Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang saudara seiman (tinggal di Kota
Blitar) telah menyampaikan
pesan
via WhatsApp, bahwa beliau telah mendapat kiriman sebagai berikut:
GONJANG GANJING
INDONESIA
Indonesia mayoritas Islam, tapi yang paling disudutkan muslim. Lebih serem yang pakai
cadar, daripada yang pakai
rok mini. Lebih
serem orang berjenggot, daripada yang tatoan. Pakai
baju tauhid ditangkep, pake baju PKI nggak
apa-apa. Lebih curiga sama yang rajin
ibadah di masjid, daripada orang yang mabuk-mabukan
dan judi. Diduga
teroris langsung tembak, bandar narkoba internasional bisa dinego. Lebih mentolelir aliran sesat
daripada syariat.
Dunia
sudah terbolak-balik?
Yang
nyunnah – radikal. Yang nyeleneh – toleran. Yang jilbab syar’i – ekstrem. Yang nggak
pakai jilbab – cantik. Yang menikah lagi – penjahat. Yang main pelacur – biasa lelaki.
Yang muda
sholat 5 waktu – waspadai. Yang muda nggak sholat – maklum
masih muda. Yang jenggotan rajin ke masjid – teroris. Yang jenggotan rajin dugem –
keren. Yang ke majelis ta’lim pekanan – fanatik. Yang ke bioskop harian – gaul.
Yang hafal Al Qur’an 30 juz – militan. Yang hafal banyak musik – hebat.
Yang
anaknya di jilbabin – keterlaluan, melanggar HAM. Yang
anaknya pakai rok mini – imut-imut. Yang
pakai baju koko – sok alim. Yang
nggak
pakai baju – jantan. Yang hariannya bicara Islam –
sok ustadz. Yang hariannya ghibah – up to
date. Media Islam – radikal. Media
porno – kebutuhan. Buka
mata hati kita wahai manusia!
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا
وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam
muncul dalam keadaan asing dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka
beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR Muslim: 208)
Sahabat bertanya siapakah orang asing itu, Nabi Shollallahu
alaihi wassallam menjawab: Mereka ialah orang-orang yang senantiasa melakukan
kebaikan di tengah kerusakan. (HR Ahmad).
Dan ingatlah bahwa kita semua pasti mati dan hanya kepada
Allah Tabaroka wa Ta'āla kita akan kembali serta dimintai pertanggung-jawaban
atas segala perbuatan kita. Maka
segeralah bertobat selagi masih ada waktu.
Terkait kiriman di atas, beliau bertanya: “Kalau
(sudah) begini ini,
terus
bagaimana kita menyikapi?”.
Tanggapan
Saudaraku,
Keadaan yang demikian sulit
ini sebenarnya telah diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
(pemimpin kita yang teramat kita cintai) lebih dari 14 abad yang lalu.
Perhatikan penjelasan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (Hadits no. 208 dan Hadits no. 209) berikut
ini:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ جَمِيعًا عَنْ مَرْوَانَ الْفَزَارِيِّ قَالَ ابْنُ
عَبَّادٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ عَنْ يَزِيدَ يَعْنِي ابْنَ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ.
(رواه مسلم)
2.200/208. Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan
al-Fazari, Ibnu Abbad berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid
– yaitu Ibnu Kaisan – dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan
kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing”. (HR.
Muslim).
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ
وَالْفَضْلُ بْنُ سَهْلٍ الْأَعْرَجُ قَالَا حَدَّثَنَا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ
حَدَّثَنَا عَاصِمٌ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدٍ الْعُمَرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْإِسْلَامَ
بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ وَهُوَ يَأْرِزُ بَيْنَ
الْمَسْجِدَيْنِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ فِي جُحْرِهَا. (رواه مسلم)
2.201/209. Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Rafi' dan al-Fadll bin Sahl al-A'raj keduanya berkata,
telah menceritakan kepada kami Syababah bin Sawwar telah menceritakan kepada
kami Ashim - yaitu Ibnu Muhammad al-Umari - dari bapaknya dari Ibnu Umar dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Islam muncul dalam keadaan
asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing seperti semula, ia akan masuk di
antara dua masjid sebagaimana ular yang masuk ke dalam lubangnya”. (HR. Muslim).
Penjelasan untuk no. 2.200/208 serta no. 2.201/209:
♦ 2 = ini adalah nomer kitab (Kitab Iman). Kitab Shahih Muslim terbagi
menjadi 56 kitab, dimulai dengan kitab no. 1 (Kitab Mukadimah) dan diakhiri
dengan kitab no. 56 (Kitab Tafsir)
♦ 200 serta
201 = ini
adalah nomer hadits dalam Kitab Iman
♦ 208 serta
209 = ini
adalah nomer hadits dalam Kitab Shahih Muslim secara keseluruhan. Dalam
pengutipan hadits, seringkali hanya nomer ini yang dikutip/disertakan.
Saudaraku,
Jika kita melihat penjelasan kedua Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas, nampaklah bahwa pada saat ini kita sudah
mulai memasuki masa/keadaan yang demikian sulit itu. Kalau sudah begini
ini, terus
bagaimana kita menyikapinya?
Saudaraku,
Jawaban atas pertanyaan yang panjenengan sampaikan
tersebut, sebenarnya sudah ada dalam Hadits di atas. Artinya pertanyaan yang
panjenengan sampaikan tersebut sudah dijawab sendiri oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (pemimpin kita yang teramat kita cintai).
Saudaraku,
Ketika
kita tinggal/berada di suatu negeri dengan penduduk
mayoritas Islam, namun yang paling disudutkan muslim. Ketika yang pakai
cadar justru lebih dipandang sebelah mata
daripada yang pakai rok mini. Ketika yang rajin beribadah
di masjid justru lebih dicurigai daripada orang yang mabuk-mabukan
dan berjudi. Diduga teroris langsung tembak,
bandar narkoba internasional bisa dinego.
Dan ketika
yang nyunnah malah dinilai radikal. Dan ketika yang nyeleneh malah dipandang toleran.
Dan ketika yang berjilbab syar’i dikatakan ekstrem sedangkan yang nggak pakai
jilbab malah dikatakan cantik. Dan ketika yang hafal Al Qur’an 30 juz disebut
militan, sementara yang hafal banyak musik malah dibilang hebat. Dan
seterusnya.
Maka beruntunglah orang-orang yang terasing. Demikian penjelasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim (Hadits no. 208) berikut ini:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ جَمِيعًا عَنْ مَرْوَانَ الْفَزَارِيِّ قَالَ ابْنُ
عَبَّادٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ عَنْ يَزِيدَ يَعْنِي ابْنَ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي
حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ. (رواه مسلم)
2.200/208. Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan
al-Fazari, Ibnu Abbad berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid
-yaitu Ibnu Kaisan- dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan
ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang
terasing”. (HR.
Muslim).
Lalu siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang terasing itu?
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang terasing itu adalah mereka yang
memperbaiki manusia ketika rusak/mereka orang-orang
yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek lalu orang
yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya.
Demikian
penjelasan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam dua buah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
berikut ini:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ سَنَّةَ
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ بَدَأَ الإِسْلَامُ غَرِيــــبًا
ثُمَّ يَعُودُ غَرِيــــبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا
رَسُولَ اللهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ
النَّاسُ. (رواه أحمد)
Dari ‘Abdurrahman bin Sannah.
Ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabad, “Islam itu
akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti
awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang
bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ghuroba’,
lalu beliau menjawab, “(Ghuroba atau orang yang terasing adalah) mereka yang
memperbaiki manusia ketika rusak.” (HR. Ahmad).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al
‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ
الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ
كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ. (رواه أحمد)
“Beruntunglah orang-orang yang
terasing.” “Lalu siapa orang yang terasing wahai Rasulullah”,
tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya
orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada
yang mentaatinya” (HR. Ahmad)
Sehingga ketika sedang berada dalam keadaan
yang demikian sulit ini, maka tetap berpeganglah kepada
kebenaran sekalipun
engkau seorang diri.
Saudaraku,
Sesungguhnya Allah
telah menjadikan kita berada di atas suatu syariat/peraturan dari urusan/agama
yang lurus. Maka ikutilah syariat itu semuanya (tanpa terkecuali) dan janganlah
kita mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
ثُمَّ جَعَلْنَـــٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨﴾
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”. (QS. Al Jaatsiyah. 18).
Dan tetaplah berupaya untuk memperbaiki manusia ketika rusak.
Saudaraku,
Ketika kemaksiatan sudah merajalela, ketika
kejujuran sudah menjadi barang yang langka, ketika kecurangan sudah membudaya, ketika
kecintaan pada dunia sudah menjadi tujuan utama, dan ketika
kemungkaran sudah ada dimana-mana, maka tetaplah berupaya untuk memperbaiki manusia sekalipun orang
yang mendurhakai lebih banyak daripada yang mentaati. Bahkan seandainya tidak ada seorangpun yang mentaati, tetaplah
berupaya untuk memperbaiki mereka dan tetap berpeganglah
dengan kebenaran sekalipun engkau seorang diri.
Saudaraku,
Sebagai orang beriman, maka saat melihat suatu
kemungkaran yang terjadi dimanapun, kapanpun dan dilakukan oleh siapapun, berupayalah
untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan segala kemampuan yang ada.
Pertama berupayalah semaksimal mungkin untuk memberantas
kemungkaran tersebut dengan tangan/dengan kekuasaan yang ada. Namun jika tidak mampu
memberantas kemungkaran tersebut dengan tangan (artinya
tidak ada kekuasaan
pada diri saudaraku untuk memberantas kemungkaran tersebut), maka berupayalah
semaksimal mungkin untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan lisan saudaraku.
Artinya jika saudaraku mempunyai bekal ilmu yang cukup, maka ajaklah
untuk berdiskusi dengan menyertakan hujjah (keterangan, alasan, bukti, atau argumentasi) yang
kuat disertai dengan dalil-dalil yang mendasarinya, dengan
harapan agar yang bersangkutan bisa segera meninggalkan perbuatan
mungkarnya.
Saudaraku,
Memberantas kemungkaran dengan mempergunakan lisan bisa
dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu lewat tulisan
untuk kemudian disampaikan kepada yang bersangkutan melalui sms/whatsapp/email/facebook/media
lainnya.
عَنْ الْعُرْسِ ابْنِ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيِّ
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا عُمِلَتْ الْخَطِيئَةُ
فِي الْأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا وَقَالَ مَرَّةً أَنْكَرَهَا
كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ
شَهِدَهَا. (رواه ابو داود)
Dari Al 'Urs bin 'Amirah Al
Kindi, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Jika
kemaksiatan telah dikerjakan di muka bumi, maka bagi orang yang menyaksikannya
dan ia benar-benar membencinya (dari dalam hatinya), maka ia seperti orang yang
tidak melihatnya (tidak berdosa). Dan orang yang tidak menyaksikannya, akan
tetapi ia merestui perbuatan tersebut, maka ia (dihukumi) seperti orang yang
menyaksikannya." (HR. Abu Daud).
Terakhir
jika memberantas kemungkaran dengan lisan tidak mampu juga, maka minimal hati
saudaraku mengingkari kemungkaran tersebut. Artinya saudaraku akan membenci
perbuatan mungkar tersebut, yaitu dengan menjauhkan diri dari perbuatan mungkar
tersebut. Namun tindakan ini tergolong orang yang memiliki iman
setipis-tipisnya.
Sedangkan
jika hati panjenengan saja sudah tidak mengingkari kemungkaran tersebut, maka
sudah tidak ada lagi tanda-tanda keimanan pada diri saudaraku. (Na’udzubillahi
mindzalika).
Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu
’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَٰلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang
siapa di
antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya.
Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan
lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa sebagai orang beriman, maka
saat melihat suatu kemungkaran yang terjadi dimanapun, kapanpun dan dilakukan
oleh siapapun, berupayalah untuk memberantas kemungkaran tersebut dengan segala
kemampuan yang ada. Dan jangan sampai tinggalkan amar ma’ruf nahi munkar,
sesulit apapun kondisi yang kita hadapi, jika kita tidak ingin mendapatkan la`nat
Allah sebagaimana yang ditimpakan Allah kepada Bani Israil.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ
فِي قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا
عَلَيْهِ فَلَا يُغَيِّرُوا إِلَّا أَصَابَهُمْ اللهُ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَمُوتُوا. (رواه ابو داود)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata, "Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Tidaklah seorang lelaki yang berada di dalam sebuah kaum yang terdapat
kemasiatan yang dikerjakan di dalamnya kemudian (mereka menyadari bahwa) mereka
mampu merubahnya, namun mereka tidak melakukannya, melainkan Allah akan
menimpakan sebuah adzab kepada mereka sebelum mereka meninggal dunia." (HR. Abu
Daud).
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ ﴿٧٨﴾ كَانُواْ لَا
يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ ﴿٧٩﴾
(78) “Telah dila`nati orang-orang kafir dari Bani Israil
dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka
durhaka dan selalu melampaui batas”. (79) “Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang selalu mereka perbuat itu”. (QS. Al Maa-idah. 78 – 79).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
78. (Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israel
melalui lisan Daud) yaitu Nabi Daud mendoakan/menyerapah mereka hingga mereka
berubah ujud menjadi kera-kera; mereka adalah orang-orang dari kalangan Bani
Israel yang menduduki tanah Ailah (dan Isa putra Maryam) yaitu Nabi Isa
mendoakan/menyerapah mereka sehingga mereka berubah ujud menjadi babi-babi;
mereka adalah orang-orang Bani Israel yang memiliki Al-Maidah/hidangan yang
didatangkan dari langit (yang demikian itu) adalah laknat (disebabkan mereka
durhaka dan melampaui batas).
79. (Mereka satu sama lain tidak pernah melarang) artinya
sebagian di antara mereka tidak pernah melarang sebagian lainnya (dari)
kebiasaan (tindakan mungkar yang biasa mereka perbuat. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang selalu mereka perbuat) kebiasaan mereka dalam melakukan
perbuatan mungkar itu. (QS. Al Maa-idah. 78 – 79).
Saudaraku,
Teruslah melangkah. Dan jangan pernah surut dalam berdakwah,
meski rintangan tak pernah berhenti menghadang. Karena orang yang paling
baik perkataan dan perbuatannya adalah orang yang mengajak manusia kepada Allah
SWT., membimbing mereka kepada-Nya, mengajari mereka urusan agama mereka,
memberikan pemahaman agama kepada mereka, bersabar dalam menjalankannya, dan
mengamalkan apa yang didakwahkanya.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللهِ
وَعَمِلَ صَــٰــلِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٣٣﴾
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:
"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" (QS. Fushshilat.
33).
Saudaraku,
Tak perlu pusing dengan hasil dari dakwah kita, karena
kewajiban kita hanyalah menyampaikan ayat-ayat-Nya.
وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَـــٰـغُ الْمُبِينُ ﴿١٧﴾
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan
(perintah Allah) dengan jelas". (QS. Yaa Siin. 17).
PRIORITAS DALAM BERDAKWAH
Saudaraku,
Prioritas pertama dan yang pertama kali kita dakwahi tentunya
adalah diri kita sendiri. Perhatikan penjelasan surat Ash Shaaf ayat 2 – 3
berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِـمَ تَقُولُونَ مَا لَا
تَفْعَلُونَ ﴿٢﴾ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
﴿٣﴾
(2) Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan
apa yang tidak kamu perbuat? (3) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. Ash Shaaf. 2 – 3).
Selanjutnya prioritas kedua adalah keluarga/kaum kerabat
kita.
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ ﴿٢١٤﴾
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat”, (QS. Asy Syu’araa’. 214).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَـــٰــئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim. 6).
Setelah berdakwah kepada diri-sendiri serta keluarga/kaum
kerabat, barulah kita berdakwah kepada yang lainnya. Wallahu a’lam
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.