Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (muallafah)
telah
menyampaikan cerita bahwa beliau adalah lulusan Sekolah
Pendidikan Guru Agama Kristen / SPGAK Yogyakarta dan sudah masuk Islam pada tanggal 6 April 1989. Beliau
mengatakan bahwa pada saat ini Allah (telah) menguji keimanannya atas
kedzaliman suami dan sepupu suaminya sehingga (akibat kedzaliman suami dan
sepupu suaminya tersebut) telah menyebabkan beliau bercerai. Beliau mengatakan
bahwa pengalaman ini beliau anggap sebagai kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Dan beliau berharap, semoga beliau diberi ketabahan hati dan tetap dalam
keimanan, yaitu menyembah Allah di dalam Islam. Beliau mengatakan: innaddiinna 'indallaahil
Islaam, bahwa agama yang paling benar di sisi Allah dan mendapat ridha adalah
Islam.
-
Saudaraku…,
Dalam Al Qur’an surat Al
Baqarah ayat 286, Allah SWT. telah berfirman sebagai berikut:
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا ... ﴿٢٨٦﴾
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ...”.
(QS. Al Baqarah ayat 286).
Saudaraku…,
Berdasarkan ayat tersebut,
sebenarnya kita juga bisa berpikir dari arah sebaliknya. Artinya, ayat tersebut
sebenarnya juga menunjukkan bahwa seberat apapun beban hidup yang saat ini
sedang mendera kita, pasti Allah telah siapkan bekal kepada kita untuk
menghadapinya. Bukankah: ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya?”
Dengan demikian, jika pada
saat ini kita sedang mendapati adanya beban hidup yang terasa kian berat,
tantangan hidup dari hari ke hari yang terasa kian kompleks, masalah demi
masalah yang datang silih berganti, ataupun kesulitan demi kesulitan yang
seolah datang tiada henti, maka tidak sepantasnya bagi kita untuk
mengeluhkannya. Karena dalam hal ini, pasti Allah telah siapkan bekal kepada
kita untuk menghadapinya. Dengan kata lain, jika pada saat ini kita sedang
mendapati adanya beban hidup yang terasa kian berat, maka hal itu semua justru
sebagai pertanda bahwa Allah hendak memberikan kebaikan / nikmat / kekuatan /
kemudahan / rezeki kepada kita.
Jadi, ketika cobaan datang
silih berganti, maka seharusnya kita justru bertanya:
”Ya Allah, nikmat apa lagi
yang hendak Engkau berikan kepada kami, sedangkan tanda-tandanya sudah nampak
jelas di depan mata?”
”Ya Allah, kemudahan apa lagi
yang hendak Engkau berikan kepada kami, sedangkan tanda-tandanya sudah begitu
jelas di depan mata?”
”Ya Allah, rezeki apa lagi
yang hendak Engkau anugerahkan kepada kami, sedangkan tanda-tandanya sudah
sangat jelas di depan mata?”
”Ya Allah, dst...”
Saudaraku…,
Jika cara berpikir kita
seperti ini, tentunya tidak ada alasan sedikitpun bagi kita untuk mengeluh, bagaimanapun
situasi/kondisi yang sedang kita hadapi. Yang terjadi justru sebaliknya.
Apalagi jika hal ini kita kaitkan dengan salah satu hadits qudsi dimana Ahmad, Ibn Majah dan Albaihaqi meriwayatkan,
bahwa Allah berfirman: “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.
Jika ia berprasangka baik, maka untung baginya. Dan jika berprasangka buruk,
maka ia akan terkena bahayanya”.
-----
Beliau
mengatakan: “Subhanallah dan memang hanya Allah yang pantas mendapatkan segala
pujian. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas nasehat ini, semoga hati saya tetap
dikuatkan dalam iman Islam. Saya dikaruniai 4 orang anak yang semuanya
perempuan dan keempat anak saya ikut dengan saya semuanya. Sebenarnya ujian
demi ujian datang bertubi-tubi kepada saya, insya Allah saya selalu menganggap
bahwa ini (adalah) tanda kasih sayang Allah kepada saya. Tahun 2007 anak saya
mendapat kecelakaan diserempet mobil dan yang menyerempet tidak bertanggung jawab.
4 hari diruang ICCU, antara hidup dan mati, tangan dan kakinya mengalami patah
tulang. Setiap suster memanggil, hati saya berdegub kencang untuk mendengar
berita keselamatan anak saya. Alhamdulillah anak saya diberi kesempatan utk
sehat kembali yang sebelumnya dia harus tidur tanpa daya selama 6 bulan
ditempat tidur. Dengan kasih sayang seorang ibu, saya merawat dan juga membantu
suami mencari nafkah. Dan lagi-lagi Allah (telah) menguji saya dengan peristiwa
perpisahan ini. Selama berpisah, mantan suami tidak pernah memberi nafkah, rumah
dijual buat bersenang-senang dengan sepupunya yang sekarang menjadi istrinya.
Saya hanya mohon bantuan do'a, semoga saya kuat menghadapi ujian ini.
Terimakasih”.
-
Amin, ya
rabbal 'alamin!
Do'aku
menyertai perjuanganmu, wahai saudaraku!
Saudaraku…,
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah akan memberikan cobaan kepada kita dengan berbagai cobaan.
Dan ketahuilah pula, bahwa
sesungguhnya Allah akan memberikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar (dengan
memberikan surga untuknya), yaitu orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Demikian
penjelasan Al Qur’an dalam surat Al
Baqarah ayat 155 – 156:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا
إِلَيْهِ رَاجِعونَ ﴿١٥٦﴾
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. Al Baqarah. 155). “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun*"
(QS. Al Baqarah. 156). *) Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
kepada-Nya-lah kami kembali”. Kalimat ini dinamakan kalimat “istirjaa”
(pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya sewaktu ditimpa
marabahaya, baik besar maupun kecil.
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ. (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang Allah
kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR.
Al Bukhari(.
Sedangkan
dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW. bersabda:
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا
أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ. (رواه
البخارى)
“Tiadalah seorang muslim yang ditimpa musibah dalam
bentuk kelelahan, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan kecemasan,
melainkan Allah menghapuskan darinya segala kesalahan dan dosa, hingga duri
yang menusuknya juga sebagai penghapus dosa.” (HR. al-Bukhari)
Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
مَا
يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حَزَنٍ وَلاَ
أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا
مِنْ خَطَايَاهُ. (رواه البخارى ومسلم)
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu kepayahan,
penyakit, kegalauan, kesedihan, gangguan ataupun kegundahan, hingga duri yang
mengenainya, kecuali Allah akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan
musibah itu.” (HR.
Al Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW. bersabda:
احْرِصْ
عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ
شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا؛ وَلَكِنْ قُلْ:
قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ؛ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.
(رواه مسلم)
“Bersungguh-sungguhlah engkau
dalam melakukan apa yang bermanfaat untuk dirimu, mintalah pertolongan kepada
Allah, dan jangan malas. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau
mengatakan, ‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu akan demikian dan
demikian.’ Akan tetapi, katakanlah, ‘Ini adalah takdir Allah dan apa yang Allah
kehendaki pasti akan terjadi.’ Adapun kata ‘seandainya’ akan membuka pintu bagi
setan (agar engkau tidak menerima takdir).” (HR. Muslim)
-----
Saudaraku...,
Terlepas dari segala musibah yang saat ini
sedang menimpa saudaraku, ketahuilah bahwa sesungguhnya saudaraku benar-benar
telah mendapatkan nikmat terbesar dari Allah SWT yaitu dengan diberi-Nya nikmat
iman kepada saudaraku, sebagaimana yang telah saudaraku sampaikan sendiri:
innaddiinna 'indallaahil Islaam, bahwa agama yang paling benar di sisi Allah
dan mendapat ridha-Nya adalah Islam.
Allah SWT. telah berfirman pada bagian awal
ayat 19 dari surat Ali ‘Imraan:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ ...
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi
Allah hanyalah Islam. ... “. (QS. Ali ‘Imraan. 19)
Yah..., betapa bersyukurnya saudaraku (dan juga
kita semua), karena Allah telah memberi hidayah kepada saudaraku (dan kita
semua)! Yah..., logika saudaraku menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya
agama yang benar, dan hati saudaraku juga bisa menerima kebenaran agama Islam!
Sementara begitu banyak orang-orang di sekeliling kita yang justru lebih
memilih jalan yang sesat daripada jalan yang benar, meskipun tidak sedikit
diantara mereka yang mengetahui kebenaran Agama Islam.
Demikian dahsyatnya tipu daya syaitan, sehingga begitu
banyak orang-orang di sekeliling kita yang telah dibutakan mata hatinya,
sehingga mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka itu (na’udzubillahi
mindzalika!).
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي
الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٣٩﴾ إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ
الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah
memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik
(perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka
semuanya”, (QS. Al Hijr. 39). ”kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis*
di antara mereka". (QS. Al Hijr. 40). *) Yang dimaksud dengan “mukhlis”
ialah orang-orang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan
perintah Allah. (Wallahu a'lam bish-shawab).
Terlebih lagi jika kita perhatikan penjelasan Al
Qur’an dalam surat An Naml ayat 4 serta surat Al An’aam
ayat 108 berikut ini:
إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ زَيَّنَّا
لَهُمْ أَعْمَالَهُمْ فَهُمْ يَعْمَهُونَ ﴿٤﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada
negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka,
maka mereka bergelimang (dalam kesesatan)”. (QS. An Naml. 4). Na’udzubillahi
mindzalika...!!!
وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ
فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ
عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ
يَعْمَلُونَ ﴿١٠٨﴾
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”. (QS. Al An’aam:
108).
Semoga bermanfaat!