى
ومسلم)
“Siapa yang memanggil seseorang dengan kata kafir atau
menyatakan: ‘Wahai musuh Allah’ dan ternyata ia bukan demikian, maka (kata tersebut)
akan kembali kepadanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَالَ لِأَخِيْهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا
أَحَدُهُمَا.
(رواه البخارى)
“Siapa yang menyatakan kepada saudaranya: ‘Wahai kafir’,
maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengannya”. (HR. Al
Bukhari).
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَكْفَرَ رَجُلٌ رَجُلًا إِلَّا بَاءَ أَحَدُهُمَا
بِهَا إِنْ كَانَ كَافِرًا وَإِلَّا كَفَرَ بِتَكْفِيْرِهِ. (روه ابن
حبان)
“Tidaklah seseorang memvonis kafir (mengkafirkan) orang
lain kecuali salah seorang dari keduanya kembali dengan hal tersebut. Apabila
benar kafir (maka menuju kepada orang yang dikafirkannya tersebut), namun bila
tidak, maka ia kafir dengan sebab pengkafirannya tersebut”. (HR. Ibnu Hibban).
Oleh karena itu janganlah kita mudah menyalahkan/mudah
melontarkan tuduhan/memvonis kafir (mengkafirkan) orang lain, kecuali jika benar-benar telah jelas tanda-tanda
kekafirannya. Misalnya: seseorang telah secara jelas mengatakan bahwa
Nabi Isa Al Masih* itu putera Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al
Qur’an surat At Taubah ayat 30:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى
الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم
بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ
اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ ﴿٣٠﴾
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera
Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih
itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut
mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati
Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS At Taubah. 30).
*) Al Masih artinya mengusap; mengusap orang mati menjadi
hidup kembali, mengusap orang sakit jadi sembuh, dll. (yang semuanya itu atas
ijin Allah SWT).
-----
Lalu bagaimana jika kita menjumpai sahabat yang telah
menjadi anggota ormas yang sangat mudah menggunakan kata kafir dan kufur kepada
sesama muslim?
Saudaraku...,
Jika benar bahwa ormas tersebut sangat mudah menggunakan
kata kafir dan kufur kepada sesama muslim, tentunya menjadi tugas kita untuk
meluruskan sahabat kita yang telah menjadi anggota ormas tersebut (agar tidak lagi
dengan mudah mengkafirkan pihak lain).
Jika kita mempunyai kekuasaan untuk meluruskannya, hendaknya
kita luruskan/kita ubah dengan kekuasaan kita.
Namun jika
tidak mampu dengan tangan/kekuasaan, maka dengan
lisan kita.
Artinya jika saudaraku mempunyai bekal ilmu yang cukup, sebaiknya
saudaraku ajak untuk berdiskusi dengan menyertakan hujjah (keterangan,
alasan, bukti, atau argumentasi) yang kuat disertai dengan dalil-dalil yang
mendasarinya, dengan harapan semoga yang bersangkutan bisa mendapatkan
pemahaman yang benar tentang Islam.
Sedangkan jika dengan lisanpun kita tidak mampu, maka dengan hati kita. Artinya jika saudaraku tidak mempunyai bekal ilmu
yang cukup (sebagaimana penjelasan di atas), setidaknya hati saudaraku tidak setuju dengan tindakan/sikapnya.
Dari Abu Sa’id Al Khudry
radhiyallahu ’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang
siapa di
antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya.
Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan
lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Saudaraku...,
Satu hal yang harus kita perhatikan saat menyampaikan
dakwah kepadanya (serta kepada saudara kita yang lainnya), bahwa disamping
harus kita sampaikan dengan cara yang baik sebagaimana penjelasan surat Asy
Syu’araa’ ayat 215 serta surat An Nahl ayat 125 di atas, kita juga musti
belajar banyak terhadap apa yang telah dilakukan oleh Nabi Musa AS., dimana
Beliau telah menyampaikan dakwah kepada Fir’aun dengan kata-kata yang lemah
lembut sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat Thaahaa berikut ini:
اذْهَبْ أَنتَ وَأَخُوكَ بِآيَاتِي وَلَا تَنِيَا فِي
ذِكْرِي ﴿٤٢﴾ اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ﴿٤٣﴾ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً
لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ﴿٤٤﴾
(42) “Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa
ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku”; (43) “Pergilah
kamu berdua kepada Fir`aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas”; (44) “maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaahaa. 42 – 44).
Nah, jika kepada Fir’aun saja Allah telah memerintahkan
Musa AS. untuk menyampaikan dakwah dengan kata-kata yang lemah lembut, apalagi
kepada saudara sesama muslim! Hal ini sebaiknya juga saudaraku
sampaikan kepada sahabat tersebut, tentang bagimana sikap kita dalam mendakwahi
saudara sesama muslim (kalau kepada Fir’aun saja seperti itu, apalagi kepada sesama
muslim) sehingga diharapkan yang bersangkutan tidak lagi dengan mudah memvonis
kafir (mengkafirkan) orang lain.
Saudaraku tidak perlu khawatir jika sahabat tersebut pada
akhirnya akan bersikap buruk kepada diri saudaraku (setelah saudaraku berupaya
menyampaikan dakwah kepadanya dengan cara yang baik). Kita tidak perlu takut,
karena sesungguhnya Allah beserta kita/Allah akan membantu kita!
قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَن يَفْرُطَ عَلَيْنَا
أَوْ أَن يَطْغَى ﴿٤٥﴾ قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
﴿٤٦﴾
(45) Berkatalah mereka berdua: "Ya Tuhan kami,
sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah
melampaui batas". (46) Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua
khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan
melihat". (QS. Thaahaa. 45 – 46).
-----
Bagaimana pula cara menolak ajakan sahabat untuk
bergabung ke dalam ormas tersebut?
Saudaraku...,
Jika benar bahwa ormas tersebut sangat mudah menggunakan
kata kafir dan kufur kepada sesama muslim, kita sampaikan saja sikap
kehati-hatian kita sehingga kita belum bisa memutuskan untuk bergabung dengan
ormas tersebut sampai jelas/ sampai ada kepastian bahwa ormas tersebut telah
mengubah cara dakwahnya sehingga tidak lagi dengan mudah menggunakan kata kafir
dan kufur kepada sesama muslim.
Demikian penjelasan
yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
-----
Beliau mengatakan: “Terima kasih, Pak
Imron... Terima kasih atas segala perkenan bapak memberi jawaban atas segala
apa yang menjadi keraguan/ketidaktahuan saya.. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan balasan baik yang berlipat kepada bapak sekeluarga... Aamiin Yaa
Rabb...”
Demikian hasil diskusi ini,
Semoga bermanfaat.