Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).
Sementara kalimat-kalimat-Nya adalah tidak terbatas. Tidak mungkin bagi kita untuk menuliskan semuanya. Meski telah disediakan tinta sebanyak lautan yang ada di bumi ini untuk menuliskan kalimat-kalimat-Nya, maka pasti akan habis tinta itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat-Nya. Bahkan seandainya didatangkan tambahan tinta sebanyak itu lagi, tetap saja, pasti akan habis lagi tinta itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat-Nya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Kahfi berikut ini: “Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al Kahfi. 109).
Bahkan dalam ayat yang lainnya, diperoleh penjelasan bahwa seandainya pohon-pohon di bumi ini dijadikan pena dan laut menjadi tintanya untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah, kemudian ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tetap tidak akan pernah habis-habisnya dituliskan kalimat Allah tersebut. “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Luqman. 27).
Sedangkan Al Qur’an itu sendiri, benar-benar datang dari Allah SWT., Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, janganlah kita termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya: Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Qur’an itu pula.
Di sisi lain, ilmu pengetahuan yang kita miliki ternyata sangatlah terbatas. Semakin tinggi pendidikan kita, justru semakin menyadarkan kita, bahwa semakin banyak ilmu pengetahuan yang tidak kita ketahui. Teramat banyak ilmu pengetahuan yang tidak kita kuasai, karena pada kenyataannya kita memang tidak mungkin menguasai semua ilmu, meski setinggi apa-pun pendidikan kita. “... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Ayat lain yang menggambarkan betapa ilmu kita (termasuk semua makhluk Allah yang lain) adalah sangat terbatas, adalah QS. Al Israa’ ayat 88. Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki, maka seandainya semua makhluk berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an (kitab suci yang benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu), niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al Qur'an, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al Israa’. 88).
Saudaraku…,
Selain penjelasan Al Qur'an sebagaimana uraian di atas, bukti-bukti yang ada juga menunjukkan betapa ilmu kita adalah sangat terbatas.
Teori Geosentris yang menganggap bumi adalah pusat alam semesta, misalnya. Dengan keterbatasan ilmu pengetahuan manusia pada saat itu, teori geosentris sempat dianggap sebagai “suatu kebenaran”. Bahkan berlangsung hingga ratusan tahun. Hingga akhirnya ditumbangkan oleh teori Heliosentris yang menganggap bahwa matahari adalah pusat alam semesta.
Namun, pada saat ini-pun terbukti bahwa alam semesta tidaklah berpusat pada matahari. Karena matahari sendiri ternyata hanya salah satu bintang dari miliaran bintang yang ada dalam suatu gugusan bintang yang juga disebut galaxy (galaxy Bima Sakti / Milky Way). Bersama bintang-bintang yang lain, ternyata matahari juga berputar mengelilingi pusat galaxy Bima Sakti. Demikian seterusnya.
Dengan demikian, nampaklah bahwa teori ilmiah tidak akan pernah final. Apa yang dianggap benar pada saat ini, pada suatu saat bisa saja dianggap salah dan sebaliknya. Dan (sekali lagi) ini benar-benar suatu tanda betapa ilmu kita adalah sangat terbatas. Artinya tidak ada kebenaran mutlak pada teori ilmiah ciptaan manusia.
Belum lagi untuk urusan alam ghaib. Tentang roh kita, misalnya. Teramat sedikitlah yang kita ketahui. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).
Nah, karena Al Qur'an itu benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu (yang karenanya, kebenaran Al Qur’an adalah mutlak), sedangkan ilmu / akal / logika kita adalah sangat terbatas, maka penggunaan logika hanyalah sebagai penjelasan tambahan saja, bukan rujukan utama. Artinya jika pada saat ini kita menemukan adanya pertentangan antara logika kita dengan penjelasan Al Qur’an, maka yang sesungguhnya terjadi adalah karena logika kita belum mencukupi untuk memahami penjelasan Al Qur’an tersebut.
Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al Qur'an dalam surat An Naml ayat 88 berikut ini: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An Naml. 88)
Saudaraku…,
Ayat tersebut telah diturunkan ke muka bumi ini sekitar 15 abad yang lalu. Bisa dibayangkan, betapa pada saat itu akal manusia sungguh-sungguh sangat sulit untuk memahami bagaimana halnya gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya itu, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan.
Baru pada paruh kedua abad ke-20, akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut ternyata berjalan-jalan, yaitu setelah ditemukannya Teori Tektonik Lempeng* (bahasa Inggris: Plate Tectonics) yaitu teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Pergerakan lempeng tersebut sebenarnya hanya mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge*, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca*, namun dalam skala waktu geologis yang sangat lama (jutaan tahun), maka pergerakan / pergeseran lempeng tersebut (beserta lautan / benua di atasnya, termasuk gunung-gunung didalamnya) akan mencapai ribuan kilometer. Dari sini, barulah akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut, ternyata benar-benar berjalan-jalan sebagaimana penjelasan Al Qur'an dalam surat An Naml ayat 88 di atas. Wallahu a'lam bish-shawab.
Demikian penjelasan yang bisa aku sampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/Tektonik_lempeng
.
BalasHapusRohedi 'Ali' Yunus:
Tepat sekali Al ayat bahwa tinta 7 lautan bahkan lebih takkan cukup untuk menuliskan ilmu Alloh. Teori ilmiah ala Manusia nda mampu menuntaskan problem yg ada, padahal kita hanya diciprati bak setetes air laut saja dari ilmu Alloh itu. Pertanyaan saya, apa upaya nyata para ilmuwan muslim masa kini untuk merampungkan teori ilmiah itu. Menurut saya mengagumi ayat itu barulah syarat cukup. Lha mengisi syarat perlunya bagaimana
02 Juni jam 18:48
.
BalasHapusRohedi 'Ali' Yunus:
Gugahan saya tadi salah satunya buat mergajak rekan2 semua untuk meredam arogansi bangsa israel. Mereka arogan karena merasa sbg penguasa ilmu dunia.Ke depan kita nda cukup hanya mengirim relawan dana kemanusian, dan doa, tapi harus melampaui capaian mereka.
02 Juni jam 19:52
Sahabatku Cak Hedi: Terimakasih atas perhatian dan masukannya. Apa yang Cak Hedi sampaikan insya Allah adalah benar adanya. Tinggal bagaimana menindaklanjutinya.
BalasHapusDari artikel di atas, aku berharap semoga kita tidak sampai terlalu mengedepankan akal kita yang sangat terbatas ini dalam memahami Al Qur'an. Semoga kita semua mendapat bimbingan dari-Nya sehingga kita semua senantiasa berada dalam jalan-Nya yang lurus. Amin...!!!
03 Juni jam 3:02
.
BalasHapusMamik Karyawati:
Subhanalloh, ternyata.....setinggi apapun ilmu yang mampu manusia kuasai hanyalah setitik debu di lautan pasir-Nya.
03 Juni jam 3:25
Subhanallah!
BalasHapus“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar”. (QS. Al Waaqi’ah. 74).
03 Juni jam 3:30
Saudaraku Jeng Mamik: Terimakasih atas perhatiannya. Semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya. Amin...!!!
BalasHapus03 Juni jam 3:31
.
BalasHapusPuguh Subiantoro:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS Ali Imron 190 -191)
Dengan ayat ini Alloh SWT menunjukkan kepada kita untuk selalu menggunakan akal dengan selalu memikirkan ayat-ayat Alloh baik yang qouliyah (dalam nash Qur'an dan Sunnah) maupun kauniyah (ayat-ayat Alloh di alam semesta). Dengan akal yang berpegang (mengimani dan mengikuti) Al Qur'an,manusia akan mencapai puncak kemuliaannya. Sejarah membuktikan berabad-abad lamanya kaum muslimin memimpin peradaban dunia (di semua aspek kehidupan termasuk bidang sains), namun hal itu surut seiring dengan semakin menjauhnya kaum muslimin dari Al Qur'an. Dalam perjalanan sejarah yang panjang juga dibuktikan bahwa yahudi sesungguhnya lebih banyak menjadi pecundang. Seiring runtuhnya khilafah Islamiyah, kaum muslimin mengalami kemunduran, mulailah yahudi (kembali) menampakkan kepongahan dan arogansinya. Kata kuncinya, jika kita meraih (kembali) kemuliaan, maka kembalilah kepada Al Qur'an dan As-Sunnah, memahami dan mengamalkan dengan benar. Wallohu a'lam
03 Juni jam 3:28
Kepada sahabatku Mas Puguh: Akal adalah syarat utama bagi seseorang untuk menjalankan semua syari'at Islam. Artinya, bagi orang yang tidak berakal (gila) atau bagi yang belum sempurna akalnya (belum baligh), mereka semua itu tidak ada kewajiban untuk menjalankan syari'at Islam.
BalasHapusMeskipun demikian, kita tidak boleh terlalu mengedepankan akal kita, karena ternyata akal kita sangatlah terbatas. Artinya jika pada saat ini kita menemukan adanya pertentangan antara logika kita dengan penjelasan Al Qur’an, maka janganlah kita terus memperturutkan akal kita. Karena yang sesungguhnya terjadi adalah karena logika kita belum mencukupi untuk memahami penjelasan Al Qur’an tersebut.
03 Juni jam 3:38
Apa yang telah disampaikan Mas Puguh, insya Allah adalah benar adanya. Kita memang sudah seharusnya untuk selalu menggunakan akal dengan selalu memikirkan ayat-ayat Alloh baik yang qouliyah (dalam nash Qur'an dan Sunnah) maupun kauniyah (ayat-ayat Alloh di alam semesta).
BalasHapusDengan akal yang berpegang (mengimani dan mengikuti) Al Qur'an, insya Allah kita akan mencapai puncak kemuliaannya.
03 Juni jam 3:40
Sahabatku Mas Puguh: Terimakasih atas perhatian dan masukannya. Insya Allah bermanfaat buat kita semua.
BalasHapus-----
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR Muslim no. 2674).
Diriwayatkan dari Jabir berkata, Rasulullah saw bersabda: “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia”. (HR. Thabrani dan Daruquthni).
03 Juni jam 3:46