بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Rabu, 01 Januari 2014

TENTANG PESAN SUAMI YANG SUDAH WAFAT

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku...,
Seorang akhwat telah bertanya sebagai berikut:
Saya mau tanya pendapat Bapak. Dulu sebelum arwah suami meningal, dia ada berpesan supaya menjaga amaknya. Berdosakah saya bila saya keluar dari rumah ini, karna tekannan jiwa saya, saya rasakan rosak..

Saya ingin bekerja, tapi mak mertua tak bagi. Saya nekat bekerja, mak mertuaku bagi 2 pilihan. Kalau aku bekerja, keluar dari rumah. Ya apa lagi, aku sahut cabarannya. Setelah 3 hari dua malam aku keluar, hati rasa tak sedap bila teringat kan pesan arwah suami ku untuk menjaganya. Aku pulang kerumah, namun di hati ini masih menganjan perkatannya masih teringat selalu. Pertanyaanku, berdosakah aku berbuat demikian, sedangkan anaknya yang lain ada? Pertanyaan ke 2: apakah pesan yang arwah tinggalkan itu harus aku jalani sampai emaknya meninggal? Dan pertanyaan yang 3: salahkah aku mencari uang untuk menyara diriku sendiri, walaupun aku tau, mak mertuaku mampu membagiku uang saku, namun kurasakan tidak cukup? Tolong di beri penjelasannya, Pak.

-----

Dari pertanyaan yang saudaraku sampaikan tersebut, dapat aku simpulkan bahwa saudaraku telah menanyakan tiga hal, yaitu:
1.   Berdosakah aku berbuat demikian, sedangkan anaknya yang lain ada?
2.   Apakah pesan yang arwah tinggalkan itu harus aku jalani sampai emak nya meninggal?
3.   Salahkah aku mencari uang untuk menyara diriku sendiri, walaupun aku tau mak mertuaku mampu membagiku uang saku namun kurasakan tidak cukup?

Saudaraku…,
Pada kesempatan ini aku ingin memberi komentar tentang beberapa pernyataan saudaraku tersebut. Namun saudaraku tidak harus setuju dengan pendapatku ini. Karena hal ini sifatnya hanyalah saling tukar pendapat saja. Disamping itu, aku juga menyadari bahwa sesungguhnya ilmuku sangatlah terbatas. Dalam hal ini, posisi kita adalah sama-sama belajar.

Pertanyaan 1: Berdosakah aku berbuat demikian, sedangkan anaknya yang lain ada?

Saudaraku…,
Mendengar cerita dari saudaraku tersebut, aku benar-benar terharu dengan kesetiaan dan kecintaan saudaraku kepada suami tercinta. Semoga hal ini dapat dilihat oleh Allah sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan saudaraku kepada-Nya. Amin!

Saudaraku…,
Tidak semua hal yang menjadi kewajiban kita itu, harus kita sendiri yang melaksanakannya. Karena sebagian diantaranya bisa diwakilkan / bisa diwakili oleh orang lain (bisa dikerjakan oleh orang lain). Yang dimaksud di sini adalah: jika sesuatu yang menjadi kewajiban kita itu telah diwakilkan / telah diwakili / telah dikerjakan / telah dilaksanakan oleh orang lain, maka gugurlah kewajiban kita atasnya.

Sesuatu yang menjadi kewajiban kita dan harus kita sendiri yang melaksanakannya, salah satu contohnya adalah sholat wajib lima waktu.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ﴿٤٥﴾
”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al ’Ankabuut. 45)

Saudaraku…,
Sholat wajib lima waktu adalah salah satu kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh seorang muslim dan tidak boleh diwakilkan kepada siapapun. Dan dalam pelaksanaannya, kita diperintahkan yang maksimal dahulu. Baru jika tidak mampu, kita diperbolehkan mengambil di bawahnya. Maksudnya: dalam melaksanakan sholat 5 waktu, kita diperintahkan untuk melaksanakannya dengan berdiri. Namun bagi yang tidak mampu, boleh melaksanakannya dengan duduk. Dan jika dengan dudukpun tetap tidak mampu, maka boleh dengan berbaring. Dan jika dengan berbaringpun tetap tidak mampu, maka boleh melaksanakannya dengan isyarat.

Sedangkan sesuatu yang menjadi kewajiban kita, namun dalam pelaksanaannya bisa diwakilkan / bisa diwakili oleh orang lain (bisa dikerjakan oleh orang lain), salah satu contohnya adalah hutang.

Saudaraku…,
Ketika kita mempunyai hutang kepada seseorang, maka kita wajib untuk mengembalikannya. Namun, jika ada saudara kita yang lain yang bersedia / telah mengembalikan hutang kita tersebut (baik sepengetahuan kita maupun tanpa sepengetahuan kita), maka gugurlah kewajiban kita untuk mengembalikan hutang tersebut. Artinya kita sudah tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan hutang tersebut, karena sudah dikembalikan / sudah dibayar oleh orang lain (baik sepengetahuan kita maupun tanpa sepengetahuan kita).

Contoh yang lainnya adalah kewajiban kita untuk membimbing anak-anak kita. Jika kita tidak mampu untuk melaksanakannya sendiri, maka hal ini bisa diwakilkan kepada orang lain. Misalnya: kita serahkan kepada pondok pesantren untuk dibina oleh para ulama’ di sana dengan harapan bisa tumbuh menjadi anak yang sholeh / sholihah.

Saudaraku…,
Terkait dengan masalah yang sedang saudaraku hadapi, maka jika memang ada anaknya yang lain, sesungguhnya anak kandungnya-lah yang lebih berhak untuk menjaga beliau. Oleh karena itu, cobalah hal ini disampaikan kepada anaknya yang lain. Cobalah saudaraku sampaikan, bahwa sesungguhnya anak kandungnya-lah yang lebih berhak untuk menjaga beliau.

Jika anaknya sudah bisa memahaminya, maka insya Allah kewajiban saudaraku untuk melaksanakan pesan suami tersebut sudah gugur, karena sudah diwakili / sudah dilaksanakan oleh anaknya yang lain. (Wallahu ta'ala a'lam).

Pertanyaan 2: Apakah pesan yang arwah tinggalkan itu harus aku jalani sampai emaknya meninggal?

Insya Allah sudah terjawab (lihat kembali penjelasan dari pertanyaan nomer 1 di atas).

Pertanyaan 3: Salahkah aku mencari uang untuk menyara diriku sendiri, walaupun aku tau mak mertuaku mampu membagiku uang saku namun kurasakan tidak cukup?

Saudaraku...,
Ketika suami tercinta telah wafat, apalagi sudah ada yang menjaga ibu mertua (anak kandungnya yang lain telah menjaga beliau), maka saudaraku boleh mencari uang untuk keperluan saudaraku sendiri. Bahkan saudaraku boleh menikah lagi tanpa harus mendapatkan persetujuan dari ibu mertua. Karena hal ini tidak termasuk salah satu rukun nikah.

Saudaraku...,
Berikut ini aku tambahkan tentang rukun nikah*). Rukun nikah itu, ada empat:
1. Ijab kabul.
Ijab: yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon istri kepada calon suaminya, seperti kalimat: aku kawinkan anda dengan putriku Fulanah, atau kalimat: aku halalkan bagimu putriku yang bernama Anisa’ (bisa juga diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lainnya, tetapi harus mengerti artinya).

Kabul: yaitu ucapan penerimaan dari calon suami, seperti kalimat: aku terima mengawininya atau kalimat: aku rela mengawininya.

2. Adanya calon suami dan calon istri.
Calon istri syaratnya harus bebas dari ikatan nikah atau iddah (dan bukan mahram tentunya). Sedangkan calon suami syaratnya adalah harus mengetahui bahwa bakal istrinya itu halal baginya dan “jelas”. Yakni bila tidak jelas, maka tidak syah nikahnya, seperti: aku kawinkan anda pada salah satu putriku ini.

3. Wali dari pihak calon istri.

4. Dua orang saksi, keduanya laki-laki, merdeka, adil, melihat, dan mendengar keduanya serta mengerti bahasa yang digunakan dalam ijab kabul, dan bukan calon wali.

Itulah ke-4 rukun nikah dalam agama Islam. Jika satu saja dari ke-4 rukun nikah itu tidak bisa dipenuhi, maka perkawinan tersebut tidak syah alias batal. Sebaliknya, jika ke-4 rukun nikah tersebut bisa dipenuhi, maka perkawinan tersebut syah.

Dari ke-4 rukun nikah tersebut, nampaklah bahwa pihak calon istri memerlukan adanya wali dan adanya penyerahan wali kepada calon suami / ucapan wali untuk menikahkan calon istri kepada calon suaminya (ijab), yang sekaligus hal ini juga menunjukkan adanya persetujuan dari wali calon istri (untuk menikahkannya dengan calon suami).

Dari ke-4 rukun nikah tersebut, tidak satupun yang menyebutkan harus adanya ijin / persetujuan dari ibu mertua (ibu dari suami yang telah wafat). Artinya selama ke-4 rukun nikah tersebut bisa dipenuhi, maka perkawinan tersebut syah, meskipun tidak mendapatkan ijin dari ibu mertua (ibu dari suami yang telah wafat). Wallahu ta'ala a'lam.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon koreksinya jika ada kekurangan / kesalahan. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. Oleh karena itu, ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada alim ulama’ di sekitar saudaraku tinggal. Semoga bisa mendapatkan penjelasan / jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku. (Imron Kuswandi M.)

Semoga bermanfaat.

NB.
*) Yang dimaksud dengan rukun adalah bagian dari sesuatu (amalan), sedang sesuatu itu tidak akan ada tanpanya. Dengan kata lain, rukun itu harus ada dalam satu amalan dan ia merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut.

Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.

Sebagai misal adalah ruku’ termasuk rukun shalat. Ia harus ada dalam ibadah shalat dan merupakan bagian dari amalan/tata cara shalat.

Adapun wudhu merupakan syarat shalat, ia harus dilakukan bila seseorang hendak shalat namun ia bukan bagian dari amalan / tata cara shalat.

Demikian perbedaan rukun dan syarat dalam suatu amalan. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