Assalamu’alaikum
wr. wb.
Saudaraku,
Terkait tindakan penistaan
terhadap Agama Islam yang telah dilakukan oleh seorang oknum pejabat tinggi di
Ibukota, seorang profesor/guru besar bidang ilmu teknik di sebuah perguruan
tinggi negeri terkemuka di Jawa Timur, telah memberikan tanggapan negatif
terhadap para pembela Islam dengan memberikan pernyataan berikut ini: “Gusti
Allah ra butuh dibelo, ... Wong Maha Kuasa”. Artinya: “Gusti Allah tidak butuh
dibela, ... Wong Maha Kuasa”.
Tanggapan
Sebelum menanggapi
sikap/pernyataan beliau tersebut, marilah kita perhatikan terlebih dahulu
uraian berikut ini:
Saudaraku,
Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah Ta’ala telah
berfirman:
يَا
عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا
نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي.
يَا
عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا
عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي
شَيْئًا.
يَا
عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا
عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي
شَيْئًا.
يَاعِبَادِي
لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي
صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ مَا
نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ
الْبَحْرَ. (رواه مسلم)
Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian tidak akan bisa mendatangkan kemudharatan kepadaKu lalu menimpakannya
kepadaKu, dan kalian takkan bisa memberikan manfaat kepadaKu lalu kalian
memberikannya kepadaKu.
Wahai
hamba-hambaKu, seandainya generasi pertama kalian dan generasi akhir kalian,
baik dari bangsa manusia dan jin, mereka semua berada pada taraf ketakwaan
seorang paling tinggi tingkat ketakwaannya di antara kalian, hal itu takkan
menambah kerajaanKu sedikit pun.
Seandainya
generasi pertama kalian dan generasi akhir kalian, baik dari kalangan bangsa
jin dan manusia, mereka semua berada pada taraf kedurhakaan seorang yang paling
tinggi tingkat kedurhakaannya di antara kalian, hal itu takkan mengurangi
kerajaanKu sedikit pun.
Wahai
hambaKu, seandainya generasi pertama kalian dan generasi akhir kalian, baik
dari bangsa manusia dan jin, semuanya berdiri di atas tanah yang tinggi, lalu
mereka semua meminta kepadaKu, lalu aku penuhi permintaan mereka, untuk yang
demikian itu, tidaklah mengurangi apa-apa yang Aku miliki, kecuali seperti
berkurangnya jarum jika dimasukkan ke dalam lautan. (HR. Muslim).
Sedangkan dalam Al Qur’an
surat Ibrahim ayat 8, Allah Ta’ala juga
telah berfirman:
وَقَالَ
مُوسَىٰ إِن تَكْفُرُواْ أَنتُمْ وَمَن فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللهَ
لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ ﴿٨﴾
Dan Musa berkata: "Jika
kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (ni`mat Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS.
Ibrahim. 8).
Saudaraku,
Berdasarkan firman Allah
Ta’ala dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim serta dalam Al
Qur’an surat Ibrahim ayat 8 di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah tidak
membutuhkan keimanan kita, Allah tidak butuh semua ibadah kita, dan Allah juga
tidak butuh ketaatan kita.
Karena seandainya semua
manusia (serta jin) dari manusia (serta jin) yang pertama diciptakan Allah
hingga manusia (serta jin) yang terakhir diciptakan sebelum datangnya hari
kiamat semuanya kafir, semuanya tidak beribadah kepada Allah, semuanya tidak
menyembah Allah, semuanya durhaka dan selalu bermaksiat kepada Allah, maka hal
itu semua tidak akan mengurangi kerajaan Allah sedikitpun.
Demikian pula sebaliknya,
seandainya semua manusia (serta jin) dari manusia (serta jin) yang pertama
diciptakan Allah hingga manusia (serta jin) yang terakhir diciptakan sebelum
datangnya hari kiamat semuanya beriman, semuanya taat beribadah kepada Allah,
semuanya hanya menyembah Allah semata,
semuanya tidak pernah durhaka dan tidak pernah bermaksiat kepada Allah, maka
hal itu semua juga tidak akan menambah kerajaan Allah sedikitpun.
Saudaraku,
Dalam Al Qur’an surat Al-A’raaf
ayat 188 berikut ini, bahkan Allah telah menjelaskan kepada kita semua bahwa
ternyata tidak ada satupun diantara kita yang dapat menarik kemanfa`atan bagi
diri kita sendiri dan tidak pula dapat menolak kemudharatan bagi diri kita
sendiri, kecuali yang dikehendaki Allah (memberi manfaat serta menolak mudharat
bagi diri sendiri saja tak bisa, apalagi memberikan manfaat serta mudharat
kepada Allah SWT., tentunya akan lebih mustahil lagi).
قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا
مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ ﴿١٨٨﴾
“Katakanlah: "Aku tidak
berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS.Al-A’raaf. 188).
Nah,
Jika ternyata Allah tidak
membutuhkan keimanan kita, jika ternyata Allah tidak butuh semua ibadah kita,
dan jika ternyata Allah juga tidak butuh ketaatan kita, apakah itu artinya kita
tidak perlu beriman kepada-Nya? Apakah itu artinya kita tidak perlu beribadah
kepada-Nya? Apakah itu artinya kita tidak perlu taat kepada-Nya?
Tentu saja akan sangat
menyesatkan jika kita meng-iyakan semua pertanyaan tersebut. Artinya akan
sangat menyesatkan jika kita semua setuju bahwa karena Allah tidak membutuhkan
keimanan kita, karena Allah tidak butuh semua ibadah kita, dan karena Allah
juga tidak butuh ketaatan kita, maka itu artinya kita juga tidak perlu beriman
kepada-Nya, kita juga tidak perlu beribadah kepada-Nya, dan kita juga tidak
perlu taat kepada-Nya.
Yang benar adalah bahwa Allah
memang tidak membutuhkan keimanan kita, Allah memang tidak butuh semua ibadah
kita, dan Allah juga tidak butuh ketaatan kita. Kitalah yang membutuhkan untuk
beriman kepada-Nya, kitalah yang butuh untuk beribadah kepada-Nya, dan kitalah
yang butuh untuk taat kepada-Nya, jika kita ingin mendapatkan keselamatan dalam
kehidupan di dunia ini, terlebih lagi pada hari kiamat
nanti. Karena Allah telah berjanji
untuk menolong/menyelamatkan para rasul-Nya
dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat
nanti, yang artinya Allah akan menyelamatkannya dari api neraka.
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي
الْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَــٰـدُ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”, (QS.
Ghafir. 51).
Adalah mustahil bagi Allah
untuk tidak menolong/tidak menyelamatkan para
rasul-Nya serta orang-orang yang bertakwa kepada-Nya untuk
kemudian memasukkan mereka ke dalam api neraka, karena sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Menepati
Janji.
... وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ ...﴿١١١﴾
"... Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At
Taubah. 111).
Dan Allah tidak
akan pernah menyalahi janji-Nya, sebagaimana
penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6:
... لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ
... ﴿٦﴾
"...
Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, ...”. (QS. Ar
Ruum. 6).
Sehingga dengan mudah dapat
dipahami, agar kita bisa terhindar dari api neraka, maka satu-satunya jalan
yang harus kita pilih adalah dengan menjadi orang-orang
yang beriman kepada-Nya, yaitu dengan memilih Islam sebagai agama
kita.
وَمَن
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَــٰمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي
الْآخِرَةِ مِنَ الْخَـــٰسِرِينَ ﴿٨٥﴾
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS.
Ali ‘Imraan. 85).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ﴿١٠٢﴾
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ’Imran.
102).
... وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ
كَافِرٌ فَأُوْلَــٰـــئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَــٰــلُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُوْلَــٰــئِكَ أَصْحَــٰـبُ النَّارِ هُمْ فِيهَا
خَــٰـلِدُونَ ﴿٢١٧﴾
”... Barangsiapa yang murtad
di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah. 217).
{ Bersambung; tulisan ke-1
dari 2 tulisan }