Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Ketahuilah bahwa ketika Nabi Ibrahim AS belum juga dikaruniai putra di usia beliau yang
semakin senja, beliaupun berdo’a memohon kepada Allah agar dianugerahkan
kepadanya seorang anak yang termasuk orang-orang yang saleh dan
Allah-pun mengabulkan mengabulkan do’a Nabi
Ibrahim AS tersebut sebagaimana penjelasan Al Qur’an surat Ash
Shaffaat ayat 100 – 101 berikut ini:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ ﴿١٠٠﴾ فَبَشَّرْنَاهُ
بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ﴿١٠١﴾
(100) "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh”. (101) “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang
amat sabar”. (QS. Ash Shaffaat. 100 – 101).
Namun ketika putra yang dinanti tersebut telah tumbuh
hingga mencapai usia tertentu sehingga dapat membantu beliau bekerja (menurut
suatu pendapat bahwa umur putranya telah mencapai tujuh tahun, sedangkan menurut
pendapat yang lain bahwa pada saat itu putra Nabi Ibrahim AS berusia tiga belas
tahun – Tafsir Jalalain), Nabi Ibrahim AS malah mendapat perintah untuk
menyembelihnya. Demikian penjelasan Al Qur’an surat Ash Shaffaat ayat 102
berikut ini:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ
افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; in sya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar". (QS. Ash Shaffaat. 102).
Saudaraku…,
Satu hal yang harus kita ketahui adalah bahwa mimpi para
nabi adalah mimpi yang benar dan semua pekerjaan/perbuatan mereka adalah berdasarkan
perintah dari Allah SWT. Sehingga ketika Nabi Ibrahim AS berkata: "Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”, maka
ini adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah SWT.
Maka tatkala Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dari Allah
SWT. untuk menyembelih putranya, beliaupun menyampaikannya kepada putranya supaya
ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya. Mendengar hal itu,
putra Nabi Ibrahim-pun menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; in sya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar".
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿١٠٣﴾
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya)”. (QS.
Ash Shaffaat. 103).
“Tatkala keduanya telah berserah diri” artinya: tunduk
dan patuh kepada perintah Allah SWT. “dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipisnya”. Nabi Ismail AS dibaringkan pada salah satu pelipisnya (setiap
manusia memiliki dua pelipis dan di antara keduanya terdapat jidat). Kejadian
ini di Mina; kemudian Nabi Ibrahim AS menggorokkan pisau besarnya ke leher Nabi
Ismail AS, akan tetapi berkat kekuasaan Allah pisau itu tidak mempan
sedikitpun. (Tafsir Jalalain).
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ
الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَذَا لَهُوَ
الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾
(104) “Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim”, (105) “sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”. (106) “Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata”. (107) “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar”. (QS. Ash Shaffaat. 104 – 107).
“Dan Kami tebus anak itu”, maksudnya anaknya Nabi Ibrahim
AS yang diperintahkan untuk disembelih yaitu Nabi Ismail AS “dengan seekor
sembelihan” yakni dengan domba “yang besar” dari surga, yaitu domba yang sama
dengan domba yang dijadikan kurban oleh Habil (anaknya Nabi Adam AS). Domba itu
dibawa oleh malaikat Jibril, lalu Nabi Ibrahim AS menyembelihnya seraya membaca
takbir. (Tafsir Jalalain).
PELAJARAN YANG BISA KITA PETIK DARI KISAH INI
Saudaraku…,
Dari kisah
di atas, nampak jelas betapa Nabi Ibrahim AS benar-benar tunduk patuh terhadap apapun
yang datang dari-Nya, sekalipun perintah itu sangat berat dilaksanakan jika
memperturutkan hawa nafsu (bagaimana tidak, ketika anak yang dinanti tersebut
telah tumbuh hingga mencapai usia tertentu sehingga dapat membantu beliau
bekerja, beliau malah diperintahkan untuk menyembelihnya).
Demikian pula halnya dengan tauladan yang telah diberikan
oleh sang putra (yakni Nabi Ismail AS). Beliaupun dengan ikhlas menerima apapun
ketentuan yang datang dari Allah. Bahkan beliau justru menyampaikan kepada Nabi
Ibrahim AS agar tidak ragu-ragu dalam menjalankan perintah Allah tersebut.
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ ﴿١٠٨﴾ سَلَامٌ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ ﴿١٠٩﴾ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١١٠﴾ إِنَّهُ مِنْ
عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ ﴿١١١﴾
(108) “Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di
kalangan orang-orang yang datang kemudian”, (109) “(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas
Ibrahim". (110) “Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik”. (111) “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman”. (QS.
Ash Shaffaat. 108 – 111).
Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al
An’aam ayat 162 – 163 berikut ini:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
(162) “Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, (163) “tiada
sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’aam. 162
– 163).
Ya, apapun yang kita lakukan (shalat kita, ibadah kita, hidup
kita dan mati kita), semuanya hanyalah untuk Allah semata. Dan sebagai
konsekuensi logis dari hal ini, bahwa apapun yang datang dari-Nya, maka sikap
kita adalah: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا (kami mendengar dan kami patuh). Artinya
apapun yang datang dari-Nya, kita terima dan kita laksanakan apa adanya
(seutuhnya) tanpa adanya tawar menawar sedikitpun, sebagaimana tauladan yang
telah diberikan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pada kisah di atas.
Allah SWT. berfirman dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat
51:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى
اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan: "Kami mendengar dan kami patuh". Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An Nuur. 51)
Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab ayat 36, Allah
SWT. berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ
وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ
اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzaab. 36)
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar