Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (dosen senior FISIB Universitas Trunojoyo
Madura) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut: Pak Imron, berikut ini
sebagian kiriman dari Bu Fulanah (nama samaran/dosen
senior Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura): “Takutlah kepada Allah, yang pada suatu hari nanti
kalian akan dikumpulkan di hadapan-Nya”. In sya Allah bagus untuk panjenengan
uraikan dalam sebuah artikel.
♦ Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Dialah
yang memiliki kerajaan, pemberian, pencegahan. Dialah yang memiliki segala
perintah, Dialah pemilik segala ciptaan. Keputusan-Nya pasti
terlaksana, ketentuan-Nya
pasti terjadi. Tidak ada yang bisa menahan apa yang Dia berikan, tidak ada yang
bisa memberikan apa yang Dia tahan, dan tidak ada yang bisa menolak apa yang
Dia putuskan.
Allah-lah satu-satunya yang
bisa melenyapkan setiap bencana dan menghilangkan setiap kesulitan. Hanya
Dialah yang bisa menolak mudharat dan memberi manfaat. Para malaikat, para
nabi, orang-orang shalih, para wali serta semua makhluk lainnya, tidak ada yang
bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat sedikitpun.
...
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٠٦﴾
“... Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu?”. (QS. Al Baqarah. 106).
تَبَـــٰــرَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١﴾
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan,
dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, (QS. Al Mulk. 1).
... وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٣٩﴾
“... dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan
kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At Taubah.
39).
قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا
مَا شَاءَ اللهُ ... ﴿١٨٨﴾
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi
diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah ...”. (QS.Al-A’raaf.
188).
♦ Di dunia ini Allah masih memberi kekuasaan kepada siapa
saja yang Dia kehendaki
Saudaraku,
Di dunia ini Allah masih memberi kekuasaan kepada siapa
saja yang Dia kehendaki serta mencabut kekuasaan kepada siapa saja yang Dia
kehendaki.
قُلِ اللّٰهُمَّ مَـــٰــلِكَ الْمُلْكِ
تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن
تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٢٦﴾
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan,
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut
kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali
‘Imraan. 26).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (Katakanlah, "Wahai Tuhan)
atau ya Allah (yang mempunyai kerajaan! Engkau berikan kerajaan kepada orang
yang Engkau kehendaki) di antara makhluk-makhluk-Mu (dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki)
dengan memberinya kemuliaan itu (dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki) dengan mencabut darinya. (Di tangan-Mulah segala kebaikan) demikian
pula segala kejahatan; artinya dalam kekuasaan-Mulah semua itu. (Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu).
♦ Di dunia ini orang dholim tidak terhalang
untuk mendapatkan rezeki
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT memiliki sifat
Rahman (yakni kasih Allah pada semua manusia) dan Rahim (yakni kasih sayang
Allah khusus untuk orang beriman saja kelak di alam akhirat).
Oleh karena itu meski orang dholim sekalipun, mereka
tetap mendapatkan kasih sayang Allah berupa rahman. Selama hidup di dunia ini,
mereka orang-orang yang dholim tersebut tetap tidak terhalang untuk
mendapatkan rezeki berupa harta/kekayaan, jabatan/kekuasaan, kesehatan, pendengaran,
penglihatan, dll. Namun Rahman Allah itu hanya sebatas di
dunia ini saja.
كُلًّا نُّمِدُّ هَــٰـؤُلَاءِ وَهَـٰـؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا ﴿٢٠﴾
Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun
golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu
tidak dapat dihalangi. (QS. Al Israa’. 20).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Kepada masing-masing) dari kedua golongan itu (Kami
membantu) memberikan bantuan (baik kepada golongan ini maupun golongan itu)
kalimat ayat ini menjadi badal (dari) bertaalluq kepada lafal numiddu
(kemurahan Rabbmu) di dunia (Dan tiadalah kemurahan Rabbmu) di dunia ini (dapat
dihalangi) artinya tiada seorang pun yang terhalang dari kemurahan-Nya itu”.
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ibnu Majah berikut ini:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ
وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ
رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ
خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ. (رواه ابن ماجه)
Dari Jabir bin
‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai umat
manusia, bertakwalah engkau kepada Allah dan tempuhlah jalan yang baik dalam
mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati hingga ia
benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya.
Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari
rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang
haram”. (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan sahih oleh Syaikh Al
Albani).
Saudaraku,
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah di atas, diperoleh penjelasan bahwa kita
diperintahkan untuk menempuh jalan yang baik dalam mencari rezeki. Hal ini
menunjukkan bahwa ada juga orang yang menempuh jalan yang buruk dalam mencari
rezeki. Artinya rezeki itu bisa juga dicari lewat jalan yang buruk (haram).
Dan
hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa selama hidup di dunia ini,
mereka orang-orang yang dholim tersebut tetap tidak terhalang untuk
mendapatkan rezeki berupa harta/kekayaan, jabatan/kekuasaan, kesehatan,
pendengaran, penglihatan, dll.
Bahkan bagi orang dholim yang
menginginkan kehidupan di dunia saja, bagi mereka disegerakan diberi berbagai
kenikmatan duniawi sebagaimana yang mereka inginkan.
مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا
مَا نَشَاءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَـــٰـهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا ﴿١٨﴾ وَمَنْ أَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَـــٰـــئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا ﴿١٩﴾
(18) Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka
Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang
Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. (19) Dan barangsiapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia
adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan
baik. (QS. Al Israa’. 18 – 19).
♦ Allah selalu menjaga dan mengawasi perbuatan setiap
manusia
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi perbuatan setiap manusia selama masa hidupnya di dunia ini dan akan memberikan
balasan terhadapnya.
... إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿١﴾
“... Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS.
An Nisaa’. 1).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “... (Sesungguhnya Allah selalu mengawasi
kamu) menjaga perbuatanmu dan memberi balasan terhadapnya. Maka sifat mengawasi
selalu melekat dan terdapat pada Allah”.
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُم بِمَا
عَمِلُوا أَحْصَــٰـهُ اللهُ
وَنَسُوهُ وَاللهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ﴿٦﴾
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu
diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah
mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya.
Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (QS. Al Mujaadilah. 6).
♦ Pada saatnya
nanti Allah pasti akan mengumpulkan seluruh manusia
Saudaraku,
Ketahuilah pula bahwa Allah pasti akan mengumpulkan
seluruh manusia dan tidak akan ketinggalan seorangpun.
...
أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيعًا إِنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٤٨﴾
“... Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah. 148).
... ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَّجْمُوعٌ لَّهُ النَّاسُ وَذَٰلِكَ يَوْمٌ مَّشْهُودٌ ﴿١٠٣﴾
”...
Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk
(menghadapi)-nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala
makhluk”). (QS.
Huud. 103).
وَيَوْمَ
نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَـــٰــهُمْ فَلَمْ
نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا ﴿٤٧﴾
“Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami
perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami
kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka”. (QS.
Al Kahfi. 47).
♦ Pada hari itu tiap-tiap diri
akan datang menghadap kepada-Nya dengan sendiri-sendiri
Saudaraku,
Meskipun pada hari itu seluruh umat manusia dikumpulkan dan
tidak ketinggalan seorangpun sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 148 dan surat Huud ayat 103 serta surat Al Kahfi ayat 47 di atas, namun pada
hakekatnya setiap manusia tetaplah sendirian (sendiri-sendiri), yaitu datang
menghadap kepada Allah dengan sendiri-sendiri untuk mempertanggung-jawabkan
semua perbuatan yang telah dilakukannya selama masa hidupnya di dunia ini sendiri-sendiri.
إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ إِلَّا ءَاتِي الرَّحْمَـــٰنِ عَبْدًا ﴿٩٣﴾ لَقَدْ أَحْصَاهُمْ
وَعَدَّهُمْ عَدًّا ﴿٩٤﴾ وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا ﴿٩٥﴾
(93)
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (94) Sesungguhnya Allah telah
menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. (95)
Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan
sendiri-sendiri. (QS.
Maryam. 93 – 95).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (93) (Tidak ada) (seorang pun
di langit dan di bumi melainkan akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
selaku seorang hamba) yang hina dan tunduk patuh kepada-Nya kelak di hari
kiamat, termasuk Uzair dan Isa juga. (94) (Sesungguhnya Allah telah menentukan
jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti) maka tidak
samar bagi-Nya mengenai jumlah mereka secara keseluruhan atau pun secara rinci
dan tiada seorang pun yang terlewat dari perhitungan-Nya. (95)
(Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan
sendiri-sendiri) tanpa harta dan tanpa pembantu yang dapat membelanya.
يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَـــٰدِلُ عَن نَّفْسِهَا وَتُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿١١١﴾
“(Ingatlah) suatu hari
(ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap
diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka tidak
dianiaya (dirugikan)”. (QS. An Nahl. 111).
♦ Pada hari itu tiap-tiap
diri akan menjadi saksi atas dirinya sendiri
Saudaraku,
Pada hari itu, tiap-tiap diri
akan menjadi saksi atas dirinya sendiri. Pada hari itu, ditutup tiap-tiap mulut.
Sedangkan lidah, tangan dan kaki akan menjadi saksi terhadap apa saja yang
telah dikerjakan oleh seorang hamba selama masa hidupnya
di dunia yang fana ini.
بَلِ الْإِنسَـــٰنُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ ﴿١٤﴾ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ ﴿١٥﴾
“Bahkan manusia itu menjadi
saksi atas dirinya sendiri, meskipun
dia mengemukakan alasan-alasannya. (QS. Al Qiyaamah. 14 – 15).
Maksud dari ayat tersebut
ialah: bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi terhadap pekerjaan
yang telah mereka lakukan, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 24 berikut
ini:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٢٤﴾
“Pada hari (ketika), lidah,
tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu
mereka kerjakan”. (QS. An Nuur. 24).
Juga tersebut dalam Al Qur’an
surat Yaasiin ayat 65 berikut ini:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ
أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٦٥﴾
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah
kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa
yang dahulu mereka usahakan”. (QS. Yaasiin. 65).
Saudaraku,
Di samping lidah, tangan dan kaki akan menjadi saksi
terhadap apa saja yang telah dikerjakan selama masa hidup di dunia ini, juga
ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya atas perintah Allah.
لَهُ مُعَقِّبَـــٰتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ
مِنْ أَمْرِ اللهِ ... ﴿١١﴾
“Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah …”. (QS. Ar Ra’d. 11).
♦ Pada hari itu tidak ada
seorangpun yang dapat memberikan pertolongan
Saudaraku,
Pada hari itu tidak ada seorangpun yang dapat memberikan
pertolongan, sekalipun mereka adalah kaum kerabatnya sendiri.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَـــٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾ وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ ﴿٤٠﴾ ثُمَّ يُجْزَىٰهُ الْـجَزَاءَ الْأَوْفَىٰ ﴿٤١﴾
(39) dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya. (40) Dan bahwasanya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). (41) Kemudian akan diberi balasan kepadanya
dengan balasan yang paling sempurna, (QS. An Najm. 39 – 41).
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ وَإِن تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا
قُرْبَىٰ ... ﴿١٨﴾
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk
memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang
dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. ...”. (QS. Faathir. 18).
Karena pada hari itu setiap orang mempunyai urusan yang
cukup menyibukkannya.
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
﴿٣٤﴾ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ ﴿٣٥﴾ وَصَـــٰحِبَتِهِ وَبَنِيهِ ﴿٣٦﴾ لِكُلِّ امْرِئٍ
مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ ﴿٣٧﴾
(34)
pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, (35) dari ibu dan bapaknya, (36)
dari isteri dan anak-anaknya. (37) Setiap orang dari mereka pada hari itu
mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. (QS. ‘Abasa. 34 – 37).
♦ Di alam akhirat tiada seorangpun yang
mempunyai kekuasaan, kecuali hanya Allah Ta’ala semata
Saudaraku,
Berbeda dengan saat di dunia ini dimana Allah masih
memberi kekuasaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, maka pada hari itu
tiada seorangpun yang mempunyai kekuasaan kecuali hanya Allah Ta’ala semata.
مَــٰــلِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿٤﴾
Yang menguasai hari pembalasan. (QS. Al Faatihah. 4).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):
(Yang menguasai hari pembalasan) di hari kiamat kelak.
