Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (teman alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/guru di Blitar)
telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Pak Imron, mau
konsultasi. Istriku sakit nggak mampu melaksanakan puasa. Bagaimana
cara membayar fidyahnya, Pak Imron? Mohon informasinya, apa dibayar tiap hari
atau bisa dirapel? Terus besarannya berapa? Terimakasih”.
Tanggapan
Sebelum menanggapi pertanyaan yang telah saudaraku
sampaikan di atas, marilah kita perhatikan terlebih dahulu uraian tentang
ibadah puasa di bulan suci Ramadhan berikut ini:
Saudaraku,
Terkait perintah untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan
suci Ramadhan, bisa kita lihat penjelasan Al Qur’an dalam beberapa ayat berikut
ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
﴿١٨٣﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa”, (QS. Al Baqarah. 183).
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ... ﴿١٨٤﴾
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. ...”. (QS. Al
Baqarah. 184).
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى
لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـــٰتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ... ﴿١٨٥﴾
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, ...”. (QS. Al Baqarah. 185).
Saudaraku,
Terkait perintah untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan
suci Ramadhan ini, ketahuilah bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang mudah dan
banyak sekali memberikan kemudahan (rukhsah) bagi umatnya.
Perhatikan penjelasan Al
Qur’an dalam surat Al Baqarah pada bagian tengah ayat 185 berikut ini:
...
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ... ﴿١٨٥﴾
”... Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” (QS.
Al Baqarah. 185).
Sedangkan dalam surat An
Nisaa’ ayat 28, diperoleh penjelasan sebagai berikut:
يُرِيدُ اللهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الْإِنسَـــٰنُ ضَعِيفًا ﴿٢٨﴾
”Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (QS.
An Nisaa’. 28).
Saudaraku,
Terkait ibadah puasa
tersebut, rukhsah diberikan kepada siapa saja yang pada saat bulan Ramadhan sedang
dalam keadaan sakit, sedang dalam perjalanan, serta orang-orang yang berat dalam
menjalankannya.
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah
pada ayat 184 berikut ini:
...
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن
كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤﴾
“... Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui”. (QS. Al Baqarah. 184).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy) surat Al Baqarah ayat 184:
“... (Maka barang siapa di antara kamu) yakni sewaktu
kehadiran hari-hari berpuasa itu (sakit atau dalam perjalanan) maksudnya
perjalanan untuk mengerjakan puasa dalam kedua situasi tersebut, lalu ia
berbuka, (maka hendaklah dihitungnya) berapa hari ia berbuka, lalu berpuasalah
sebagai gantinya (pada hari-hari yang lain.)
(Dan bagi orang-orang yang) (tidak sanggup
melakukannya) disebabkan usia lanjut atau penyakit yang tak ada harapan untuk
sembuh (maka hendaklah membayar fidyah) yaitu (memberi makan seorang miskin)
artinya sebanyak makanan seorang miskin setiap hari, yaitu satu gantang/mud
dari makanan pokok penduduk negeri.
Menurut satu qiraat, dengan mengidhafatkan 'fidyah'
dengan tujuan untuk penjelasan. Ada pula yang mengatakan tidak, bahkan tidak
ditentukan takarannya. Di masa permulaan Islam, mereka diberi kesempatan
memilih, apakah akan berpuasa atau membayar fidyah. Kemudian hukum ini dihapus
(mansukh) dengan ditetapkannya berpuasa dengan firman-Nya. "Maka barang
siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan, hendaklah ia berpuasa." Kata
Ibnu Abbas, "Kecuali wanita hamil dan yang sedang menyusui, jika
berbukanya itu disebabkan kekhawatiran terhadap bayi, maka membayar fidyah itu
tetap menjadi hak mereka tanpa nasakh."
(Dan barang siapa yang secara sukarela melakukan
kebaikan) dengan menambah batas minimal yang disebutkan dalam fidyah tadi (maka
itu) maksudnya berbuat tathawwu` atau kebaikan (lebih baik baginya. Dan
berpuasa) menjadi mubtada', sedangkan khabarnya ialah, (lebih baik bagi kamu)
daripada berbuka dan membayar fidyah (jika kamu mengetahui) bahwa berpuasa
lebih baik bagimu, maka lakukanlah. (Tafsir Jalalain surat Al Baqarah ayat
184).
Saudaraku,
Penjelasan Tafsir Jalalain surat Al Baqarah ayat 184
tentang besaran fidyah di atas (yaitu satu gantang/mud
dari makanan pokok penduduk negeri setempat), bersesuaian dengan
penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang aku
kutib pada bagian akhir artikel ini (kedua hadits tersebut aku kutib pada sub-judul
“Kadar Fidyah” pada bagian akhir artikel ini).
_____
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang
sakit yang tidak mampu berpuasa yang diberi kemudahan
(rukhsah) berupa pembayaran fidyah (yaitu memberi makan seorang
miskin/memberi makan sebanyak makanan seorang miskin setiap hari/sebanyak satu
gantang/mud dari makanan pokok dari penduduk negeri setempat) adalah orang yang sakit yang tak ada harapan untuk sembuh.
Sedangkan bagi orang sakit yang tidak mampu berpuasa yang
masih ada harapan untuk sembuh, rukhsah-nya adalah menggantinya dengan berpuasa pada hari-hari
yang lain di luar bulan Ramadhan (setelah sembuh dari sakitnya/setelah yang
bersangkutan mampu berpuasa lagi), sebanyak hari yang ditinggalkan.
Saudaraku,
Terkait sakit yang saat ini diderita isteri saudaraku,
jika saudaraku ragu-ragu apakah masih ada harapan untuk sembuh atau tidak,
saudaraku bisa konsultasi kepada dokter di sekitar saudaraku tinggal.
Selanjutnya dari sini bisa ditentukan rukhsah yang mana yang tepat untuk isteri
tercinta.
Pengertian Fidyah
Fidyah berasal dari bahasa Arab
yaitu فد يه yang artinya barang penebus,
dalam hal ini menebus atau mengganti puasa wajib (puasa Ramadhan) yang
ditinggalkan.
Istilah fidyah juga dikenal
dengan istilah ith'am, yang artinya memberi makan, yaitu menyediakan makanan
bagi fakir-miskin sebagai pengganti puasa atau pelunasan hutang puasa.
Waktu Pembayaran Fidyah
Untuk waktu
pembayaran fidyah, ada kelonggaran. Boleh membayar fidyah setiap hari satu-satu
(dibayarkan di waktu Maghrib di hari puasa yang ditinggalkan). Boleh juga
mengakhirkan pembayaran setelah selesai Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan
Anas bin Malik radliallahu ‘anhu.
Dalilnya:
Pertama,
riwayat dari Nafi’ – murid Ibnu Umar –,
أن ابن عمر سئل عن المرءة
الحامل إذا خافت على ولدها، فقال: تفطر و تطعم مكان كل يوم مسكينا مدا من حنطة
Bahwa Ibnu Umar
radhiallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap
anaknya (jika puasa). Beliau menjawab, “Dia boleh berbuka dan memberi makan
orang miskin dengan satu mud gandum halus sebanyak hari yang dia
tinggalkan.”(HR. Al-Baihaqi dari jalur Imam Syafi’i dan sanadnya sahih).
Kedua, riwayat dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّه ضَعُف عَن الصَّومِ
عَامًا فَصَنَع جفنَةَ ثَريدٍ ودَعَا ثَلاثِين مِسكِينًا فَأشبَعَهُم
Dari Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu, bahwa ketika dirinya sudah tidak mampu puasa setahun, beliau
membuat adonan tepung dan mengundang 30 orang miskin, kemudian beliau kenyangkan
mereka semua. (HR. ad-Daruquthni dan dishahihkan al-Albani).
Yang tidak boleh
dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan.
Misalnya: ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya,
kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar
fidyahnya. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai
bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayar fidyah ketika
hari itu atau bisa juga ditumpuk/dirapel di akhir Ramadhan.
Kadar Fidyah
Untuk dapat mengetahui berapa besar fidyah bagi tiap
orang miskin yang harus diberi makan tersebut, dapat dilihat pada beberapa nash
hadits berikut ini yang digunakan sebagai rujukan:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا
جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ الْأَخِرَ وَقَعَ عَلَى امْرَأَتِهِ فِي
رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَجِدُ مَا تُحَرِّرُ رَقَبَةً قَالَ لَا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ
أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا قَالَ أَفَتَجِدُ مَا تُطْعِمُ
بِهِ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَأُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ وَهُوَ
الزَّبِيلُ قَالَ أَطْعِمْ هَذَا عَنْكَ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا مَا بَيْنَ
لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami
'Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari
Az Zuhriy dari Humaid bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu
(berkata): Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
lalu berkata: Ada seseorang yang berhubungan dengan isterinya pada siang hari
Ramadhan. Beliau bertanya: Apakah kamu memiliki budak untuk kamu
bebaskan? Orang itu menjawab: Tidak. Lalu Beliau bertanya lagi: Apakah kamu
sanggup bila harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Orang itu
menjawab: Tidak. Lalu Beliau bertanya lagi: Apakah kamu memiliki makanan untuk
diberikan kepada enam puluh orang miskin? Orang itu menjawab: Tidak. Kemudian
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diberikan satu araq/satu keranjang (sebanyak enam puluh
mud - pen) berisi kurma, keranjang besar yang biasa untuk
menampung sampah, lalu Beliau berkata: Berilah makan orang lain dengan kurma
ini. Orang itu berkata: Apakah ada orang yang lebih membutuhkan dari kami?
Tidak ada keluarga yang tinggal diantara dua perbatasan yang lebih membutuhkan
bantuan daripada kami. Maka Beliau berkata: Kalau begitu berilah makan
keluargamu dengan kurma ini.
(HR. Bukhari, 15.44/1801).
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ
قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ وَ فِيْ رِوَايَةٍ أَصَبْتُ
أَهْلِيْ فِيْ رَمَضَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ
تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ
سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ - وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ - قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ
فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ عَلَى أَفْقَرَ
مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا -يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ -أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ
مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ. (رواه البخارى ومسلم)
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai,
Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku
berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” (Dalam riwayat lain berbunyi
: aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan).
Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia
menjawab,”Tidak!” Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
lagi,”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Tidak.”
Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi : “Mampukah kamu
memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah
diam sebentar.
Dalam keadaan seperti itu, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi satu ‘irq
berisi kurma –
Al irq
adalah alat takaran
–
(maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia
menjawab,”Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah
dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih
fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah
satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”.
Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian (Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata: “Berilah makan keluargamu!” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Saudaraku,
Ketentuan memberi makan 60
orang miskin itu adalah memberi masing-masing 1 mud. Hal itu dapat diketahui
dari hadits di atas, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi 1
al-irq pada pemuda itu untuk dibagikan pada 60 fakir miskin. Al-Irq adalah
sebuah wadah bahan makanan yang dapat menampung 15 sha’ yang takarannya sama
dengan 60 mud. Sedangkan satu mud sama dengan ¼ sho’. Satu sho’ kira-kira sama
dengan 3 kg. Sehingga satu mud kurang lebih 0,75 kg.
Saudaraku,
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa penjelasan Tafsir
Jalalain surat Al Baqarah ayat 184 tentang besaran fidyah (yaitu satu gantang/mud dari makanan pokok penduduk negeri
stempat), bersesuaian dengan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Muslim di atas*.
Demikian yang bisa kusampaikan, mohon
maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku**.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Para
‘ulama’ berbeda pendapat mengenai besaran fidyah, ada yang menyebut satu mud
dan adalagi satu sha’. Satu Mud, Imam An-Nawawi berpendapat dalam Kitab
Al-Majmu’, satu mud sekitar 675 gram. Satu Sha’, mazhab Hanafiyah berpendapat
satu sha’ atau setara dengan empat mud, sama dengan jumlah zakat fitrah lebih
kurang 2,176 gram atau 2,7 liter. Dan bisa dibayar sekaligus sebanyak hari
tidak puasanya.
**) Bagaimanapun
sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat
terbatas. Oleh karena itu ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada
'alim/'ulama’ di sekitar saudaraku tinggal, semoga saudaraku bisa mendapatkan
penjelasan/jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para
'ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar