Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Ketika kita menggunakan jasa pengetikan untuk mengetikkan
makalah kita dengan tarif yang wajar atau sekitar Rp 3.000,-
per halaman dan setelah pengetikan makalah kita tersebut selesai dan diserahkan
kepada kita kemudian kita lihat hasil pengetikannya ternyata terdapat
kesalahan ketik sekitar satu atau dua huruf, maka dalam hal ini seharusnya kita bisa memakluminya
sebagai sebuah kesalahan yang wajar, yang masih bisa ditolerir/dima’afkan.
Hal yang berbeda terjadi jika upah yang kita berikan
adalah jauh di atas tarif yang wajar, misalnya kita berikan upah sebesar Rp 1.000.000,- per
halamannya. Maka dalam hal ini kesalahan ketik walau hanya satu atau
dua huruf, benar-benar sudah merupakan sebuah kesalahan fatal yang tidak bisa
dima’afkan lagi.
Kesimpulan:
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
kesalahan yang sama, ternyata nilai kesalahannya akan semakin tinggi ketika
imbalan yang diberikan juga semakin tinggi.
Saudaraku…,
Sekarang marilah kita memikirkan tentang apa yang terjadi
antara kita dengan Allah SWT.
Jika kita perhatikan dengan seksama, ternyata
nikmat yang telah Allah berikan kepada
kita adalah tidak terhingga, baik nilainya maupun jumlahnya. Jantung kita
misalnya (juga paru-paru kita, hati kita, organ pencernaan kita, apalagi otak
kita), tentunya tidak ada satupun di antara kita yang
bersedia ditukar dengan sejumlah uang (berapapun banyaknya), karena masing-masing adalah tak ternilai harganya.
Demikian juga halnya dengan
nikmat-nikmat yang lain, seperti: bumi tempat kita berpijak, udara yang kita hirup saat
kita bernafas, air yang kita minum, dll), ternyata semuanya juga tidak
ternilai. Karena tidak ada satupun di antara kita yang
bersedia diberi sejumlah uang (berapapun banyaknya), jika syaratnya adalah: harus hengkang dari permukaan
bumi ini, atau tidak boleh bernafas walau hanya sehari, atau tidak boleh minum
air sama sekali walau hanya 3 bulan. Karena tidak ada satupun diantara kita
yang mampu bertahan hidup di luar planet kita tercinta ini, dan tidak ada
satupun diantara kita yang mampu bertahan hidup tanpa bernafas walau hanya sehari,
dan juga tidak ada satupun diantara kita yang mampu bertahan hidup tanpa air
selama 3 bulan.
Sementara itu jika
kita mencoba untuk menghitung jumlah nikmat dari-Nya, pasti kita juga tidak akan
mampu menghitungnya, karena jumlah nikmat yang diberikan-Nya kepada kita
adalah tak terhingga.
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ
نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ ﴿٣٤﴾
“Dan Dia telah memberikan
kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika
kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)”. (QS.
Ibrahim. 34).
Saudaraku…,
Jika kita melihat kembali
kesimpulan kisah di atas (yang menyatakan bahwa untuk kesalahan yang sama, ternyata
nilai kesalahannya akan semakin tinggi ketika imbalan yang diberikan juga
semakin tinggi), maka logika kita akan mengatakan bahwa apabila kita melakukan
suatu kesalahan yang menurut pandangan kita hanyalah kesalahan yang sepele saja, namun jika
hal ini kita kaitkan dengan pemberian Allah yang tak terhingga kepada kita, tentunya
nilai kesalahannya adalah teramat besar, bahkan tak terhingga. (Wallahu
a'lam).
Dengan demikian apabila seseorang
telah melakukan suatu kesalahan yang menurut pandangan kita
hanyalah kesalahan yang kecil (misal: seseorang telah mengurangi timbangan sedemikian
rupa sehingga dia mendapatkan “tambahan keuntungan” sebesar Rp 1.000,- dari
transaksi tersebut), kemudian orang tersebut dihukum di neraka dengan
siksaan yang tak terperikan selama 1 juta tahun misalnya, selanjutnya
kesalahan/dosanya dianggap telah terhapus, maka hal ini pasti karena telah
dima’afkan/telah diampuni oleh Allah, Tuhan Yang
Maha Pengampun. (Wallahu a'lam).
Karena jika tidak mendapatkan ampunan dari-Nya, maka
logika kita akan mengatakan bahwa akibat dari kesalahan tersebut, maka dihukum di neraka seberat
apapun dan seberapa lamapun, hal ini tetap tidak akan mampu menghapus
dosa/kesalahan yang telah dia perbuat, karena nilai kesalahannya
adalah tidak terhingga. Artinya hukuman di neraka seberat apapun dan seberapa
lamapun, tetap tidak akan mampu menebus nilai kesalahannya yang tidak
terhingga tersebut! (Wallahu a'lam).
Saudaraku…,
Demikianlah kasih sayang yang telah Allah berikan kepada
orang-orang yang beriman. Ya, pada akhirnya Allah akan mengampuni segala dosa bagi
setiap orang yang wafat dalam keadaan beriman kepada-Nya. Sedangkan bagi siapa
saja yang wafat dalam keadaan mempersekutukan-Nya, maka tiada ampunan baginya. (Na’udzubillahi
mindzalika).
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا
عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).
Saudaraku…,
Perhatikanlah penjelasan dua Hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim berikut ini:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ
النبي صلى الله عليه وسلم يقولُ: لا يُدْخِلَ اَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ
الْجَنَّةَ وَلَايُجِيْرُهُ مِنَ النَّارِ وَلَا اَنَا اِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ
اللهِ.
(رواه مسلم)
Dari Jabir r.a., beliau berkata:
saya pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Amal saleh seseorang di antara kamu tidak dapat
memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari azab api neraka
dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah." (HR. Muslim).
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ
رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم لَنْ يُدْخِلَ اَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ
الْجَنَّةَ قَالُوْاوَلَااَنْتَ يَارَسُوْلُ الله؟ قَالَ وَلَا اَنَا اِلَّا اَنْ
يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ. (رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah r.a., beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Amal saleh seseorang di antara kamu sekali-kali
tidak dapat memasukkannya ke dalam surga." Mereka (para sahabat) bertanya,
"Hai Rasulullah, tidak pula engkau?" Rasulullah menjawab, "Tidak
pula aku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku."
(HR. Muslim).
Saudaraku…,
Penjelasan dua Hadits di atas sangat bersesuaian dengan
uraian sebelumnya, karena sekecil apapun kesalahan yang telah diperbuat oleh
seseorang, sesungguhnya nilai kesalahannya adalah tidak terhingga. Maka sebesar
apapun amal saleh yang telah diperbuat oleh seseorang, sama sekali tidak akan
mampu menjauhkannya dari azab api neraka. Hanya
dengan rahmat Allah-lah, yang akan mampu menjauhkannya dari
azab api neraka serta memasukkannya ke dalam surga.
Lalu untuk apa kita beribadah/beramal saleh? Kita
beribadah/beramal saleh, semata-mata hanyalah karena mengharap ridha-Nya.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ
رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ... ﴿٢٨﴾
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; ...”. (QS. Al Kahfi. 28).
Jika Allah ridha maka Allah akan memberikan
rahmat-Nya kepada kita, yang dengan/atas rahmat-Nya itu kita bisa menggapai
surga-Nya yang dipenuhi dengan kenikmatan abadi serta terhindar dari azab api neraka.
قَالَ اللهُ هَذَا يَوْمُ يَنفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ
لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١١٩﴾
“Allah berfirman: "Ini
adalah suatu hari yang bermanfa`at bagi orang-orang yang benar kebenaran
mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha
terhadap-Nya*. Itulah keberuntungan yang paling besar". (QS. Al Maa-idah.
119). *) Maksudnya ialah: Allah meridhai segala perbuatan-perbuatan mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap nikmat yang telah dicurahkan Allah kepada
mereka.
...
كَذَلِكَ يَجْزِي اللهُ الْمُتَّقِينَ ﴿٣١﴾
“... Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang
yang bertakwa”. (QS. An Nahl. 31).
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ طَيِّبِينَ
يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
﴿٣٢﴾
“(Yaitu) orang-orang yang
diwafatkan dalam keadaan baik** oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):
"Salaamun`alaikum***, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang
telah kamu kerjakan". (QS. An Nahl. 32). **)
Maksudnya: wafat dalam keadaan suci dari kekafiran dan kemaksiatan, atau dapat
juga berarti mereka wafat dalam keadaan senang karena ada berita gembira dari
malaikat bahwa mereka akan masuk surga. ***) Artinya adalah: selamat sejahtera bagimu. (Wallahu
a'lam).
Semoga bermanfaat.
NB.
Pada tulisan di atas, ku-akhiri dengan kalimat: ”wallahu a'lam”. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan ilmu-ku/logika-ku adalah sangat terbatas.
... وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾
“... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Sedangkan yang lebih mengetahui bagaimana yang
sebenarnya, tentunya hanya Allah semata. Karena Pengetahuan Allah adalah
meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini:
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا
يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا ﴿١١٠﴾
“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa
yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya”.
(QS. Thaahaa. 110).
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴿١٢﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).