Lafal 'yaumuddiin' disebutkan secara khusus, karena di hari itu tiada
seorangpun yang mempunyai kekuasaan, kecuali hanya Allah Taala semata, sesuai
dengan firman Allah Taala yang menyatakan, "Kepunyaan siapakah kerajaan
pada hari ini (hari kiamat)? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Mengalahkan." (QS. Ghafir. 16) Bagi
orang yang membacanya 'maaliki' maknanya menjadi "Dia Yang memiliki semua
perkara di hari kiamat". Atau Dia adalah Zat yang memiliki sifat ini
secara kekal, perihalnya sama dengan sifat-sifat-Nya yang lain, yaitu seperti
'ghaafiruz dzanbi' (Yang mengampuni dosa-dosa). Dengan demikian maka lafal
'maaliki yaumiddiin' ini sah menjadi sifat bagi Allah, karena sudah ma`rifah
(dikenal).
يَوْمَ هُم بَـــٰرِزُونَ لَا يَخْفَىٰ عَلَى اللهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِّمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلّٰهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ ﴿١٦﴾
(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada
suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman):
"Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang
Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS. Ghafir. 16).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (Yaitu hari ketika mereka keluar) dari kuburnya
masing-masing (tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah
berfirman, "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?") Allah
sendiri yang mengatakannya, kemudian Dia sendiri pula yang menjawabnya, yaitu,
("Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan") atas
semua makhluk-Nya.
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَـــٰنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَـــٰـفِرِينَ عَسِيرًا ﴿٢٦﴾
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan
Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi
orang-orang kafir. (QS. Al Furqaan. 26).
Sehingga pada hari itu seseorang benar-benar mutlak
tergantung kepada belas-kasihan dari Allah. Sedangkan belas-kasihan Allah
kepada seseorang pada hari itu benar-benar sangat tergantung kepada
amal-amalnya selama masa hidupnya di dunia ini. Karena Allah telah berjanji
dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 97 serta dalam surat Thaahaa ayat 124 – 127
berikut ini:
مَنْ عَمِلَ صَــٰـلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿٩٧﴾
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS.
An Nahl. 97).
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَـــٰمَةِ أَعْمَىٰ ﴿١٢٤﴾ قَالَ
رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا ﴿١٢٥﴾ قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ ءَايَـــٰــتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنسَىٰ ﴿١٢٦﴾ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِئَايَـــٰتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الْاٰخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَىٰ ﴿١٢٧﴾
(124) Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta. (125) Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?”. (126) Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari
ini kamupun dilupakan”. (127) Dan demikianlah Kami membalas orang yang
melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya
azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Thaahaa. 124 – 127).
Sedangkan
Allah adalah Tuhan Yang Maha Menepati Janji.
... وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ ...﴿١١١﴾
"... Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? ...” (QS. At
Taubah. 111).
Dan Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya,
sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ruum ayat 6:
... لَا يُخْلِفُ اللهُ وَعْدَهُ ... ﴿٦﴾
"...
Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, ...”. (QS. Ar Ruum. 6).
Maka tak bisa dibayangkan betapa kesulitan tiada tara
akan dihadapi seseorang kelak di alam akhirat apabila dia tidak takut
kepada Allah pada saat yang bersangkutan hidup di dunia ini dan belum sempat
bertaubat saat maut datang menjelang.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman:
وَعِزَّتِى
وَجَلَالِى لَا أَجْمَعُ عَلَى عَبْدِى خَوْفَيْنِ وَأَمْنَيْنِ إِذَاخَافَنِى فِى
الدُّنْيَا أَمَّنْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَإِذَاأَمِنَنِى فِى الدُّنْيَا
أَخَفْتُهُ فِى الْآخِرَةِ (يَوْمَ الْقِيَامَةِ). (روه ابن حبان)
“Demi kemulyaan
dan kebesaran-Ku tidak akan Aku himpun pada hamba-Ku dua kali takut dan dua
kali aman. Jika ia takut kepada-Ku di dunia Aku beri aman di hari qiyamat, dan
jika ia merasa aman dari-Ku di dunia Aku takutkan di akhirat (hari qiyamat)”.
(HR. Ibn. Hibban).
Ya, tak bisa dibayangkan betapa kesulitan tiada tara akan
dihadapi seseorang kelak di alam akhirat apabila dia tidak takut
kepada Allah pada saat yang bersangkutan hidup di dunia ini dan belum sempat
bertaubat saat maut menjelang. Karena azab yang paling ringan pada hari akhir
nanti adalah seseorang yang diletakkan pada tapak kakinya dua biji batu dari
neraka, kemudian otaknya mendidih karena sebab panasnya. Na’udzubillahi
mindzalika!
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ
أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ
نَعْلَانِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلِي مِنْهُمَا
دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِ الْمِرْجَلُ مَا يَرَى
أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ عَذَابًا وَإِنَّهُ لَأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا.
(رواه مسلم)
“Sesungguhnya
penduduk neraka yang paling ringan siksanya adalah orang
yang memiliki dua sandal dan dua tali sandal dari api neraka, dimana otaknya akan mendidih karena panasnya sandal tersebut
sebagaimana kuali mendidih. Orang tersebut merasa
bahwa tidak ada seorang-pun yang siksanya lebih pedih daripadanya,
padahal siksanya adalah yang paling ringan di antara mereka”. (HR. Muslim).
Saudaraku,
Orang yang tidak takut kepada Allah pada saat yang
bersangkutan hidup di dunia ini akan cenderung menganggap ringan saja terhadap
segala perbuatan maksiat, yang mana hal ini akan menjadi sebab bagi yang
bersangkutan untuk terus dan terus bermaksiat kepada-Nya.
اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَـــٰنُ فَأَنْسَـــٰـهُمْ ذِكْرَ اللهِ أُوْلَـــٰــئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَـــٰنِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَـــٰنِ هُمُ الْخَـــٰسِرُونَ ﴿١٩﴾
”Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa
mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
golongan syaitan itulah golongan yang merugi”. (QS. Al Mujaadilah. 19).
Sedangkan orang yang terus dan terus bermaksiat
kepada-Nya, maka hal ini artinya yang bersangkutan akan terus dan terus
melupakan Allah. Karena tidaklah seseorang itu bermaksiat, ketika sedang bermaksiat
dia dalam keadaan mukmin. Yang artinya adalah bahwa ketika seseorang sedang bermaksiat,
dia dalam keadaan melupakan Allah.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ وَابْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولَانِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي
الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ
يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ. قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي بَكْرِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ
يُحَدِّثُهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ثُمَّ يَقُولُ كَانَ أَبُو بَكْرٍ يُلْحِقُ
مَعَهُنَّ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ
أَبْصَارَهُمْ فِيهَا حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ.
(رواه البخارى)
“Telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dia berkata;
telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; saya mendengar
Abu Salamah bin Abdurrahman dan Ibnu Musayyab keduanya berkata, Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu berkata; sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seseorang itu berzina, ketika sedang berzina dia dalam keadaan mukmin. Tidak pula seseorang
itu minum khamer ketika sedang minum khamer ia dalam keadaan mukmin. Dan tidak
pula seseorang itu mencuri ketika sedang mencuri ia dalam keadaan mukmin."
Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku pula Abdul Malik bin Abu Bakr
bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam bahwa Abu Bakr pernah menceritakan
kepadanya dari Abu Hurairah, lalu dia berkata; "Abu Bakar menambahkan
dalam hadits tersebut dengan redaksi; "Dan tidaklah seseorang merampas
harta orang lain yang karenanya orang-orang memandangnya sebagai orang yang
terpandang, ketika dia merampas harta tersebut dalam keadaan mukmin". (HR. Bukhari no.
5150).
Saudaraku,
Jika seseorang terus dan terus melupakan Allah, maka siapa yang menjamin bahwa dengan berbuat seperti itu, akan ada yang
menolongnya saat sedang menghadapi sakaratul maut?
قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ ءَايَـــٰــتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنسَىٰ ﴿١٢٦﴾
Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu
ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun
dilupakan”. (QS. Thaahaa. 126).
...
نَسُواْ اللهَ فَنَسِيَهُمْ ... ﴿٦٧﴾
“... Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan
mereka. ...”. (QS. At Taubah. 67).
Dan jika Allah telah melupakannya pada saat sakaratul
maut datang menjelang, maka sudah pasti syaitan akan dengan mudah dapat
menyesatkannya1) sehingga dia bisa wafat dalam kekafiran (wafat
dalam keadaan tidak beriman). Dan jika yang bersangkutan sampai wafat dalam kekafiran, maka dia akan tetap dalam kekafiran
untuk selama-lamanya karena setelah ajal menjemput seseorang, maka pintu
taubat telah tertutup untuknya dan taubatnya tidak akan diterima untuk
selama-lamanya.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhu2), dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam3),
beliau bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدَ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. (رواه
الترمذى)
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla4) akan menerima taubat seorang hamba selama ruhnya
belum sampai di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi).
Sekali lagi, jika yang
bersangkutan sampai wafat dalam kekafiran maka dia akan tetap dalam kekafiran
untuk selama-lamanya dan Allah tidak akan pernah mengampuninya, sehingga dia
akan kekal di dalam api neraka. Na’udzubillahi
mindzalika.
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik5), dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).
♦ Takutlah
kepada Allah yang pada suatu hari nanti kalian akan dikumpulkan di hadapan-Nya
Saudaraku,
Dengan melihat uraian di atas, maka takutlah kepada Allah yang pada suatu hari nanti kalian pasti akan dikumpulkan di hadapan-Nya.
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ
وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْـحِسَابِ ﴿٢١﴾ وَالَّذِينَ
صَبَرُواْ ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُواْ الصَّلَاةَ وَأَنفَقُواْ
مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ
السَّيِّئَةَ أُوْلَــــٰــئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٢﴾ جَنَّــــٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَائِهِمْ
وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّــــٰـتِهِمْ وَالْـمَلَـــٰـــئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾ سَلَــــٰمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
﴿٢٤﴾
(21) “dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang
Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan
takut kepada hisab yang buruk”. (22) “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan
Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan
kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan
dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”, (23) “(yaitu)
surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang
saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu”; (24) “(sambil
mengucapkan): Salamun `alaikum bima shabartum6).
Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’d. 21 – 24).
Sedangkan yang dimaksud dengan “takut kepada Tuhannya”,
Ibnu Katsir telah menjelaskannya dalam kitab tafsirnya sebagai berikut:
... وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ... ﴿٢١﴾
“... dan mereka takut kepada
Tuhannya ...”. (QS. Ar Ra’d. 21).
Yakni dalam mengerjakan amal-amal yang harus mereka lakukan dan dalam
menghindari perbuatan-perbuatan yang harus mereka tinggalkan. Dalam hal
tersebut mereka merasa di bawah pengawasan Allah dan mereka merasa takut akan
hisab yang buruk di hari akhirat. Karena itulah maka Allah memerintahkan mereka
untuk tetap berada dalam jalan yang lurus dan istiqamah dalam semua aktivitas
dan semua keadaan yang mereka alami.
Dan takutlah akan azab hari yang besar (hari kiamat),
jika sampai mendurhakai-Nya (jika sampai mendurhakai Allah SWT).
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ
عَظِيمٍ ﴿١٥﴾
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari
yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". (QS. Al An’aam.
15).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ
وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ
عَن وَالِدِهِ شَيْئًا ... ﴿٣٣﴾
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah
suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan
seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. ...”. (QS.
Luqman. 33).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ
هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ
الْحَيَـــٰـةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللهِ الْغَرُورُ ﴿٣٣﴾
Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari
itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat
(pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka
janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula)
penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. (QS. Luqman. 33)
... رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ ﴿١٠٩﴾
"... Ya Tuhan kami,
kami telah beriman, maka ampunilah kami dan
berilah kami rahmat dan Engkau adalah sebaik-baik Pemberi Rahmat. (QS. Al Mu’minuun.
109).
... رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا
مُسْلِمِينَ ﴿١٢٦﴾
“… Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan
wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)”. (QS. Al A’raaf.
126). Amin,
ya rabbal ‘alamin.
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Penjelasan
lebih
terperinci terkait hal ini sudah aku sampaikan dalam buku: “Petunjuk Praktis
Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits”, Jilid 3 pada sub-bab
11.4. & 11.5. halaman 354 – 362.
2) Radhiyallahu
'anhu artinya: semoga ridho Allah atasnya.
3) Shallallahu 'alaihi wasallam artinya: semoga Allah
memberikan shalawat dan salam kepadanya.
4) Allah ‘Azza Wa Jalla artinya:
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung.
5) Syirik artinya mempersekutukan
Allah.
6) Salamun
`alaikum bima shabartum artinya: keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar