Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku,
Saat kuliah di ITS dahulu, aku menjumpai sebuah
pertanyaan dari non-muslim kurang lebih sebagai berikut: “Bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bisa menyelamatkan ummatnya,
sementara Beliau sendiri belum selamat sehingga minta dido’akan keselamatan?”.
MARI KITA KAJI PERTANYAAN TERSEBUT
Ada dua hal yang dipertanyakan dalam pertanyaan tersebut:
1. Rasulullah tidak bisa menyelamatkan ummatnya?
2. Rasulullah belum selamat sehingga minta dido’akan keselamatan?
~
1. Rasulullah tidak
bisa menyelamatkan ummatnya?
Saudaraku,
Secara umum pertanyaan pada bagian pertama di atas bisa
diterima karena memang benar adanya, bahwa Rasulullah memang tidak bisa menyelamatkan ummatnya. Karena yang
bisa menyelamatkan seseorang itu hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perhatikan
firman-Nya dalam surat Al Qashash ayat 56 berikut ini:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَــٰـكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦﴾
“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat
memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS.
Al Qashash. 56)
Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya hanya Allah SWT.
saja yang bisa memberi hidayah (petunjuk) ke jalan yang lurus (untuk masuk
Islam) kepada seseorang sehingga oleh karenanya dia bisa selamat dari ancaman
api neraka.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya hanya Allah-lah yang bisa
menolak mudharat dan memberi manfaat. Dialah yang memiliki kerajaan, pemberian,
pencegahan. Dialah yang memiliki segala perintah, Dialah pemilik segala
ciptaan. Keputusannya pasti terlaksana, ketentuannya pasti terjadi. Tidak ada
yang bisa menahan apa yang Dia berikan, tidak ada yang bisa memberikan apa yang
Dia tahan, dan tidak ada yang bisa menolak apa yang Dia putuskan. Dialah
satu-satunya yang bisa melenyapkan setiap bencana dan menghilangkan setiap
kesulitan. Para malaikat, para nabi, orang-orang shalih, para wali serta semua
makhluk lainnya tidak ada yang bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat.
مَا يَفْتَحِ اللهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ
لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِن بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ ﴿٢﴾
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa
rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang
ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya
sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Faathir. 2)
قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ قُلِ اللهُ قُلْ
أَفَاتَّخَذْتُم مِّن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ نَفْعًا
وَلَا ضَرًّا قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَــٰتُ وَالنُّورُ أَمْ جَعَلُواْ لِلّٰهِ شُرَكَاءَ خَلَقُواْ كَخَلْقِهِ فَتَشَـــٰــبَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللهُ خَــٰـلِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ ﴿١٦﴾
“Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?"
Jawabnya: "Allah." Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil
pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai
kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?".
Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah
gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu
bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan
itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah
Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa". (QS.Ar Ra’d. 168).
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ
اللهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ
أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللهُ
عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ ﴿٣٨﴾
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab:
"Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa
yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan
kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu,
atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan
rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nyalah
bertawakkal orang-orang yang berserah diri”. (QS. Az-Zumar. 38).
قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا
مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ ﴿١٨٨﴾
“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik
kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku
membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman". (QS.Al-A’raaf. 188).
Saudaraku,
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah memang tidak bisa menyelamatkan ummatnya karena yang
bisa menyelamatkan seseorang itu hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan kepada
orang yang Beliau cintai-pun Beliau tidak sanggup untuk menyelamatkannya,
apalagi kita? Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
berikut ini:
و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ
شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا
حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ وَعَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ
بْنِ الْمُغِيرَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَمِّ
قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ فَقَالَ
أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ
عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيُعِيدُ لَهُ تِلْكَ الْمَقَالَةَ
حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا وَاللهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ
أُنْهَ عَنْكَ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ { مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ }
وَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى فِي أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ
يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ }. ... (رواه مسلم)
Dan telah menceritakan kepadaku
Harmalah bin Yahya at-Tujibi telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Wahb dia
berkata, telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata, telah
mengabarkan kepadaku Said bin al-Musayyab dari bapaknya dia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menziarahi Abu Thalib di saat-saat dirinya tengah
menghadapi sakaratul maut. Beliau mendapati Abu Jahal dan Abdullah bin Abu
Umaiyyah bin al-Mughirah turut berada di sana.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Paman!
Ucaplah Dua Kalimah Syahadat, aku akan menjadi saksi kamu di hadapan Allah”. Lalu Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah mencelah: “Wahai Abu Thalib,
sanggupkah kamu meninggalkan agama Abdul Muththalib?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak
berputus asa, malah
tetap mengajarnya mengucap Dua Kalimah Syahadat serta berkali-kali
mengulanginya. Sehingga Abu Thalib menjawab sebagai ucapan terakhir kepada
mereka, bahwa dia tetap bersama dengan agama Abdul Muththalib, dan enggan
mengucapkan Kalimah Syahadat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pun bersabda: “Demi Allah, aku akan mohonkan ampunan dari Allah
untukmu”, sehingga Allah menurunkan ayat:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ
آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَـــٰبُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi
dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka
Jahannam”. (QS. At Taubah. 113).
Lalu Allah menurunkan firman-Nya
berkenaan dengan peristiwa Abu Thalib:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَــٰـكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦﴾
“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat
memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS.
Al Qashash. 56). ... (HR. Muslim).
Saudaraku,
Karena hanya Allah-lah yang bisa memberi hidayah kepada
seseorang sehingga oleh karenanya dia bisa selamat dari ancaman api neraka dan
karena hanya Allah-lah yang bisa menolak mudharat dan memberi manfaat,
sedangkan para malaikat, para nabi, orang-orang shalih, para wali serta semua
makhluk lainnya tidak ada yang bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat,
maka hendaklah kita orang-orang yang beriman hanya menyembah Allah semata (tidak boleh beserta yang lainnya) dan
hanya kepada-Nyalah kita memohon hidayah/memanjatkan do’a. Cukuplah Allah bagi
kita dan hanya kepada-Nyalah kita bertawakkal (berserah diri).
إِنَّنِي أَنَا اللهُ لَا إِلَـــٰهَ إِلَّا أَنَاْ فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS.
Thaahaa. 14). Dalam ayat ini Allah
akan menggunakan kata ganti "Aku", bukan “Kami”. Hal ini menunjukkan
bahwa memang hanya Allah saja yang harus kita sembah, tidak boleh beserta yang
lainnya.
...
قُلْ حَسْبِيَ اللهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ ﴿٣٨﴾
“... Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku".
Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”. (QS. Az-Zumar. 38).
2. Rasulullah belum selamat sehingga minta
dido’akan keselamatan?
Saudaraku,
Sebelum aku membahas pertanyaan tersebut, marilah kita
perhatikan terlebih dahulu penjelasan Al Qur’an dalam surat Muhammad ayat 7 berikut
ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ
يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ ﴿٧﴾
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad.
7).
Saudaraku,
Jika ayat tersebut menjelaskan bahwa jika kita
orang-orang yang beriman “menolong Allah”, apakah hal ini menunjukkan bahwa
Allah itu adalah Tuhan yang lemah sehingga membutuhkan pertolongan dari kita? (Subhanallah,
Maha Suci Allah dari sifat yang demikian!).
Adalah mustahil bagi Allah
untuk mempunyai sifat sebagai Tuhan yang lemah sehingga membutuhkan pertolongan
dari kita, karena sesungguhnya
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾
“Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. (QS. Al Ikhlaash. 2).
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا
أَحَدٌ ﴿٤﴾
“dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia". (QS. Al Ikhlaash. 4).
Jika memang demikian halnya, maka tiada lain maksud ayat
tersebut selain daripada untuk menguji kita orang-orang yang beriman, apakah
kita bersedia untuk menyisihkan sebagian ni`mat dari
sekian banyak ni`mat (baca: surat
Ibrahim ayat 34) yang telah dianugerahkan Allah kepada kita, untuk “menolong
(agama) Allah”.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن
يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”. (QS. Al ‘Ankabuut.
2).
...
وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا ... ﴿٣٤﴾
“...
Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. ... ”.
(QS. Ibrahim. 34).
Lebih dari itu, jika Allah adalah Tuhan yang lemah (subhanallah,
Maha Suci Allah dari sifat yang demikian), tentunya Dia tidak akan mampu untuk membalas
“pertolongan” kita tersebut dengan balasan yang berlipat ganda. Hal ini
sekaligus juga menunjukkan bahwa perbuatan baik yang telah kita lakukan
tersebut, yaitu dengan “menolong Allah”, pada hakekatnya hal itu adalah untuk
diri kita sendiri. Karena dari sebagian ni`mat yang kita
sisihkan tersebut, justru akan dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat
ganda.
مَنْ عَمِلَ صَــٰــلِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّـــٰمٍ لِّلْعَبِيدِ ﴿٤٦﴾
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka
(dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya
hamba-hamba (Nya)”. (QS. Fushshilat. 46).
Saudaraku,
Perhatikan pula penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Hadiid ayat 11 serta surat At Taghaabun ayat 17 berikut ini:
مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا
فَيُضَــٰـعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ ﴿١١﴾
“Siapakah yang
mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak,” (QS. Al Hadiid. 11).
إِن تُقْرِضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَــٰـعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
﴿١٧﴾
”Jika kamu
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat-gandakan (pembalasannya) kepadamu dan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun”. (QS. At
Taghaabun. 17).
Saudaraku,
Jika kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa jika kita
orang-orang yang beriman “meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik”, tentunya
hal ini tidaklah menunjukkan bahwa Allah itu adalah Tuhan yang miskin sehingga
membutuhkan pinjaman dari kita. (Subhanallah, Maha Suci Allah dari sifat yang demikian!).
Adalah mustahil bagi Allah
untuk mempunyai sifat sebagai Tuhan yang miskin sehingga membutuhkan pinjaman
dari kita, karena sesungguhnya
Allah adalah Tuhan yang Maha Kaya.
... فَإِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ ﴿٨﴾
”...,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Ibrahim. 8).
Jika memang demikian halnya, maka tiada lain maksud kedua
ayat tersebut selain daripada untuk menguji kita orang-orang yang beriman,
apakah kita bersedia untuk menyisihkan sebagian rezki dari sekian banyak rezki
yang telah dianugerahkan Allah kepada kita, untuk “kita
pinjamkan kepada Allah”.
Lebih dari itu, jika Allah adalah Tuhan yang miskin (subhanallah,
Maha Suci Allah dari sifat yang demikian), tentunya Dia tidak akan mampu untuk membalas
“pinjaman” kita tersebut dengan balasan yang berlipat ganda. Hal ini sekaligus
juga menunjukkan bahwa perbuatan baik yang telah kita lakukan tersebut, yaitu dengan
“meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik”, pada
hakekatnya hal itu adalah untuk diri kita sendiri. Karena dari sedikit yang
kita “pinjamkan” tersebut, justru akan dibalas oleh Allah dengan balasan yang
berlipat ganda.
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ
أَسَأْتُمْ فَلَهَا ... ﴿٧﴾
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu
sendiri, ...” (QS.
Al Israa’. 7).
Saudaraku,
Hal yang sama juga kita jumpai dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا. (رواه مسلم)
“Siapa yang bershalawat untukku satu kali, maka Allah
akan bershalawat untuknya sepuluh kali (Allah akan memberikan kerahmatan padanya sepuluh kali
dengan sebab sekali shalawat tadi).” (HR. Muslim).
Sama seperti penjelasan sebelumnya, bahwa kalaupun Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita orang-orang beriman bershalawat
untuk Beliau, hal ini bukan berarti bahwa Beliau belum selamat. Karena Allah
telah berjanji untuk menolong/menyelamatkan para rasul-Nya
dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat nanti.
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي
الْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَــٰـدُ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi
(hari kiamat)”, (QS. Ghafir. 51).
لَــٰكِنِ الَّذِينَ
اتَّقَوْاْ رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّــــٰتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَـٰــرُ خَــٰــلِدِينَ فِيهَا نُزُلًا مِّنْ عِندِ اللهِ وَمَا عِندَ اللهِ خَيْرٌ
لِّلأَبْرَارِ ﴿١٩٨﴾
”Akan tetapi orang-orang yang
bertakwa kepada Tuhan-nya bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah)
dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang
yang berbakti”. (QS. Ali ’Imran. 198).
Saudaraku,
Adalah mustahil bagi Allah
untuk tidak menolong/menyelamatkan para rasul-Nya serta orang-orang yang bertakwa kepada-Nya dan
kemudian memasukkan mereka ke dalam api neraka, karena
sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Menepati Janji.
... وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ ...﴿١١١﴾
"... Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At
Taubah. 111).
Dan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya,
sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6:
... لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ ... ﴿٦﴾
"...
Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, ...”. (QS. Ar Ruum. 6).
Saudaraku,
Jika memang demikian halnya, maka tiada lain maksud
hadits di atas selain daripada untuk menguji kita orang-orang yang beriman,
apakah kita yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW, benar-benar
mencintai Beliau SAW. (sesudah mencintai Allah) di atas segala-galanya.
Allah telah berfirman dalam surat At Taubah ayat 24:
قُلْ إِن كَانَ
آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ
وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ
تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ
فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya
dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”.
(QS. At Taubah. 24).
Saudaraku,
Orang yang mencintai seseorang (atau siapapun / apapun
itu), maka dia pasti akan banyak menyebut dan mengingatinya. Demikian pula
ketika kita mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kita juga akan
senantiasa menyebut dan mengingatinya, yaitu dengan bershalawat kepadanya.
Lebih dari itu, dari hadits tersebut juga diperoleh
penjelasan bahwa ketika kita bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, pada hakekatnya hal itu adalah untuk diri kita sendiri. Karena disaat
kita bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam satu kali, kita
malah dapat sepuluh kali. Artinya Allah akan memberikan kerahmatan kepada kita sepuluh
kali dengan sebab sekali shalawat tadi. Dan hal ini juga sama seperti penjelasan sebelumnya. (Wallahu a’lam).
Semoga bermanfaat.