Assalamu’alaikum
wr. wb.
Seorang sahabat yang sedang
studi S3 di Spanyol telah bertanya via WhatsApp sebagai
berikut: “Teman saya mau sertifikasi lagi tahun ini (yang nggak
lulus 3 kali). Berdosakah saya mendoakan dia nggak lulus lagi? Maaf Pak Imron,
belum ikhlas saya. Saya khawatir ini jadinya dendam”.
Saudaraku,
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa bagi orang yang dalam keadaan didzolimi, Allah SWT.
membolehkan baginya untuk mendo'akan keburukan (sebagai salah satu bentuk
pembelaan diri) atas orang yang menzaliminya.
Bahkan dalam surat Al Baqarah
ayat 194, diperoleh penjelasan bahwa Allah telah memerintahkan orang yang
terdzolimi untuk memberikan balasan yang setimpal kepada orang yang mendzolimi
sebagai bentuk pembelaan diri, dengan catatan bahwa yang bersangkutan tidak
boleh melampaui batas dalam pembelaan dirinya (melampaui batas artinya membalas
dengan balasan yang lebih berat dari kedzoliman yang diterimanya).
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ
وَالْحُرُمَـــٰتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ
فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ وَاتَّقُواْ اللهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
﴿١٩٤﴾
Bulan haram dengan bulan
haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh
sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah. 194)
Tafsir Jalalain (Jalaluddin
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Bulan haram), artinya bulan suci harus dibalas pula
(dengan bulan haram), maksudnya sebagaimana mereka memerangi kamu pada bulan
suci, perangilah pula mereka pada bulan itu sebagai sanggahan atas sikap kaum
muslimin yang menghormati bulan suci (dan pada semua yang patut dihormati)
jamak dari hurmatun (berlaku hukum kisas), maksudnya bila kehormatan itu
dilanggar, maka hendaklah dibalas dengan perbuatan yang setimpal (Maka barang
siapa yang menyerang kamu) dalam suatu pelanggaran di tanah suci, di waktu
ihram atau di bulan-bulan haram, (maka seranglah pula dia dengan suatu serangan
yang seimbang dengan serangan terhadap kamu). Tindakan pembalasan itu disebut
'serangan' karena sama dengan timpalannya dalam bentuk dan rupa (Dan
bertakwalah kepada Allah) dalam membela diri, jangan melampaui batas (Dan
ketahuilah olehmu bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa), yakni memberi
bantuan dan kemenangan”.
Saudaraku,
Ada satu hal yang penting
untuk kita perhatikan agar semuanya tidak sia-sia. Pada saat kita memberikan
balasan yang setimpal kepada orang yang mendzolimi kita sebagai bentuk
pembelaan diri, niatkan hal itu karena mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya
(karena memang ada dalil yang mendasarinya) agar perbuatan kita tersebut bisa
bernilai ibadah.
...
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلَــــٰــئِكَ هُمُ الظَّـــٰــلِمُونَ ﴿٤٥﴾
“... Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang dzalim”. (QS. Al Maa-idah. 45)
Sedangkan apabila hal itu
dilakukan atas dasar dendam semata, tentunya kita tidak akan mendapatkan
apa-apa selain terpuaskannya rasa dendam tersebut. Na’udzubillahi
mindzalika.
Perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:
عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ
عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ
بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا
هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه البخارى)
Dari
Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap
orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan
yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”. (HR. Bukhari).
Saudaraku,
Hadits tersebut menunjukkan
bahwa niat itu merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal
menjadi baik (artinya akan berbuah pahala). Sedangkan apabila niatnya
buruk, maka amalnya-pun menjadi buruk (tidak akan berbuah pahala/tidak
akan beroleh apapun dari amalan yang dilakukan,
selain dari apa yang diniatkannya).
Saudaraku,
Selain perintah untuk
memberikan balasan yang setimpal kepada orang yang mendzolimi (sebagai bentuk
pembelaan diri), Allah juga menawarkan pilihan lain terkait orang yang telah
mendzolimi kita, yaitu dengan memberi maaf kepada yang bersangkutan.
Namun
pemberian maaf tersebut dengan
syarat akan
menimbulkan perbaikan kepada orang yang telah berbuat dzolim tersebut. Sedangkan
apabila pemberian maaf tersebut justru bisa membuatnya tetap pada kedzolimannya
atau akan berbuat dzolim kepada yang lainnya atau akan lebih banyak lagi dalam
membuat kerusakan, maka syariat memerintahkan untuk menghukumnya. Orang seperti ini tidak layak
untuk mendapatkan maaf. (Wallahu
a'lam).
Perhatikan penjelasan Allah
dalam beberapa ayat berikut ini:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا
وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّــــٰــلِمِينَ ﴿٤٠﴾
Dan balasan suatu kejahatan
adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang zalim. (QS. Asy Syuura. 40)
Tafsir Jalalain (Jalaluddin
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa) kejahatan yang kedua ini dinamakan pula sebagai kejahatan bukan
pembalasan, karena jenis dan gambarannya sama dengan yang pertama. Hal ini
tampak jelas di dalam masalah yang menyangkut qishash luka. Sebagian di antara
para ahli fikih mengatakan, bahwa jika ada seseorang mengatakan kepadamu,
"Semoga Allah menghinakan kamu," maka pembalasan yang setimpal ialah
harus dikatakan pula kepadanya, "Semoga Allah menghinakan kamu pula (maka
barang siapa memaafkan) orang yang berbuat lalim kepadanya (dan berbuat baik)
yakni tetap berlaku baik kepada orang yang telah ia maafkan (maka pahalanya
atas tanggungan Allah) artinya, Allah pasti akan membalas pahalanya.
(Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim) maksudnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang memulai berbuat lalim, maka barang siapa yang memulai
berbuat lalim dia akan menanggung akibatnya, yaitu siksaan dari-Nya”.
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُواْ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم
بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَـهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّـــٰبِرينَ ﴿١٢٦﴾
Dan jika kamu memberikan
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang sabar. (QS. An Nahl. 126)
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ
بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلَــــٰــئِكَ هُمُ الظَّـــٰــلِمُونَ ﴿٤٥﴾
Dan kami telah tetapkan
terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa,
mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)-nya,
maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang zalim. (QS. Al Maa-idah. 45)
Tafsir Jalalain (Jalaluddin
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka didalamnya)
maksudnya di dalam Taurat (bahwa jiwa) dibunuh (karena jiwa) yang dibunuhnya
(mata) dicongkel (karena mata, hidung) dipancung (karena hidung, telinga)
dipotong (karena telinga, gigi) dicabut (karena gigi) menurut satu qiraat
dengan marfu'nya keempat anggota tubuh tersebut (dan luka-luka pun) manshub
atau marfu' (berlaku kisas) artinya dilaksanakan padanya hukum balas jika mungkin;
seperti tangan, kaki, kemaluan dan sebagainya. Hukuman ini walaupun diwajibkan
atas mereka tetapi ditaqrirkan atau diakui tetap berlaku dalam syariat kita.
(Siapa menyedekahkannya) maksudnya menguasai dirinya dengan melepas hak kisas
itu (maka itu menjadi penebus dosanya) atas kesalahannya (dan siapa yang tidak
memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah) seperti kisas dan lain-lain
(merekalah orang-orang yang aniaya)”.
Perhatikan pula penjelasan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:
مَا
نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tidaklah
sedekah akan membuat harta berkurang. Tidaklah Allah akan menambahkan pada
seorang hamba karena memaafkan (saudaranya) selain (bertambah) kemuliaan, dan
tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah akan
meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim).
Saudaraku,
Ada satu hal lagi catatan penting
terkait hal ini. Bahwa apapun pilihan yang ditawarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
sesungguhnya semua pilihan tersebut adalah pilihan-pilihan yang terbaik. Tidak
ada pilihan yang lebih baik selain pilihan-pilihan yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya.
Demikian yang bisa
kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan/kesalahan.
Semoga bermanfaat.
{Tulisan ke-2 dari 2 tulisan}