Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (teman
alumni SMAN 1 Blitar/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi negeri
terkemuka di Surabaya) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Bolehkah mengusahakan target gebetan1) agar jatuh cinta
pada kita?”.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah bersabda bahwa bagi siapa saja yang suka pada sunnahnya,
maka hendaklah mengikuti sunnahnya. Dan salah
satu daripada sunnahnya ialah menikah.
Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أحَبَّ فِطْرَتِى فَلْيَسْتَنَّ بِسُنَّتِى وَإِنَّ
مِنْ سُنَّتِى النِّكَاحُ. (رواه البيهقى)
“Siapa yang suka pada
syari’atku, maka hendaklah mengikuti sunnahku (perjalananku). Dan (salah
satu) daripada sunnahku ialah menikah”. (HR. Albaihaqi).
Sedangkan pada hadits berikut ini, diperoleh keterangan
bahwa menikah adalah sunnah beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan barangsiapa
yang tidak mengamalkan sunnahnya, berarti dia bukan dari golongannya.
دَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ
عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي ... (رواه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Al Azhar]
berkata, telah menceritakan kepada kami [Adam] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Isa bin Maimun] dari [Al Qasim] dari ['Aisyah] ia berkata,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa
tidak mengamalkan sunnahku, berarti bukan dari golonganku. ...”. (HR. Ibn
Majah, no. 1836).
و حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ
نَافِعٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ
ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ عَمَلِهِ فِي السِّرِّ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا أَتَزَوَّجُ
النِّسَاءَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا آكُلُ اللَّحْمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا
أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ فَقَالَ مَا بَالُ
أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا لَكِنِّي أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُومُ
وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
(رواه مسلم)
17.3/2487. Dan telah menceritakan
kepadaku Abu Bakar bin Nafi' Al Abdi telah menceritakan kepada kami Bahz telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa
sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bertanya kepada isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenai amalan
beliau yang tersembunyi. Maka sebagian dari mereka pun berkata: “Saya tidak
akan menikah”. Kemudian sebagian lagi berkata: “Aku tidak akan makan daging”.
Dan sebagian lain lagi berkata: “Aku tidak akan tidur di atas kasurku”.
Mendengar ucapan-ucapan itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memuji Allah dan
menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda: “Ada apa
dengan mereka? Mereka berkata begini dan begitu, padahal aku sendiri shalat dan
juga tidur, berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wanita. Maka siapa
yang saja yang membenci sunnahku, berarti bukan dari golonganku”. (HR.
Muslim).
Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dan Imam
Ath-Thabarani berikut ini diperoleh penjelasan bahwa orang yang telah
menikah itu berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka
hendaknya bertaqwa kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh
Anas radhiyallahu
‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْدُ فَقَدِاسْتَكْمَلَ نِصْفَ
الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي. (رواه البيهقى)
“Jika seseorang telah menikah,
berarti ia telah mencukupi separuh dari agamanya. Maka hendaknya bertaqwa
kepada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh”. (HR. Al Baihaqi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدَّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ
فِيْمَا بَقِيَ
“Apabila seorang hamba telah
menikah, sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka dari itu,
hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT
dalam separuh yang tersisa”.
(HR. Ath-Thabarani)
Saudaraku,
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa dalam
Agama Islam, menikah itu benar-benar merupakan suatu ibadah yang mendapat
tempat yang sangat tinggi. Dan hal ini dimulai dari sebelum
pernikahan terjadi, yaitu dimulai dari proses memilih calon pasangan (pada masa
ta’aruf), khitbah, hingga berlanjut ke dalam
proses pernikahan, yang semuanya itu dilakukan secara Islami yaitu tunduk pada
aturan-aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Terkait hal ini, perhatikan penjelasan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (hadits no. 2082) berikut
ini:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ
الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى
نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً
فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى
نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو
داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia
bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir
berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di
sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin
menikahinya, maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
Saudaraku,
Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud di atas diperoleh penjelasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan orang
yang hendak meminang seorang wanita untuk
melihat sesuatu yang dapat membuatnya/yang bisa mendorongnya untuk menikahinya.
Hal ini mengindikasikan bahwa
jika memang ada sesuatu yang bisa membuat seseorang tertarik dan kemudian jatuh
cinta sehingga ada dorongan kuat untuk menikahinya, maka lihatlah. Hanya saja prosesnya harus syar'i yaitu tidak
sampai berlebihan hingga melampaui batas-batas
yang diperkenankan agama.
Sedangkan jika dilihat dari sudut
pandang yang berbeda, maka hal ini juga mengindikasikan bahwa jika ada sesuatu
dari pihak kita yang bisa membuat orang baik-baik (orang yang
agama dan budi pekertinya baik) tertarik kemudian jatuh cinta
sehingga ada dorongan kuat untuk menikah dengan kita, maka lakukanlah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ
بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ
فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. (رواه الترمذى)
Qutaibah menceritakan kepada
kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari
Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila ada orang yang agama dan budi pekertinya
baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia.
Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan
kerusakan”. (HR. At-Tirmidzi, no. 1084).
حَدَّثَنَا
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَعُبَيْدُ اللهِ بْنُ سَعِيدٍ
قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ
بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا
وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ
يَدَاكَ. (رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb],
[Muhammad bin Al Mutsanna] dan ['Ubaidullah bin Sa'id] mereka berkata; Telah
menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari ['Ubaidillah] telah mengabarkan
kepadaku [Sa'id bin Abu Sa'id] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena
empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena
agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung”. (HR. Muslim,
no.
2661).
♦ Kesimpulan
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, mengusahakan
target gebetan agar jatuh cinta pada kita itu bukan hanya boleh, namun malah
dianjurkan. Terlebih lagi jika sasaran kita adalah orang yang agama dan
budi pekertinya baik. Karena hal ini merupakan langkah awal untuk terwujudnya
suatu kebaikan yang lebih besar yaitu terwujudnya sebuah keluarga Islami yang nantinya dapat menciptakan keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah.
وَمِنْ ءَايَـــٰــتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّـــتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَاٰيَــــٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS. Ar Ruum. 21).
√ Sakinah
Yaitu perasaan nyaman, aman, damai,
tentram atau tenang kepada yang dicintai.
...
لِـــتَسْكُنُوا إِلَيْهَا ... ﴿٢١﴾
“..., supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, ...”. (QS. Ar Ruum. 21).
√ Mawaddah
Mawaddah adalah perasaan kasih
sayang, cinta yang membara, perasaan cinta yang menggebu (namun halal) pada
pasangannya.
...
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah ...”. (QS.
Ar Ruum. 21).
√ Rahmah
Rahmah adalah kasih sayang dan
kelembutan (perasaan
saling simpati atau belas-kasihan)
...
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ... ﴿٢١﴾
“..., dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. ...”.
(QS. Ar Ruum. 21).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Gebetan adalah seseorang yang
sedang ditaksir atau disukai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar