Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat telah bertanya: “Pak Imron, saya mau
bertanya. Bagaimana kita sebaiknya bersikap saat ada non muslim yang mendo’akan
kebaikan untuk kita? Saya ada teman Katholik, dia kerap mendo’akan kesehatan
dan kesuksesan untuk saya. Terima kasih atas jawaban Bapak”.
Terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Sebelum membahas pertanyaan saudaraku tersebut,
marilah kita perhatikan uraian berikut ini:
Saudaraku,
Syariat Islam mengajarkan kaum muslimin untuk selalu
meningkatkan kecintaan terhadap saudara sesama muslim, merekatkan persaudaraan
dan kasih sayang sesama muslim. Dan untuk mewujudkan hubungan persaudaraan dan
kasih sayang ini, maka syariat Islam memerintahkan kita untuk menyebarkan
salam.
...
فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ
اللهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ
اللهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٦١﴾
“... Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari)
rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti
memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah,
yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya)
bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. An Nuur. 61).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْشِ
السَّلَامَ، وَأَطْعِم ِالطَّعَامَ، وَصِلِ الْأَرْحَامَ، وَقُمْ بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ، وَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
“Tebarkanlah
salam, berilah (orang) makanan, sambunglah karib kerabat (silaturrahim), berdirilah
(shalat) di malam hari ketika manusia tidur, dan masuklah kamu ke dalam surga
dengan selamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Hurairah(.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا, وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا,
أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا
السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم)
“Kalian
tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan
beriman hingga kalian bisa saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan
terhadap satu amalan yang bila kalian mengerjakannya kalian akan saling
mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim).
Saudaraku,
Ucapan salam, yaitu kalimat:
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” artinya: “Semoga
keselamatan (dilimpahkan) atasmu, dan rahmat Allah serta berkah-Nya (juga dilimpahkan
kepadamu)”.
Hal ini menunjukkan bahwa salam berarti do’a. Artinya
ketika saudara kita sesama muslim telah mengucapkan salam kepada kita, maka
sesungguhnya dia telah mendo’akan kita dengan do’a: “Semoga keselamatan dilimpahkan
atas kita, dan semoga rahmat Allah serta berkah-Nya juga dilimpahkan kepada
kita”.
Mendapat salam dari saudara kita seperti ini, maka kita
juga harus membalasnya dengan salam yang lebih baik (atau minimal sama).
Artinya kita juga harus mendo’akan saudara kita tersebut dengan do’a yang lebih
baik (atau minimal dengan do’a yang sama).
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا
أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيباً ﴿٨٦﴾
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang
serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”. (QS. An Nisaa’.
86).
Lalu bagaimana jika yang menyampaikan salam tersebut
adalah orang non muslim? Perhatikan penjelasan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَصْحَابَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ
نَرُدُّ عَلَيْهِمْ قَالَ قُولُوا وَعَلَيْكُمْ. (رواه مسلم)
Dari Anas radhiyallahu
‘anhu bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: “Sesungguhnya Ahli
Kitab memberi salam kepada kami, bagaimana kami menjawabnya?” Jawab Beliau: “Ucapkan:
Wa'alaikum”. (HR. Muslim no. 4025).
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ
أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ
يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ قَالَ قُولُوا وَعَلَيْكُمْ
قَالَ أَبُو دَاوُد وَكَذَلِكَ رِوَايَةُ عَائِشَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْجُهَنِيِّ وَأَبِي بَصْرَةَ يَعْنِي الْغِفَارِيَّ. (رواه ابو داود)
Telah menceritakan kepada kami
Amru bin Marzuq berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Qatadah
dari Anas berkata, "Para sahabat sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bertanya kepada beliau, "Orang-orang ahli kitab memberi salam kepada kami,
lalu bagaimana kami memberi jawaban?" beliau menjawab: "Ucapkanlah
'Wa Alaikum (dan atas kalian)." Abu Dawud berkata, "Seperti itu pula
riwayat 'Aisyah, Abu 'Abdurrahman Al Juhanni dan Abu Bashrah – maksudnya Abu
Bashrah Al Ghifari –". (HR. Abu Daud no. 4531)
Saudaraku,
Dari dua hadits tersebut, diperoleh penjelasan bahwa ketika
yang menyampaikan salam tersebut adalah orang non muslim, maka kita
diperintahkan untuk menjawab/mengucapkan “wa’alaikum” saja, tanpa ada
tambahan apapun di belakangnya. Wa’alaikum artinya “dan atas kalian”. Kalimat
seperti ini tidak berarti apa-apa (tidak bisa diartikan sebagai do’a). Berbeda
dengan kalimat wa’alaikumussalam, yang artinya “dan semoga keselamatan (juga)
atas kalian”.
Hal ini mengisyaratkan bahwa
kitapun diperintahkan untuk membalas sikap baik mereka dengan sikap yang baik
pula dengan membalas salam yang mereka sampaikan kepada kita (bisa dibayangkan,
apa jadinya jika kita tak pernah menanggapi salam yang telah mereka sampaikan
kepada kita) tanpa disertai dengan do’a yang sama/tanpa mendo’akan balik dengan
do’a yang sama kepada mereka karena kita kaum muslimin tidak
diperkenankan untuk berdo’a bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat kita, apalagi hanya rekan sejawat/teman kerja,
dst.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن
يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
“Tiadalah sepatutnya bagi
Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat
(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah
penghuni neraka Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).
Kecuali jika kita berdo’a agar mereka
mendapat hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dimana Beliau SAW. pernah berdo’a agar Allah memberi hidayah kepada salah
seorang dari dua lelaki, yaitu Abu Jahal atau Umar bin Al-Khattab.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ
حَدَّثَنَا خَارِجَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ
أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ
أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basyar dan Muhammad bin Rafi' keduanya berkata; telah menceritakan
kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi telah menceritakan kepada kami Kharijah bin
Abdullah Al Anshari dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam pernah berdoa: "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu
diantara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal atau Umar bin
Khaththab." Ibnu Umar berkata; "Dan ternyata yang lebih Allah cintai
di antara keduanya adalah Umar bin Khaththab." Abu Isa berkata;
"Hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib dari hadits Ibnu Umar."(HR.
Tirmidzi no. 3614).
-----
Saudaraku,
Merujuk pada uraian di atas, maka ketika ada non muslim yang
mendo’akan kebaikan untuk kita (mendo’akan kesehatan dan kesuksesan untuk kita),
sebaiknya juga kita balas sikap baiknya dengan sikap
yang baik pula tanpa disertai dengan do’a yang sama/tanpa mendo’akan balik
dengan do’a yang sama kepadanya. Misalnya kita balas dengan ucapan: “Terimakasih
atas perhatiannya”, tanpa disertai adanya tambahan kata/kalimat apapun di
belakang kalimat tersebut.
Kalaupun harus ditambahi dengan
do’a, maka do’akanlah agar dia mendapat
hidayah sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada hadits di atas (baik
secara explisit maupun implisit). Misalnya kita balas dengan
ucapan: “Terimakasih atas perhatiannya. Semoga anda tetap diberi kesehatan
sehingga tetap mampu untuk berbuat baik kepada sesama sehingga pada akhirnya anda
bisa mendapatkan kesuksesan dalam hidup yang jauh lebih baik daripada yang telah
anda raih selama ini”.
Pada kalimat tersebut, secara
implisit kita berdo'a semoga yang bersangkutan bisa mendapat hidayah dari Allah
dan menemukan Islam di hari kemudian. Ini tersirat dalam kalimat: “dan pada
akhirnya anda bisa mendapatkan kesuksesan dalam hidup yang jauh lebih baik
daripada yang telah anda raih selama ini”. (Tentunya
tiada yang lebih baik daripada yang telah dia raih selama ini, selain mendapat hidayah dari Allah dan
menemukan Islam di kemudian hari).
Dalam contoh tersebut, kita juga do’akan agar dia diberi kesehatan dengan harapan peluang untuk mendapatkan
hidayah masih terbuka (jadi ujung-ujungnya kita tetap berdo’a
agar dia diberi hidayah, sebagaimana tertulis pada bagian akhir kalimat tersebut).
Karena jika kemudian dia sakit parah sehingga
wafat dalam keadaan tidak beriman, maka dia akan tetap dalam kekafiran untuk
selama-lamanya. Karena setelah ajal menjemput seseorang, pintu
taubat telah tertutup untuknya (demikian pula pintu hidayah) dan
taubatnya tidak akan diterima untuk selama-lamanya. (Na’udzubillahi
mindzalika!).
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ
السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ
عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٨﴾
”Dan tidaklah taubat itu
diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga
apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan:
"Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima
taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi
orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. (QS. An Nisaa’. 18).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه
الترمذى)
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla akan
menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan.” (HR.
At-Tirmidzi).
Saudaraku,
Ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan terkait do’a yang telah dia sampaikan
kepada kita. Yaitu kita tidak perlu mengamini do’anya karena do`a orang-orang
kafir itu hanyalah sia-sia belaka. Demikian penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar
Ra’d pada bagian akhir ayat 14:
...
وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ ﴿١٤﴾
“... Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah
sia-sia belaka”. (QS. Ar Ra’d. 14).
Surat Ar Ra’d ayat 14 selengkapnya
adalah sebagai berikut:
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ
لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُم بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ
لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي
ضَلَالٍ ﴿١٤﴾
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do`a yang benar.
Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan
sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak
tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak
dapat sampai ke mulutnya. Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah
sia-sia belaka”. (QS. Ar Ra’d. 14).
Demikian yang bisa
kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Juga mohon maaf
atas keterbatasan ilmuku. Karena bagimanapun juga, sampai saat ini aku
benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena
itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada ‘alim / ‘ulama’
di sekitar saudaraku tinggal. Semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan /
jawaban yang lebih memuaskan, karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih
banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.
Semoga bermanfaat.